DENPASAR MAKIN
MACET
Denpasar adalah kota yang berkembang
secara alami, bukan kota yang terencana. Hampir semua pusat-pusat kegiatan berlokasi
di Denpasar. Pusat pemukiman,
pemerintahan, pendidikan, bisnis, rekreasi dan sebagainya berada di pusat kota.
Pusat pemukiman menjadi sumber bangkitan perjalanan (trip generation). Pemukiman, seperti rumah-rumah penduduk asli,
perumahan BTN, kompleks rumah dinas, rumah-rumah kost dan sebagainya,
kesemuanya itu memproduksi perjalanan (trip
production). Penduduk keluar rumah melakukan perjalanan menuju pusat-pusat
kegiatan untuk memenuhi kebutuhan dan keberlangsungan hidupnya.
Sementara pusat-pusat kegiatan seperti
pemerintahan, pendidikan, bisnis, rekreasi dan lain-lainnya itu, menarik
perjalanan (trip attraction). PNS
atau karyawan swasta melakukan perjalanan menuju kantornya, guru/dosen dan
siswa ke sekolah atau ke kampus, dan seterusnya. Demkian juga pasar, mall, taman kota, museum, tempat-tempat
ibadah menarik perjalanan penduduk. Perjalanan menuju pusat-pusat kegiatan,
tentu diikuti perjalanan sebaliknya menuju rumah masing-masing setelah selesai
melaksanakan kegiatannya. Tata guna lahan seperti ini tentu saja membuat kuantitas
perjalanan penduduk di dalam kota semakin banyak. Belum lagi jumlah perjalanan
penduduk dari luar kota menuju ke pusat-pusat kegiatan yang berlokasi di
Denpasar.
Pertumbuhan penduduk kota Denpasar
menurut data BPS 4% per tahun juga memberi kontribusi bertambahnya jumlah
perjalanan. Sejalan dengan dengan meningkatnya income perkapita penduduk, kemampuan membeli kendaraan bermotor
(mobil dan sepeda motor) semakin meningkat. Akibatnya kepemilikan terhadap
kendaraan pribadi pada tiap-tiap rumah tangga semakin meningkat jumlahnya.
Katakanlah, satu rumah tangga terdiri
satu pasang suami-istri dan 2 anak. Suami perlu kendaraan untuk berangkat
kerja. Ibu perlu kendaraan untuk bekerja juga atau pergi ke pasar untuk membeli
kebutuhan sehar-hari rumah tangga. Sementara ke dua anaknya perlu kendaraan
untuk berangkat ke sekolah. Dapat dibayangkan, berapa jumlah kendaraan pribadi
jika seluruh rumah tangga yang ada di kota Denpasar seperti ini. Di satu pihak
kebutuhan akan perjalanan bersifat primer. Konsekuensinya, mobilitas penduduk
akan semakin tinggi dan ini tidak terhindarkan.
Meningkatnya penggunaan kendaraan
pribadi, terutama mobil sebagai sarana melakukan perjalanan membuat volume arus
lalu lintas di jalan semakin tinggi, akibatnya kapasitas jalan semakin rendah.
Kapasitas jalan yang semakin rendah mengakibatkan kecepatan rata-rata semakin
turun. Terjaadi ketidakseimbangan antara kebutuhan (demand) dan ketersediaan (supply).
Pada ruas jalan yang memiliki
titik-titik konflik, seperti pada persimpangan-persimpangan (baik bersinyal
maupun tak bersinyal), pada bundaran, serta pada tempat-tempat penyeberangan,
membuat pengemudi mengurangi kecepatannya, dan berhenti sejenak. Satu saja
kendaraan berhenti di depan – yang semula memang lambat – akan membuat antrean
yang panjang di belakangnya.
Kemacetan juga disebabkan oleh adanya
hambatan samping pada ruas-ruas jalan. Hambatan samping itu dapat disebabkan
antara lain oleh:
1.
Pelanggaran
dari pengemudi sewaktu berhenti, padahal di tempat itu dipasang rambu dilarang
stop.
2.
Pelanggaran
dari pengemudi memarkir kendaraan di tempat dilarang parkir.
3.
Adanya
pusat-pusat kegiatan yang kapasitas parkirnya kurang, atau bahkan tidak
menyediakan lahan parkir di dalam, sehingga pengunjung memarkir kendaraan di
badan jalan (on street parkir).
4.
Adanya
pasar tradisional, dimana pedagang berjualan di atas trotoar, mengambil
lintasan pejalan kaki. Pejalan kaki kemudian berjalan di atas badan jalan yang
menjadi lintasan kendaraan, dan lain sebagainya.
Di lain pihak, kecil kemungkinan
pemerintah melakukan pembangunan jalan baru, karena tidak ada lahan lagi.
Kapasitas jalan menjadi tetap, tidak dapat ditingkatkan lagi. Meskipun,
pemerintah dapat membangun jalan baru, itu pun solusi yang bersifat sementara.
Lima sampai sepuluh lagi kembali lagi macet. Seringnya terjadi kemacetan yang
mengakibatkan terjadinya tundaan perjalanan, menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan warga memilih kendaraan sepeda motor. Penggunaan sepeda motor di
denpasar semakin meningkat tajam. Hal ini dapat dibuktikan dengan tingginya
penjualan sepeda motor baru. Peminat moda sepeda motor semakin banyak. Padahal
moda sepeda motor penyumbang terbesar kecelakaan yang bersifat fatal. Kekuatiran
yang realistis adalah: Denpasar akan menjadi lautan sepeda motor.
Umumnya masyarakat akan senang (atau
minimal tidak protes) bila pemerintah membangun jalan baru. Jalan baru yang
membuka akses baru ke pusat-pusat kegiatan. Pelebaran pada jalan yang sudah ada
hanya dapat menyenangkan warga sesaat saja. Bawah sadar masyarakat akan
berkembang dalam mencari ruas-ruas jalan yang tidak menimbulkan kemacetan untuk
sampai di tempat tujuan. Disadari atau tidak, konstruksi bawah sadar seperti
itu adalah sebagai pengakuan ketidakberdayaan dalam menghadapi masalah
transportasi.
Pada akhir tahun 2011 Pemerintah
Provinsi Bali meluncurkan Bus Sarbagita, sebagai upaya untuk mengurangi
kemacetan di wilayah Bali Selatan. Bus Sarbagita baru melayani 2 trayek. Rencananya
bus-bus Trans Sarbagita melayani 22 trayek meliputi Kota Denpasar, Kabupaten
Badung, Gianyar, dan Tabanan. Wilayah Sarbagita lebih sering mengalami
kemacetan daripada wilayah lainnya di Bali.
Sekalipun bus-bus yang dioperasikan adalah
kendaraan second, namum diharapkan
dapat memberi kenyamanan kepada para penumpang. Sayangnya, trayek yang dilalui
bus-bus Sarbagita belum didukung oleh feeder-feeder
yang dapat mengantar penumpang sampai ke halte. Trayek bus Sarbagita harus
didukung oleh feeder-feeder, sebab
kebanyakan konsumen bus Sarbagita adalah warga yang tidak tinggal di pinggir
jalan. Mereka tinggal di jalan kecil atau di gang-gang yang masuk ke dalam lagi,
lumayan jauh dari jalan utama.
Di Bali sulit dibangun busway, karena lahan sudah tidak ada,
yang dapat dilakukan adalah bus priority.
Bus sebagai angkutan massal harus diberi perlakuan khusus agar masyarakat mau
beralih moda angkutan, dari penggunaan kendaraan pribadi ke moda angkutan umum massal.
Misalnya, bus diprioritas dalam menggunakan lintasan jalan, disubsidi BBM-nya, suasana
di dalam bus yang nyaman (berpendingin), serta tarif yang murah.
Katakanlah, satu bus dengan kapasitas 40
orang. Bila setiap orang memakai kendaraan pribadi, itu berarti satu bus dapat
mengurangi 40 kendaraan yang melintas di jalan raya. Bila saja gagasan ini
dapat dimengerti dan diterima oleh masyarakat luas sudah tentu konsumsi energi
bahan bakar minyak jauh lebih efisien. Indonesia termasuk negara yang boros dalam
mengkonsumsi energi dalam sektor transportasi. Selain itu, efek gangguan atau
pencemaran terhadap lingkungan di sekitarnya juga dapat kendalikan.
Gangguan akibat kegiatan transportasi terhadap
lingkungan dapat berupa pencemaran udara yang berasal dari emisi gas buang
kendaraan bermotor (Karbon monoksida/CO, Karbon dioksida/CO2, Sulfur
oksida/NOx, timah hitam/timbal/Pb, partukulat, dan polutan lainnya), berupa
kebisingan (akibat suara mesin kendaraan, gesekan ban dengan permukaan jalan,
suara klakson, sirene dan sebagainya), dan berupa getaran/vibrasi. Getaran
(yang berasal dari kendaraan berat) terutama dapat dirasakan pada rumah-rumah
yang berada di pinggir jalan.
Sebagaimana diuraikan di atas, kendaraan
pribadi adalah penyebab utama kemacetan pada ruas-ruas jalan di Denpasar. Untuk
menanggulangi kemacetan, tidaklah mungkin dengan membangun prasarana jalan
baru. Selama penggunaan kendaraan pribadi masih banyak, atau masih menjadi
pilihan utama masyarakat, maka ruas-ruas jalan di Denpasar akan semakin mengalami
kemacetan dan akan lebih yang lebih parah lagi.
Kita lihat Singapura, negara tetangga
yang tergolong suskses dalam mengatasi masalah transportasi. Singapura yang
luasnya hanya 697 km2, penduduknya padat, pada akhir tahun 2010 berpenduduk
5,08 juta, dengan kerapatan penduduk 6.368 /km2. Sementara Sarbagita menurut
BPS 2010 luas wilayah 1.751 km2, jumlah penduduk 2,2 juta, kerapatan penduduk 1.623
/km2. Dapat kita lihat betapa tingginya kerapatan penduduk Singapura dari pada Sarbagita.
Tapi, Pemerintah Singapura
sungguh-sungguh memberikan solusi yang efektif bagi masyarakatnya. Pemerintah
menerapkan kebijakan dengan meninggikan pajak kendaraan pribadi, membatasi usia
kendaraan, menerapkan ERP (Electronik
Road Pricing) pada ruas jalan tertentu, dengan konsekuensi memberikan angkutan
transportasi umum massal yang aman, nyaman, terjangkau, dan terintegrasi dengan
aksesibilitas yang tinggi. Singapura adalah negara di Asia yang paling sukses
mengembangkan moda transportasi umum massal modern. Kebijakan Pemerintah
Singapura yang serius menggarap angkutan umum massal, membuahkan hasil mampu
menekan penggunaan kendaraan pribadi.
Dua jenis angkutan yang paling banyak
digunakan adalah bus umum dan kereta api cepat. Bus umum ada 3 jenis: bus
bertingkat, bus gandeng, dan bus biasa. Tahun 1988 Singapura mengoperasikan
kerata api MRT (Mass Rapid Transit).
Kereta api ini beroperasi di bawah tanah, sehingga tidak mengambil lahan
dipermukaan, kecuali pada stasiun-stasiun tertentu. Kereta api MRT ini memiliki
berbagai keunggulan, seperti kapasitas tinggi, kecepatan tinggi, kenyamanan
setara dengan mobil pribadi yang mewah, tarif murah, rutenya banyak, dan
keunggulan lainnya.(20/03/2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar