Label

Kamis, 18 Juli 2019

TRANSPORTASI KOTA DENPASAR

TRANSPORTASI KOTA DENPASAR

KOMPLEKSITAS MASALAH SOSIAL TRANSPORTASI AKIBAT DOMINASI SEPEDA MOTOR PADA KOMPOSISI LALU LINTAS CAMPURAN (MIXED TRAFFIC) PADA RUAS-RUAS JALAN
KOTA DENPASAR

Ida Bagus Wirahaji
Program Studi Teknik Sipil FT Unhi


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemusatan penduduk yang terjadi di daerah perkotaan menyebabkan lingkungan perkotaan mengalami tekanan yang semakin besar untuk mendukung kebutuhan penduduk. Kebutuhan penduduk semestinya dapat diimbangi dengan pembangunan kota. Namun, pembangunan kota di Indonesia umumnya berkembang secara laissez-faire, tanpa dilandasi perencanaan menyeluruh dan terpadu. Kota-kota di Indonesia tidak dipersiapkan atau direncanakan untuk dapat menampung pertumbuhan penduduk yang besar dalam waktu relatif pendek (Hadi, 2011). Pesatnya pertambahan jumlah penduduk kota-kota besar, semakin meningkatkan masalah mobilitas perkotaan (urban mobility) dan berimplikasi terhadap pemanfaatan sumber daya kota yang terbatas (limited urban resources). Ketidak seimbangan antara infrastruktur publik yang tersedia dengan jumlah penduduk yang membutuhkan menyebabkan terjadinya ketimpangan pelayanan kota (Hendratno, 2009).
Sumber daya di perkotaan yang cenderung serba terbatas menyebabkan terjadinya perebutan pemanfaatannya. Kemacetan lalu lintas merupakan contoh nyata perebutan pemanfaatan infrastruktur transportasi perkotaan. Fenomena yang muncul akhir-akhir ini mengedepankan wajah transportasi publik yang kurang memberikan kenyamanan, keamanan dan keterjangkauan dan masih mengedepankan biaya sosial dan ekonomi yang tinggi. Hal ini berakibat pada peminggiran masyarakat secara tidak langsung untuk melakukan mobilitasnya (Aminah, 2011). Kemacetan yang sering terjadi pada ruas-ruas jalan perkotaan memicu penduduk untuk menggunakan kendaraan roda dua (sepeda motor). Sepeda motor memiliki keunggulan dengan dimensi yang lebih kecil, mudah digunakan untuk menempuh jarak dekat, kemampuan bermanuver di sela-sela kemacetan, dan memberikan efisiensi dalam biaya perjalanan.
Kota Denpasar sebagai ibukota Provinsi Bali yang sedang berkembang dan mengalami pertumbuhan pesat. Menurut data BPS Denpasar (2018) jumlah penduduk kota Denpasar sudah mencapai 914.300 jiwa. Pertumbuhan penduduk sekitar 4% ini berdampak langsung pada kepemilikan kendaraan pribadi. Pertumbuhan kendaraan pribadi di Denpasar tergolong tinggi dan tidak dapat diikuti dengan penambahan ruas-ruas jalan. Ruas-ruas jalan di Kota Denpasar dipadati oleh kendaraan pribadi, baik itu kendaraan roda empat (mobil) maupun kendaraan roda dua (sepeda motor). BPS Kota Denpasar (2018) menyebutkan 87% rumah tangga memiliki satu atau lebih sepeda motor, dan 32% rumah tangga memiliki satu atau lebih mobil. Sedangkan, jumlah kendaraan umumnya hanya mencapai 2,1% dari total jumlah kendaraan bermotor di Denpasar.

PEMBAHASAN 
Permasalahan transportasi memiliki ciri dasar secara umum, seperti terlihat pada Gambar 01. Permasalahan transportasi sangat luas, melibatkan aspek yang cukup banyak dan beragam. Semua aspek harus bersinergi dalam mewujudkan sistem transportasi yang sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan RI No. 49 Tahun 2005 tentang Sistem Transportasi Nasional (Sistranas). Sasaran Sistranas adalah terwujudnya penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien, aksesibilitas tinggi, tarif terjangkau, tertib, aman, serta polusi rendah.

Gambar 01 Ciri Permasalahan Transportasi
Sumber: Manheim (1979) dalamTamin (2008)

Masalah sosial transportasi Kota Denpasar merupakan masalah yang kompleks. Gambar 02 memperlihatkan penyebab terjadinya dominasi sepeda motor dan masalah sosial transportasi yang ditimbulkannya.
  Gambar 02 Diagram alur penyebab dominasi sepeda motor dan masalah sosial
                    transportasi yang ditimbulkannya
  Sumber: Hasil Analisis (2018)
Karakteristik Sepeda Motor
Sepeda motor adalah kendaraan beroda dua yang ditenagai oleh sebuah mesin. Rodanya sebaris dan pada kecepatan tinggi sepeda motor tetap tidak terbalik dan stabil disebabkan oleh gaya giroskopik. Gaya giroskopik adalah gaya yang dihasilkan dari perputaran roda yang memberikan efek kesimbangan atau   kestabilan pada saat berputar. Sepeda motor memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) fisik kendaraan beroda dua; (2) berkapasitas angkut dua orang; (3) mempunyai tipe sport, bebek, dan skuter (Ramli, 2012).
Sepeda motor terdiri dari komponen utama sehingga kendaraan tersebut dapat berfungsi sewajarnya dalam berlalu lintas. Menurut Suraji dkk (2010), komponen utama yang terkait langsung dengan operaional lalu lintas dan keselamatan diantaranya meliputi ban, rem, lampu, spion, kondisi sasis kendaraan, dan kemampuan mesin. Selain itu, hal yang tidak secara langsung terkait dengan kendaraan namun ada hubungannya dengan keselamatan pegendara adalah seperti perlengkapan helm, jaket, kaos tangan, sepatu dan sejenisnya.
Di daerah perkotaan dengan ciri perjalanan jarak pendek (<50 km), sepeda motor merupakan moda transportasi yang memiliki banyak keunggulan. Menurut Ramli, dkk (2012) keunggulan sepeda motor antara lain: (1) lebih fleksibel terhadap rute daripada angkutan umum, lebih fleksibel daripada mobil karena dapat melewati jalan-jalan yang sempit yang tidak dapat dilalui oleh mobil bahkan banyak ruas-ruas jalan yang searah untuk mobil namun tidak bagi sepeda motor; (2) wakti tempuh rata-rata pada daerah yang sering macet lebih singkat daripada memakai angkutan umum, bahkan dengan mobil sekalipun; (3) biaya operasional lebih kecil; (4) cara kepemilikan kendaraan sepeda motor mudah.

Sepeda Motor Menyumbang Kemacetan
Menurut Sjafruddin (2013), permasalahannya kemacetan adalah bagaimana mengendalikan ketergantungan pada kendaraan pribadi dan pengendalian kebutuhan. Hal ini memerlukan perubahan sikap dan persepsi masyarakat. Peningkatan kebutuhan tidak sepenuhnya harus diikuti oleh penyediaan, melainkan perlu dicari keseimbangan yang hamonis antara kebutuhan dan penyediaan. Sesuai prinsip dasar bahwa transportasi adalah kebutuhan ikutan (derived demand), maka yang penting orang, hewan dan barang, bukan kendaraan yang berpindah dengan kualitas pelayanan yang memadai.
Sementara itu, konsep lalu lintas dan turunannya yang berasal dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris dan Australia, saat ini masih digunakan di negara berkembang termasuk Indonesia (Minh, et.al, 2005). Konsep tersebut didasarkan atas kondisi arus lalu lintas yang homogen dan didominasi oleh kendaraan ringan (light vehicle). Oleh karena itu model kinerja ruas jalan yang digunakan saat ini di Indonesia belum merepresentasikan kondisi riil lalu lintas campuran (mixed traffic). Hal ini dapat dilihat dari panduan evaluasi kinerja ruas jalan berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997 (DPU, 1997), masih menggunakan kendaraan ringan sebagai acuan. MKJI 1997 yang masih berorientasi pada kendaraan ringan,  menetapkan nilai ekivalen mobil penunpang (emp) sebesar 1, nilai emp kendaraan berat (HV) sebesar 1,2 – 1,3, dan nilai emp sepeda motor (MC) sebesar 0,25 – 0,40, tergantung pada tipe jalan dan besar arus lalu lintas. Nilai-nilai emp ini sudah tidak relevan lagi, karena tidak sesuai dengan kondisi lalu lintas campuran (mixed traffic) perkotaan di Indonesia. Komposisi moda transportasi perkotaan di Indonesia, termasuk Denpasar didominasi oleh moda sepeda motor. BPS Kota Denpasar (2018), menyebutkan bahwa lebih kurang 85% moda transportasi di Kota Denpasar adalah sepeda motor.
Menurut BPS Kota Denpasar (2018) kepemilikan sepeda motor masyarakat Denpasar sebesar 1.068.191 kendaraan. Sedangkan jumlah penduduk 914.300 jiwa. Perbandingan jumlah penduduk dengan jumlah sepeda motor adalah 1:1,2, artinya setiap orang memiliki satu atau lebih sepeda motor. Sementara kalau dibandingkan dengan pertumbuhan panjang dan ruas jalan sebesar 1%, terlihat fenomena yang tidak seimbang. Hal ini terlihat pada menumpuknya sepeda motor yang memenuhi ruas-ruas jalan sehingga menimbulkan kemacetan, kerawanan, dan kesemrawutan wajah kota.
Kegemaran warga kota menggunakan sepeda motor sudah mengakar, terlebih dengan diluncurkannya ojek online yang semakin favorit bagi masyarakat. Oleh karenanya, masyarakat menjadi semakin sulit untuk dialihkan minatnya menggunakan angkutan umum, termasuk angkutan umum berbasis massal Trans Sarbagita. Trans Sarbagita diharapkan pemerintah menjadi pionir dalam mengatasi permasalahan lalu lintas di Bali Selatan. Tetapi rupanya tidak mudah mengubah presepsi masyarakat menjadi sadar menggunakan angkutan umum berbasis massal. Disamping Trans Sarbagita sendiri belum siap menggantikan keunggulan pelayanan kendaraan pribadi.
Trans Sarbagita yang mulai diluncurkan Agustus 2011 sampai sekarang masih sepi peminat. Bahkan, angkutan pengumpannya (feeder) Kota Denpasar dicabut anggarannya akhir tahun 2015. Dinas Perhubungan Kota Denpasar tidak lagi menganggarkan dana untuk operasional armada trayek pengumpan yang telah membebani APBD Denpasar. Selain itu, Kondisi ruas jalan Denpasar juga tidak memungkinkan disediakannya busway, lintasan khusus untuk armada Trans Sarbagita. Denpasar dan kota kabupaten Bali Selatan lainnya, hanya mampu memberikan bus priority, armada bus diprioritas daripada kendaran lainnya dalam kondisi lalu lintas campuran (mixed traffic). Akibatnya, bus Trans Sarbagita oleh masyarakat malah dirasakan sebagai penyebab kemacetan. Tanpa dukungan armada trayek pengumpannya (feeder), dan lintasan khususnya (busway), nasib Trans Sarbagita semakin memprihatinkan.
Menurut Prabnasak et.al (2011), selain mengurangi minat masyarakat menggunakan angkutan umum, sepeda motor juga mengurangi minat masyarakat menggunakan moda trasnportasi berkelanjutan lainnya seperti naik sepeda atau berjalan kaki (pedestrian). Pendapat ini memang benar, dari perilaku masyarakat Denpasar lebih suka memakai sepeda motor untuk jarak dekat, misal menghadiri acara adat  di banjar, bergotong royong di kuburan, pergi ke tetangga yang punya acara adat, dan sebagainya.
Selain jumlahnya yang banyak dan mendominasi, pengendara sepeda motor berperilaku aggresive driving, yaitu perilaku sosial yang mengganggu keamanan publik, seperti sikap tidak mau mengalah, melanggar lajur terutama dalam kondisi macet, membunyikan klakson, dan sebagainya. Self control, yaitu kemampuan untuk membimbing, memilih, mengatur, dan mengarahkan tingkah laku sendiri dari pengendara sepeda motor menurun saat menghadapi kemacetan. Kemacetan dapat menimbulkan emosi (marah), sehingga pengendara sepeda motor membenarkan perilakunya (Luthfie, 2014). Hal ini membuat kendaraan roda empat (mobil) harus menahan lajunya demi menunggu selesainya pergerakan sepeda motor terutama pada kondisi crossing conflick.
Salah satu jalan keluar dari masalah kemacetan adalah diadakannya lajur khusus kendaraan roda dua terpisah dari kendaraan roda empat, sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009. Lajur khusus untuk kendaraan roda dua di Kota Denpasar, dapat dilihat pada Jl. WR Supratman, Jl. Soedirman, Jl. Cok Tresna, Jl. Hang Tuah, dan Jl. Raya Puputan. Tujuan diberlakukannya jalur khusus ini untuk menertibkan dan menekan pengaruh buruk dominasi sepeda motor. Namun solusinya inipun tidak banyak memberi manfaat. Pengendara sepeda motor masih bebas memilih lajur, demikian juga pengemudi kendaraan roda empat (mobil) mengabaikan dan menggunakan lajur khusus ini. Selain itu, jalur khusus ini digunakan sebagai tempat parkir mobil pada berbagai pusat kegiatan, seperti sekolah di Jl Sudirman, rumah-rumah makan di Jl. Cok Tresna, tempat ibadah di Jl. WR Supratman dan sebagainya.
Ada sebelas ruas jalan yang menjadi langganan macet tiap hari di Kota Denpasar. Dari ruas jalan itu, yang paling parah adalah kemacetan di ruas jalan Imam Bonjol, Gatot Subroto, Diponogoro dan Ahmad Yani. Kemacetan dapat berdampak jamak. Menurut Suweda (2008), akibat dari kemacetan yang ditanggung oleh masyarakat antara lain: kerugian waktu; pemborosan energi; keausan kendaraan lebih cepat; polusi udara; stress pengguna jalan; mengganggu kelancaran kendaraan darurat seperti mobil polisi, ambulan, dan mobil pemadam kebakaran.



Sepeda Motor Menyumbang Kecelakaan
Menurut Menteri Perhubungan, kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian terbanyak kedua setelah stroke. Sementara di Indonesia, kecelakaan lalu lintas di Indonesia 72% melibatkan sepeda motor. Dari angka ini mayoritas yaitu 80% adalah kelompok usia remaja (anak SMP dan SMA) (Republika, 2018).
Sepeda motor merupakan moda transportasi yang paling minim proteksi terhadap pemakainya. Pada tipe lalu lintas campuran (mixed traffic), fatalitas korban kecelakaan pengguna sepeda motor lebih parah daripada pengguna kendaraan roda empat (mobil). Kondisi ini, diperparah lagi oleh perilaku para pengendara sepeda motor, seperti tidak sabar, tidak mau mengalah, berkecepatan tinggi, melanggar rambu lalu lintas dan lain sebagainya termasuk dalam aggresive driving, yang merupakan disfungsi dari perilaku sosial yang berpotensi menyebabkan terjadinya kecelakaan. Demikian juga kondisi fisik dan mental pengendara seperti dalam keadaan mengantuk atau setengah mabuk mengganggu konsentrasinya juga menjadi penyebab terjadinya kecelakaan.
Meningkatnya jumlah pengguna sepeda motor diiringi dengan meningkatnya kecelakaan yang melibatkan sepeda motor. Menurut BPS Kota Denpasar (2018), 90% kendaraan yang berlalu lalang di Denpasar didominasi oleh kendaraan pribadi baik sepeda motor maupun mobil. Pertumbuhan kepemilikan kendaraan bermotor di Denpasar sebanyak 12% per tahun, sedangkan pertambahan ruas serta peningkatan konstruksi jalan tidak lebih dari 1% per tahun.
Banyaknya korban dan kerugian yang ditimbulkan, baik akibat hilangnya nyawa, maupun biaya yang diperlukan untuk pengobatan dan rebilitasi penderita, maka kecelakaan lalu lintas termasuk dalam masalah kesehatan masyarakat dan memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait (Marsaid dkk, 2013). Dari data Dinas Perhubungan (Dishub) Denpasar menyebutkan bahwa setiap hari terjasi 1 sampai 2 kecelakaan lalu lintas di kawasan kota Denpasar, atau total ada 475 kecelakaan lalu lintas per tahun. Operasi keselamatan agung (OKA) yang digelar Polresta Denpasar pada Maret 2018, setelah dicermati penyebab kecelakaan yang melibatkan sepeda motor antara lain karena melawan arus, menggunakan HP, berboncengan lebih dari satu, pengendara belum cukup umur, melebihi batas kecepatan, dan berkendara saat mabuk (BaliPost, 2018).

Sepeda Motor Mengakibatkan Pencemaran Lingkungan
Pencemaran lingkungan sebagaimana yang dimaksud UU No. 32/2009, adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Pencemaran lingkungan akibat penggunaan sepeda motor berupa emisi gas buang, yaitu gas sisa pembakaran bahan bakar dalam silinder baik yang terbakar secara sempurna ataupun tidak.
Menurut Purnawati, dkk (2013), Kota Denpasar telah mengalami penurunan kualitas udara. Hal ini antara lain disebabkan oleh kegiatan transportasi dan industri, seperti industri pembangkit listrik, kimia, bahan bangunan umum, kerajinan dan logam. Namun pencemaran udara yang ditimbulkan dari sumber industri tidaklah signifikan. Penyebab utama pencemaran udara di Kota Denpasar adalah kegiatan transportasi.
Transportasi sebagai sektor penyumbang terbesar pencemaran lingkungan. Di satu sisi perinjinan pabrik industri sangat ketat, tidak boleh di dalam kota, juga tidak diijinkan di kawasan permukiman terutama padat penduduk. Sementara, moda transportasi malah mengeluarkan emisi gas buang di tengah-tengah kota, di tengah-tengah kawasan permukiman.
Dari beberapa komponen udara, maka yang paling banyak berpengaruh dalam pencemaran udara adalah komponen-komponen sebagai berikut: korbon monoksida (CO); nitrogen oksida (NOX); sulfur oksida (SOX); Hidrokarbon (HC); partikel lainnya (Rizal, 2017). Dari beberapa jenis polutan ini, karbon monoksida (CO) merupakan polutan yang banyak dihasilkan oleh kendaraan bermotor (Sengkey dkk, 2011).
Sepeda motor sebagai moda transportasi terbanyak memberi andil yang paling dominan dalam menyumbang emisi gas buang kendaraan. Menurut Manobu (2011), kuantitas emisi polusi udara sepeda motor sebesar 109 g CO2/km, sedangkan mobil menghasilkan emisi polusi sebesar 290 g CO2/km. Akan tetapi, dengan jumlah sepeda motor jauh melampui mobil, sehingga sepeda motor mendominasi pencemaran lingkungan di Kota Denpasar. Faktor lain yang mempengaruhi kuantitas emisi gas buang antara lain: jenis kendaraan; jenis dan bahan bakar yang digunakan; usia dan kualitas perawatan kendaraan; kecepatan kendaraan dan fluktuasi kecepatan; geometrik jalan; dan temperatur mesin.
Pengaruh gas buang tersebut terhadap kesehatan antara lain (Sugiarta, 2008; Widyatmoko, 2013): SO2 merusak organ paru-paru; NOX menimbulkan iritasi paru-paru, mata dan hidung; CO mengakibatkan pusing, pingsan, janin mengecil, merusak otak dan bahkan kematian pada janin; Pb (Timbal) secara komulatif dapat merusak organ ginjal, hati, jantung, dan sistem sayaraf; Debu yang terakumulasi dalam pernafasan menyebabkan ISPA (Insfeksi Saluran Pernafasan Atas). Gas buang kendaraan juga dapat mengakibatkan peningkatan konsentrasi timah dalam darah yang menyebabkan penurunan kemampuan absorpsi oksigen (Rizal, 2017).

Sepeda Motor Menjadi Sarana dan Target Kriminalitas.
Seperti disebutkan di atas, moda transportasi sepeda motor adalah minim proteksi terhadap pemakainya. Berkendara menggunakan sepeda motor lebih banyak resikonya, selain kecelakaan juga terbuka untuk dijambret. Pelaku umumnya menggunakan sepeda motor sebagai sarana operasinya. Sepeda motor sangat lincah dalam bermanuver, dapat memasuki gang atau lorong sempit, dalam sekejap dapat menghilang dari pandangan mata korban. Sepeda motor sangat efektif digunakan pelaku dalam menjalankan operasinya.
Sepeda motor itu sendiri manjadi target pencurian. Sepeda motor relatif mudah dicuri daripada moda transportasi lainnya. Selama bulan Maret 2018 saja misalnya, Satreskrim Polresta Denpasar berhasil menangkap 12 pelaku curanmor yang beraksi di 24 TKP. Barang bukti yang disita dari pelaku yakni 18 unit motor, dengan rincian 17 sepeda motor, satu buah mobil. Para pelaku menggunakan sepeda motor dalam melakukan aksinya.
Sepeda motor juga menjadi sarana berkumpulnya anak-anak muda dan mereka membentuk geng-geng motor. Umumnya kalau dilihat dari sejarahnya, awalnya geng motor hanya kumpulan remaja yang hobi ngebut. Mereka melakukan balapan motor alias trek-trekan di jalanan umum. Jalan Mahendradatta dikenal sebagai ruas jalan yang sering digunakan untuk balapan liar. Tidak hanya melakukan balapan liar, kelompok geng motor juga sering meresahkan warga sekitar dengan memalak menggunakan senjata tajam (Bali Tribune, 2017b). Menyikapi fenomena geng motor yang makin beringas dan meresahkan masyarakat, Polresta Denpasar membentuk tim khusus yang diberi nama Alap-Alap. Tim khusus Alap-alap memiliki kehalian khusus, yakni menangkap orangyang melakukan kerusuhan dan membubarkan geng motor.
Diakui kejadian kriminalitas yang melibatkan sepeda motor di wilayah hukum Polsek Denpasar Barat jauh lebih tinggi, dikarenakan tingkat kesejahteraan yang beragam serta luas wilayahnya yang juga mencakup Denpasar Utara. Sehingga wilayah hukum Polsek Denpasar Barat nantinya akan dikembangkan. Polsek Denpasar Barat sekarang, nantinya akan menjadi Polsek Denpasar Utara, sedangkan Polsek Denpasar Barat akan berlokasi di dekat Lapas Kerobokan (Bali Tribun, 2017a)
Mengingat makin maraknya tindak kriminalitas terhadap pemakai sepeda motor, dan berdasarkan hasil evaluasi kasus-kasus kejahatan sebelumnya, maka kepolisan menghimbau beberapa hal, yaitu agar tidak menggunakan perhiasan yang mencolok; sedapat mungkin menghindari berkendara pada ruas yang sepi; tidak menggunakan telephon genggam saat berkendara; hindari berkendara seorang diri; tidak menyimpan barang berharga dalam tas, mengingat tas sering menjadi target; dan tidak mudah percaya kepada orang yang tidak dikenal.

Pro-Kontra Sepeda Motor Sebagai Angkutan Umum
Perkembangan teknologi telah menciptakan berbagai inovasi, seperti transportasi berbasis online, dimana tercipta sebuah perangkat lunak yang mampu memanggil moda transportasi umum kemanapun dibutuhkan dan mampu mengantarkan konsumen ke tempat tujuan dengan harga yang sangat terjangkau. Seperti misalnya GO-JEK, Grab, Uber dan sejenisnya. Kehadiran moda transportasi umum ini menimbulkan permasalah baru. Selain menimbulkan masalah dalam hal regulasi juga menimbulkan sengketa di lapangan dengan ojek pangkalan, dan bahkan berbuntut aksi kekerasan.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebelumnya menegaskan sepeda motor sebagai moda pengangkut penumpang melalui panggilan, tidak masuk dalam kategori angkutan umum. Hal tersebut merujuk pada Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kendaraan bermotor berplat hitam, apapun bentuknya seharusnya tidak diperuntukkan sebagai moda transportasi umum. Pengamat transportasi Djoko Setijowarno (dalam Putro, 2015), menyatakan ojek tidak termasuk ke dalam angkutan umum di dalam Undang-Undang. Sepeda motor itu untuk angkutan lingkungan, bukan angkutan perkotaan di jalan-jalan utama.
Fenomena penggunaan sepeda motor untuk mengangkut masyarakat yang memesan dengan aplikasi teknologi tertentu tidak bisa dibendung oleh Kemenhub. Pelarangan terhadap ojek online, semesti juga diikuti dengan pelarangan terhadap ojek pangkalan, karena sama-sama mengguna sepeda motor. Dan, kalau benar-benar dilarang, dapat dibanyangkan akan menambah penggaguran, sebab ratusan ribu pengemudi ojek online akan kehilangan pekerjaan. Di samping itu harus diakui masyarakat banyak dipermudah dengan kehadiran ojek online ini. Membeli makanan, mengirim barang dengan cepat, memesan layan kecantikan, pijat dan bersih-bersihpun bisa langsung dari smartphone.

Simpulan
Dominasi sepeda motor di Kota Denpasar merupakan dampak dari tekanan yang dialami lingkungan perkotaan untuk mendukung kebutuhan penduduk dalam memenuhi mobilitasnya. Dominasi sepeda motor pada komposisi lalu lintas campuran menimbulkan masalah sosial transportasi, antara lain:
1.   Sepeda motor menyumbang kemacetan terbesar. Kemudahan dalam kepemilikan sepeda motor, serta keunggulan layanan yang diberikannya, menyebabkan minat masyarakat semakin sulit dialihkan ke angkutan umum termasuk angkutan berbasis massal Trans Sabrgita. Solusi lajur khusus kendaraan roda dua untuk menertibkan lalu lintas, tidak memberi manfaat berarti.
2.   Sepeda motor minim proteksi menyumbang kecelakaan terbesar. Dalam komposisi lalu lintas campuran (mixed traffic), sepeda motor rentan mengalami kecelakaan. Tingginya keterlibatan dan fatalitas pengguna sepeda motor dalam kecelakaan amat tergantung pada faktor kondisi fisik dan mental  pengendara (human error) sepeda motor.
3.   Sepeda motor menyumbang pencemaran lingkungan. Denpasar didominasi oleh kendaraan sepeda motor. Dengan sendirinya sepeda motor sebagai penyebab utama pencemaran lingkungan.
4.   Sepeda motor digunakan sebagai sarana dan target kriminalitas. Pengendara sepeda motor, teritama wanita sering jadi korban penjambretan. Pelaku menggunakan sepeda motor dalam aksinya. Sepeda motor juga dipakai sebagai sarana perkumpulan geng motor yang meresahkan masyarakat.
5.   Perebutan lahan antara ojek online dengan ojek pangkalan, yang keberandaannya tidak sesuai dengan undang-undang. Kendaraan plat hitam, apapun jenisnya tidak dapat digunakan sebagai angkutan umum.



DAFTAR PUSTAKA
Aminah, S. 2011. Transportasi Publik dan Aksesibilitas Masyarakat Perkotaan. Surabaya: FISIP Universitas Airlangga.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Denpasar 2018 Denpasar Dalam Angka.
BaliPost. 2018. Operasi Keselamatan Agung.
 http://www.balipost.com/tag/operasi-keselamatan-agung-2018.
Bali Tribune. 2017a. Denbar Tangkapan Terbanyak Operasai Sikat Agung. http://balitribune.co.id/content/denbar-tangkapan-terbanyak-operasi-sikat-agung.
Bali Tribune. 2017b. Aksi Geng Motor di denpasar Makin Brutal, Polresta Langsung Maping Kerahkan Tim Alap-alap.
http://balitribune.co.id/content/aksi-geng-motor-di denpasar-makin-brutal-
Dirjen Bina Marga (BM). 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Hendratno, E.T. 2009. Masalah Transportasi Kota Dilihat Dengan Pendekatan Hukum, Sosial, dan Budaya. Jurnal Mimbar Hukum, Vol. 21, No, 3 Oktober 2009). Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Hadi, Djajusman. 2011. Integritas Pertimbangan Lingkungan dalam Membangun Kembali Malang Raya Menuju Kota Pariwisata. Jurnal FIS edisi Agustus 2011. Malang: Universitas Brawijaya.
Keputusan Menteri (KM) Perhubungan RI N0. 49 Tahun 2005 tentang Sistem Transportasi Nasional.
Luthfie, A. 2014. Pengaruh Self-Control dan Moral Disengagement Terhadap Aggresive Driving Pada Pengemudi Sepeda Motor. Jakarta: Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatulah.
Marsaid, H. Hidayat, dan Ahsan. 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Lalu Lintas Pada Pengendara Sepeda Motor Di Wilayah Polres Kabupaten Malang. Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol. 1, No, 2, Npember 2013. Malang: Fakultas Kedokteran unibersitas Brawijaya.
Minh, C.C., Sano, K., Matsumoto, S. 2005. Modelling of Congestion: A Tool for Urban Traffic management in developing countries. European Transport/Transporty Europei No. 27, pp45-56.
Putro, Gentur. 2015. Kemenhub: Sepeda Motor Bukan Angkutan Umum. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150623134718-92-61833.
Prabnasak, J., Taylor, M.A.P., Yue, W.L. (2011). An Investigation of Vehicle Ownership and the Effect of Income and Vehicle Expenses in Mid-Sized City of Thailand, Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol. 9, 437-451.
Purnawati, IF dkk (2013). Pencemaran Udara dan Upaya Pengendaliannya di Kota Denpasar Bali. Surabaya: Program Magister Teknik Lingklungan, ITS.
Ramli, M.I, Arifin Asri, dan Reza Prasetyo. 2012. Studi Karakteristik Operasional Penggunaan Sepeda Motor di Kota Makassar. Makassar: Univ Hasanuddin.
Republika. 2018. 72 Persen Kecelakaan di Indonesia Melibatkan Sepeda Motor. https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/18/09/19/pfb1y6349.
Rizal, M.C. 2017. Pengaruh Rencana Pembangunan Transportasi Massal Terhadap Emisi Gas Buang Karbon Monoksida di Surabaya. Jurnal Agregat, Vol. 2, No. 1 Mei. 2017. Surabaya: Politeknik Negeri Perkapalan Surabaya.
Suraji, Aji., Ngudi Tjahjono., Priyo Tri Widodo. 2010. Analisis Faktor Kendaraan sepeda Motor Terhadap Risiko Kecelakaan Lalu Lintas. Simposium XIII FXTPT Semarang 8-9 Oktober 2010. Semarang: Universitas Katholik Soegijapranata.
Sengkey, S.L., Jansen, F., Wallah, S. 2011. Tingkat Pencemaran Udara CO Akibat Lalu Lintas Dengan Model Prediksi Polusi Udara Skala Mikro. Jurnal Ilmiah Mesia Engineering, Vol.1, No.2, Juli 2011, Hal 119-126.
Sjafruddin, A. 2013. Pembangunan Infrastruktur Transportasi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Ilmu Pengetahuan. Makalah. Bandung: ITB
Sugiarta, AAG. 2008. Dampak Kebisingan dan Kualitas Udara Pada Lingkungan Kota Denpasar. Jurnal Bumi Lestari Vo. 8 No. 2 Agustus 2008. Hlm 162-167.
Suweda, IW. 2008. Manajemen Lalu Lintas. Denpasar: Pascasarjana Teknik Sipil, Unud.
Tamin, Ofyar Z. 2008. Perencanaan, Pemodelan, Rekayasa Transportasi-Teori, Contoh Soal, dan Aplikasi. Bandung: ITB.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Widyatmoko, H. 2013. Emission of NOx and Particles PM10 from Haigway. Procceding ISEE 2013. ISBN 978-602-95595-6-9.

Minggu, 07 Agustus 2016

kunjarakarna


KUNJARAKARNA

Pangarang Mpu Dusun, masa penulisan zaman Singhasari. Naskah beraliran Buddha. Cerita naskah ini digambarkan pada relief Candi Jago, Malang. Candi Jago adalah kuil agama Buddha yang dipersembahkan bagi Raja Wisnuwardhana (1248-1268) ayah Kertanagara. Penggambaran cerita pada relief candi memberi kesan bahwa tema kelepasan erat hubungannya dengan keselamatan jiwa tokoh yang telah meninggal.
Kelima Tataghata dalam agama Buddha disamakan dengan kelima manifestasi Siwa atau dewa-dewa Pancakusika dalam agama Hindu. Wairocana dan Siwa dinyatakan sama-sama ‘guru semesta’ (Wairocana buddhamurti siwamurti pinaka guru ning jagad kabeh).
Naskah ini diteliti oleh Dr. JLA Brandes dilanjutkan oleh Dr. Slamet Muljana. Kakawin Kunjarakarna disebut juga kakawin Sugataparwawarnnana.

Ringkasan Cerita:
Raksana Kunjarakarna melakukan yoga dalam gua Gunung Meru bertujuan untuk membebaskan dirinya dari rupa raksasa. Kemudian ia menghadap Buddha memohon diajarkan tentang hukum karma. Buddha menyuruhnya ke neraka untuk melihat para pendosa yang siksa di Yamaloka. Ia melihat tempayan yang besar, dipersiapkan untuk roh yang akan direbus selama 100.000 tahun. Ia juga terkejut melihat gurunya yang sangat dihormati Purnawijaya minta tolong padanya. Ia mengajak gurunya menghadap Buddha. Setelah diberi pengajaran oleh Buddha dengan panjang lebar, Purnawijaya minta dibebaskan dari neraka. Buddha menjawab bahwa hal itu tidak mungkin. Purnawijaya harus mati dan masuk neraka. Akan tetapi, berkat pengajaran yang telah diterimanya, penderitaannya dikurangi hingga 9 hari. Setelah selesai masa hukumannya, Purnawijaya bersama isterinya menghadap Buddha, memohon pengajaran selanjutnya. Setelah itu, Purnawijaya bersama istri pergi ke Gunung Semeru. Di sana kedua pasangan ini mendapatkan kelepasan.

KAWISASTRA

KITAB NAGARA KERTAGAMA


Pengarang  Mpu Prapanca, dibuat pada tahun 1365 zaman Majapahit.. Naskah dalam bentuk kakawin, dapat digunakan sebagai sumber sejarah dan sajak seni. Naskah Nagarakretagama pertamakali ditemukan di Puri Cakranagara di Pulau Lombok pada tahun 1894. Naskah-naskah yang sejenis ditemukan di Bali lebih dikenal dengan nama Desawarnana.
Prapanca menekankan bahwa karyanya dimaksudkan sebagai sajak pujian terhadap Raja Hayam Wuruk dan menyajikan laporan pandangan mata mengenai perjalanan menjelajahi wilayahnya kekuasaannya. Kitab ini juga memuat kidung Pararaton, yang menjadi penanda bahwa naskah ini ditulis belakangan dari naskah Pararaton. Dalam tulisannya disebutkan nama anggota keluarga, kondisi ibu kota, daerah bawahan, dan laporan  perjalanan keliling raja yang menyita sebagian besar teks. Penobatan Kertanagara sebagai Jina juga disebutkan dalam kitab ini, dengan nama Jnanabjreswara.
Perjalanan keliling telah dilakukan raja Hayam Wuruk sebanyak 6 (enam) kali, yaitu tahun 1353 sampai di Pajang; 1354 sampai di Lasem; 1357 di Lodaya; 1359 di Lumajang; 1360 di tirib dan Sompur; 1361 di Blitar; dan tahun 1363 sampai di Simping. Sayang tidak semua perjalanan keliling itu dicatat, sehingga tidak diketahui apakah pola perjalanan tersebut sama, bila ditinjau dari aspek keagamaan, aspek ekonomi, dan aspek politik.
Dari aspek keagamaan dapat diketahui bahwa sang raja gemar mengunjungi tempat-tempat suci, melakukan pemujaan di candi-candi pedharman nenek moyangnya. Dari aspek ekonomi tercermin bahwa sang raja sering memberikan bermacam hadiah kepada pejabat setempat. Sebaliknya, pejabat setempat menyerahkan barang-barang produksi pertanian. Dari aspek politik perjalanan sang raja dapat dilihat dari tokoh-tokoh yang menyambut kedatangannya.
Maksud sesungguh nya dari perjalanan sang raja tidak disebutkan dalam kitab ini, akan tetapi mengingat komposisi rombongan yang dilibatkan, cukup alasan untuk menduga adanya tujuan politik di balik perjalanan ini. Mungkin hendak mengontrol tingkat kesetiaan para penguasa daerah dan sekaligus memperlihatkan kekuatannya. Kendaraan (wahana) yang dinaiki dalam perjalanan keliling tersebut adalah kuda, selain pedati. Raja berada di depan diikuti para selir yang naik pedati.
Ada 3 golongan terbawah masyarakat yang tidak termasuk warna, yaitu:
-       Candala, golongan ini tidak diizinkan tinggal bersama golongan arya, kampung mereka di luar batas kota.
-       Mleccha, golongan di luar arya tanpa pandang bahasa dan warna kulit. Mereka ini para pedagang-pedagang asing yang tinggal di pesisir.
-       Tuccha (= kosong), golongan orang-orang haram, yang dianggap tidak berguna, bahkan merugikan masyarakat. Perbuatannya termasuk tetayi, yaitu membakar rumah, meracuni sesama, menenung, mengamuk, memfitnah, dan merusak kehormatan perempuan.
Kakawin nagara Kertagama terdiri dari 98 pupuh, yang masing-masing diuraikan sebagai berikut:
-       Pupuh 1, Prapanca memuji keagungan Raja Sri Rajasanagara, sebagai titsan Siwa-Buddha.
-       Pupuh 2-6, mengisahkan hubungan kekerabatan bagianda raja, memuji rajapatni Gayatri, putri bungsu Kertanagara raja Singhasari terakhir.
-       Pupuh 3, menguraikan orang tua baginda, Tribhuwana Tunggadewi yang secara resmi menjadi rani kahuripan.
-       Pupuh 4-6, memuji bibi baginda Bhre Daha DyahWyat Rajadewi, yang kawin dengan Sri Wijayarajasa dari Wengker.
-       Pupuh 7, mulai memuji kebesaran raja Hayam Wuruk, sebagai titisan berbagai dewa.
-       Pupuh 8-12, menguraikan seluk beluk istana Majapahit, keindahan, sampai punggawa dan pegawai kerajaan.
-       Pupuh 12-13, menyinggung luasnya wilayah kekuasaan Majapahit. Para pendeta Siwa diizinkan berkunjung kemana saja, sedangkan pendeta Buddha hanya diizinkan berkunjung ke arah timur Jawa.
-       Pupuh 17-62, menguraikan perjalanan keliling rombongan raja Hayam Wuruk, dari Majapahit ke Lumajang. Pupuh ini merupakan inti dari kitab ini.
-       Pupuh 63-67 menguraikan upacara sraddha untuk memperingati 12 tahun mangkatnya rajapatni Gayatri, penerus langsung dari keluarga-keluarga dinasti Majapahit. Upacara selama 7 hari siang dan malam disertai pesta makan, minum dan bermacam-macam permainan. Ritual Sraddha dilaksanakan di istana pada tahun 1362.
-       Pupuh 68-69, menguraikan secara singkat pembagian kerajaan Erlangga menjadi Janggala dan Panjalu untuk kedua puteranya. Mpu Bharada ditugaskan membagi kerajaan tersebut dengan menuangkan air kendi di udara membuat batas-batas kerajaan. Sampai di desa Palungan, jubah Mpu tersangkut di pohon Asam, kendi jatuh di desa Palungan. Mpu Bharada terbang lagi sambil mengutuk pohon asam supaya tetap pendek. Sekarang tempat tersebut bernama Kamal Pandak (asam cebol).
-       Pupuh 70-73, menguraikan kedatangan Hayam Wuruk dari Simping dan mendengar kabar patih Gajah Mada sakit keras, akhirnya meninggal. Kemudian diadakan rapat untuk mencari penggatinya, tetpai tidak berhasil. Raja memutuskan patih Gajah Mada tidak diganti. Hayam Wuruk sendiri yang memimpin pemerintahan secara langsung, dibatu oleh 6 mantri, yaitu: Mpu Tandi, Mpu Nala, Sang Pati Dami, Mpu Singa, dan dua menteri lainnya tidak disebutkan.
-       Pupuh 74-82, menyebut nama-nama candi makam, tanah perdikan, asrama, desa kebudhaan, desa kasiwan, dan lain-nya dalam kerajaan Majapahit, terutama di Jawa dan Bali.
-       Pupuh 81 menguraikan usaha keras Hayam Wuruk menyatukan 3 sekte agama, yang disebut Tripaksa (tiga sayap), yaitu Siwa, Budha dan Wisnu. Sekte Brahma terlalu sedikit, tidak dimasukkan ke dalam tripaksa. Para pendeta disebut Caturdwija, tunduk kepada ajaran tutur. (dwija berarti lahir 2 kali).
Pengikut sekte Siwa paling banyak berkat kedudukanya sebagai agama resmi kerajaan. Sekte Buddha menduduki tempat kedua. Perkembangan sekte Buddha sengaja ditekan agar tidak dapat menyaingi sekte Siwa.
-       Pupuh 83-84, menguraikan keagungan raja Hayam Wuruk dan kesejahteraan pulau Jawa. Banyak tamu-tamu manca negara berkunjung ke Majapahit. Dalam pertemuan tahunan, semua pembesar daerah empat kiblat (juru), kepala desa (akuwu), pemegang pengadilan (adhyaksa), dan para pembantunya (upapati) datang menghadap baginda raja.
-       Pupuh 85, menguraikan pertemuan tiap bulan Caitra (Maret-April). Maksud pertemuan untuk memperkuat koordinasi antara pemegang tanggung jawab pada pemerintahan.
-       Pupuh 86-92, pesta besar di lapangan Bubat, diramaikan dengan nyanyi dan tari di mana baginda raja ikut serta menyanyi dan menari.
-       Pupuh 93-94, menguraikan betapa banyaknya pendeta menciptakan kakawin pujasastra untuk raja. Diantaranya, pendeta Buddha Sri Aditya menggubah Bhogawali dalam sloka. Pendeta Mutali Saherdaya menggubah sloka sangat indah, keduanya dari Jambu-dwipa (India)
-   Pupuh 95-98, menguraikan nasib sang pujangga yang canggung hidup di dusun, kemudian bertekad bertapa di lereng gunung.

Ida Bagus Wirahaji
Literatur:
J.J.Ras. 2014. Masyarakat dan Kesusastraan Di Jawa. Alih Bahasa: Achiadi Ikram. Editor: Titik Pudjiastuti. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Muljana, Slamet. 2006. Tafsir Sejarah Nagarakretagama. Editor: Khotimatul Husna. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.
Munandar, Agus Aris. 2011. Catuspatha – Arkeologi Majapahit. Jakarta: Wedatama Widya Sastra
Raharjo, Supratikno. 2011. Peradaban Jawa – Dari mataram Kuno sampai Majapahit Akhir. Editor: Sugeng dan Rizal. Jakarta: Komunitas Bambu.


Kamis, 18 Juni 2015

AC-Base

 KENDALA PENGGUNAAN AC-BASE PADA PROYEK JALAN


ABSTRAK

Mayor item pada proyek infrstruktur jalan perekerasan lentur umumnya terdiri dari AC-WC, AC-BC, atau AC-Base. AC-Base merupakan lapis pondasi campuran aspal panas yang pertama kali dilaksanakan di Bali pada Tahun anggaran 2014 ini. AC-Base terdiri dari 5 (lima) fraksi agregat, yang berarti memerlukan 5 buah pemasok dingin, dan 5 buah pemasok panas pada instalasi pencampur aspal (AMP).
Pihak Penyedia Jasa yang melaksanakan pekerjaan AC-Base pada Ruas Jalan Singaraja-Seririt dan Ruas Jalan Untung Surapati Amlapura Karangasem tidak siap, dalam arti tidak didukung oleh kondisi AMP, Crusher, dan Peralatan Laboratorium yang dimiliki. Hal ini merupakan bentuk penyimpangan terhadap dokumen kontrak. Selain itu hasil produksi AC-Base yang diharapkan tidak akan mencapai kualitas yang disyaratkan dalam Spesifikasi Umum 2010 Revisi 2.
AMP Penyedia Jasa hanya memiliki 4 pemasok dingin dan 4 pemasok panas. Stone crusher hanya sampai memproduksi agregat ukuran 2-3 cm, sedangkan yang dibutuhkan AC-Base ukuran terbesar adalah 37,5 mm (agregat 3-4). Peralatan laboratorium yang diperlukan adalah alat Marshall dengan breaking head berjari-jari 3”. Pengambilan sampel di lapangan pada lapisan AC-Base yang sudah dipadatkan memerlukan alat core dengan mata bor berdiameter 6”.

Kata Kunci: AC-Base, Kendala Peralatan AMP dan Laboratorium..


LATAR BELAKANG
Lapis perkerasan jalan lentur nasional di Bali setiap tahun memerlukan perbaikan untuk memulihkan daya dukungnya dalam menerima beban lalu lintas yang makin meningkat baik berat maupun jumlah kendaraan yang melintasi. Ruas jalan yang termasuk Jalan Nasional di Bali antara lain: Jalan Denpasar-Gilimanuk, Denpasar-Singaraja, Denpasar-Amlapura, Amlapura- Singaraja, dan Singaraja-Gilimanuk.
Pada Tahun Anggaran 2014, semua ruas jalan yang disebutkan di atas mendapat dana dari APBN untuk diperbaiki. Jenis perbaikan antara lain: pemeliharan berkala, peningkatan struktur jalan, maupun peningkatan kapasitas jalan. Jalan Nasional merupakan kewenangan dari pusat untuk menangani, apabila jalan tersebut sudah tidak layak lagi melayani angkutan barang maupun angkutan penumpang secara aman dan cepat. Pada beberapa segmen dari ruas-ruas jalan tersebut memang perlu diperbaiki karena terdapat kerusakan berupa retak-retak, aus permukaan, penurunan di beberapa tempat, dan pelebaran pada bahu jalan.
Mayor item pada pekerjaan jalan lentur umumnya Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Antara (AC-BC), dan dua ruas jalan menggunakan Laston Lapis Pondasi (AC-Base). Pada proyek jembatan yang menjadi mayor item adalah baja tulangan pada struktur beton bertulang. Sedangkan material alam yang dipakai dalam proyek-proyek Tahun Anggaran 2014 ini diusahakan material lokal yang terdekat, yang memenuhi persyaratan.
Berbeda dengan tahun anggaran sebelumnya – tahun anggaran 2013 – yang menggunakan aspal modifikasi, yang menuntut pihak Penyedia Jasa untuk menambah fasilitas penyimpan dan pemrosesan aspalnya. Aspal modifikasi dimunculkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap aspal minyak, disamping untuk memperbesar tegangan campuran aspal dengan ketebalan lapisan yang dihampar yang lebih tipis. Dimana, permasalahannya menurut kalangan Penyedia Jasa adalah dengan terbatasnya ketersediaan aspal modifikasi.

RUMUSAN MASALAH
Penggunaan lapis konstruksi AC-Base pada perkerasan lentur, baru pertama kali diberlakukan di Bali pada Tahun Anggaran 2014 ini. Penggunaan AC-Base bukannya tanpa kendala. Dari uraian di atas dapat dirumuskan hal-hal sebagai berikut:
a.       Apa saja yang menjadi kendala dalam penggunaan AC-Base?
b.      Bagaimanakah dampaknya terhadap kualitas campuan AC-Base?


BATASAN MASALAH
Untuk menghindari analisis yang keluar dari topik kajian, maka dilakukan beberapa batasan masalah di bawah ini, yaitu:
a.       Lingkup kajian soal penggunaan campuran aspal panas AC-Base pada kedua ruas di atas, pada proyek tahun anggaran 2014.
b.      Masalah kesiapan pihak Penyedia Jasa dalam melaksanakan pekerjaan AC-Base, yang menyangkut peralatan, seperti Intalasi Pencampur Aspal (Asphalt Mixing Plant/AMP), peralatan pengujian di Laboratorium, dan mesin cor untuk pengambil sampel yang sudah digelar dan dipadatkan di lapangan.

TINJAUAN PUSTAKA
Campuran Aspal Panas
Menurut Spesifikasi Umum 2010 Revisi 2, jenis campuran aspal panas adalah sebagai berikut:
a.       Lapis Tipis Aspal Pasir (Latasir)
b.      Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston)
c.       Lapis Aspal Beton (Laston)

Lapis Tipis Aspal Pasir (Latasir) atau juga disebut Sand Sheet (SS) terdiri dari 2 (dua) kelas tergantung tebal nominal minimum lapisannya, yaitu:
a.       Latasir Kelas A, dengan tebal nominal minimun 1,5 cm
b.      Latasir Kelas B, dengan tebal nominal minimum 2,0 cm

Latasir disyaratkan dengan toleransi tebal tiap lapis tidak lebih dari 2,0 mm. Sebagai lapisan aspal yang tipis, Latasir dalam prakteknya dicampur lagi denga tambahan filler, untuk memenuhi sifat-sifat yang di syaratkan, seperti kedap air. Latasir sering digunakan untuk pemeliharaan rutin untuk mencegah tingkat kerusakan jalan yang lebih parah. Latasir sendiri termasuk lapisan yang non struktural, dengan toleransi tebal untuk tiap lapisan campuran beraspal tidak lebih dari 3,0 mm.
Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston) yang juga disebut Hot Rolled Sheet (HRS) terdiri dari 2 (dua) jenis campuran, tergantung tebal nominal minimum lapisan dan  proporsi fraksi agregat kasar, yaitu:
a.       Lataston Lapis Pondasi (HRS-Base), dengan tebal nominal minimum lapisan 3,5 cm, memiliki lebih banyak fraksi agregat kasar dari pada HRS-WC.
b.      Lataston Lapis Aus (HRS-Wearing Course, HRS-WC), dengan tebal nominal minimum lapisan 3,0 cm, memiliki lebih banyak fraksi agregat halus, guna mendapatkan campuran yang kedap air.

Lataston termasuk lapisan yang non struktural. Lataston memiliki ukuran maksimum agregat 19 mm dalam campuran, dimana untuk mendapatkan lapisan yang kuat, maka campuran dirancang dengan 2 (dua) persyaratan utama, yaitu:
1.      Gradasi yang benar-benar senjang, artinya ada beberapa ukuran butiran agregat yang ditiadakan. Untuk mencapai gradasi yang benar-benar senjang, maka selalu dilakukan pencapuran pasir halus dengan agregat produksi dari mesin pemecah batu.
2.      Sisa rongga udara dalam campuran pada kepadatan membal (refusal density) harus memenuhi ketentuan yang disyaratkan, yaitu minimum 3.

Lapis Aspal Beton (Laston) atau disebut juga Asphalt Concrete (AC), selanjutnya lebih sering disebut AC. Laston termasuk lapisan struktural yang direncanakan memikul bebas lalu lintas kendaraan.
Laston terdiri dari 3 (tiga) jenis campuran yang tergantung pada fungsi lapisan dan ukuran maksimum agregat, yaitu:
1.      AC Lapis Aus (AC-WC), adalah lapisan struktural dengan karakteristik sebagai berikut:
a.       Ukuran maksimum agregat sebesar 19 mm
b.      Tebal lapisan minimum 4,0 cm,
c.       Difungsikan sebagai lapisan kedap air

2.      AC Lapis Antara (AC-Binder), adalah campuran aspal panas dengan karakteristik sebagai berikut:
a.       Ukuran maksimum agregat sebesar 25,4 mm
b.      Tebal lapisan padat minimum 6,0 cm, dengan toleransi tebal untuk tiap lapisan campuran beraspal tidak lebih dari 4,0 mm.
c.       Difungsikan sebagai lapisan antara, mencegah rembesan air dari atas masuk ke lapisan pondasi

3.      AC Lapis Pondasi (AC-Base), adalah campuran aspal panas yang bernilai struktural, terletak paling bawah, dengan karakteristik sebagau berikut:
a.       Ukuran maksimum agregat sebesar 37,5 mm
b.      Tebal padat lapisan minimum 7,5 cm, Tebal lapisan padat minimum 6,0 cm, dengan toleransi tebal untuk tiap lapisan campuran beraspal tidak lebih dari 5,0 mm.
c.       Difungsikan sebagai lapisan pondasi menyangga lapisan di atasnya

AC-Base merupakan lapis perkerasan beraspal yang terletak di bawah lapis AC-BC. Lapis perkerasan ini tidak berhubungan langsung denga cuaca luar, tetapi harus memiliki stabilitas untuk menahan beban lalu lintas yang disebarkan melalui roda kendaraan.
AC-Base memiliki beberpa fungsi antara lain (Kusuma, 2014):
a.       fungsi memberi dukungan terhadap lapisan permukaan;
b.      mengurangi regangan dan tegangan;
c.       menyebarkan dan meneruskan beban konstruksi jalan di bawahnya (subgrade)

AC-Base memiliki ukuran agregat maksimum 3,75 mm yang artinya lebih besar dari 1” harus dibuatkan benda uji berdiameter 6” seperti disyarakan Spesifikasi Umum 2010 Revisi 2. Demikian pula mata bor pada mesin cor berdiameter 6” untuk mengambil sampel yang sudah dipadatkan di lapangan

Instalasi Pencampur Aspal (AMP)
AMP adalah seperangkat peralatan yang menghasilkan produk berupa campuran aspal panas. AMP terdiri dari Tipe Batch dan Tipe Continuius. Dalam kajian ini yang dibahas adalah AMP Tipe Batch, seperti ditunjukkan pada Gambar 01. Adapun bagian-bagian dari AMP tipe ini adalah sebagai berikut (Dirjen BM, 1996):
1.      Unit Pemasok Agregat Dingin (Cold Bin)
Cold Bin adalah bak tempat penampung agregat dari tiap-tiap fraksi mulai dari agregat halus sampai agregat kasar yang diperlukan dalam memproduksi campuran. Fraksi yang dimasukkan ke dalan cold bin sesuai dengan hasil produksi unit pemcah batu adalah:
a.       Abu batu
b.      Batu pecah 0,5 – 1,0 cm
c.       Batu pecah 1,0 – 2,0 cm
d.      Batu pecah 2,0 – 3,0 cm
e.       Batu pecah 3,0 – 4,0 cm

Maksud dan tujuan pemisahan masing-masing fraksi adalah agar proporsi tiap-tiap fraksi yang diperlukan sesuai dengan job mix formula/JMF  yang telah disetujui (Dirjen BM, 2007a). Pemisah antara cold bin perlu dipertegas, ditinggikan agar agar agregat yang dipasok oleh loader tidak bercampur dengan fraksi agregat lainnya.
Untuk produksi Latasir cukup diperlukan 2 (dua) buah cold bin, yaitu bin (a) dan bin (b). Untuk produksi Lataston diperlukan 3 (tiga) bin, yaitu: bin (a), (b), dan (c). Untuk Produksi Laston, AC-WC, AC-BC, diperlukan 4 (empat) bin, yaitu bin (a), (b), (c), dan (d), sedangkan untuk produksi AC-Base diperlukan 5 (lima) buah cold bin (semuanya).

2.      Unit Pengering (Dryer)
Alat pengering (dryer) ditempatkan dengan posisi miring, untuk memberi kesempatan agregat dingin yg dimasukkan ke dalam drum pengering dari ujung yang lebih tinggi dan keluar ke ujung yang lebih rendah, setelah melalui proses pengeringan. Makin besar kemiringan drum makin besar produksi yang dapat dihasilkan, akan tetapi makin pendek agregat mengalami pengeringan, sehingga tidak mendung mutu produksi. Kemiringan drum dryer rata-rata berkisar 3o sd 5o, dengan kapasitas temperatur alat pengering dryer sampai 100oC.
Besarnya kemiringan drum pengering ini ditentukan oleh pabrik berdasarkan:
a.       Rencana disain kapasitas produksi
b.      Rencana disain mutu produksi

3.      Saringan Agregat Panas (Hot Screen)
Saringan panas ini tersusun secara vertikal yang mendistribusikan agregat kedalam pemasok panas (hot bin) yang sesuai dengan ukuran butirnya.

4.      Unit Pemasok Agregat Panas (Hot Bin).
Hot bin adalah bin penampung agregat panas hasil distribusi hot screen.

5.      Timbangan Agregat Panas (Weigh Bin)
Bin ini berfungsi untuk menampung sekaligus menimbang agregat dari setiap fraksi yang dibutuhkan untuk tiap kali pencampuran. Yang terpenting adalah Weigh Bin ini harus melalui pemeriksaan kelayakan operasi oleh badan meteorologi dengan bukti fisik berupa sertifikat kalibrasi.

6.      Pencampur (Pugmill)
Semua material (agregat, dan aspal) masuk ke pugmill dalam kondisi panas dan dicampur untuk menghasilkan produk berupa campuran aspal panas.
Ada 2 (dua) jenis pencampuran, yaitu pencampuran kering dan pencampuran basah. Pencampuran kering adalah pengadukan agregat dari berbagai fraksi yang dituang dari weigh bin. Pencampuran basah adalah pengadukan setelah dicampur dengan aspal panas.
Waktu pengadukan dalam pugmill sekitar 45 detik, temperatur agregat panas di dalam pugmill harus sekitar 175oC, hal ini diperlukan untuk memperoleh tempertaur campuran aspal panas ± 150oC, maksimum 165oC.
Bahan pengisi (filler) dan additif dituangkan ke dalam pugmill (untuk satu kali pengadukan) melalui 2 (dua) cara, yaitu:
a.       Ditimbang bersama agregat panas di dalam weigh bin
b.      Ditimbang sendiri dan dituangkan ke dalam pugmill.

7.      Pemasok Aspal
Aspal sebagai bahan pengikat disimpan dalam bak penampung aspal, dipanaskan hingga mencapai 160oC untuk aspal keras pen. 60 agar suhu di dalam pugmill mencapai 140oC – 150oC.

8.      Pengumpul Debu (Dust Collector)
Pengumpul debu berfungsi untuk menjaga kebersihan udara dan lingkungan dari debu-debu akibat pengeringan di unit pengering (dryer). Ada 2 (dua) jenis pengumpukl debu:
a.       Jenis kering (dry cyclone)
Debu dari unit pengering dihisap ke dalam silo cyclone dan diputar sehingga partikel berat akan turun ke bawah, sedangkan udara yang tidak sudah tidak mengandung partikel debu dikeluarkan melalui cerobong.
b.      Jenis basah (wet scruber)
Debu dari unit pengering terbawa udara buangan dari dryer dialirkan ke dalam suatu bak atau ruangan dan disemprot air, sehingga partikel-partikel debunya terbawa air turun dan ditampung dalam bak-bak penampung. Udara yang keluar sudah bersih dari debu-debu dan keluar melalui cerobong asap.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZsilNJyY5L9Y015hIf80VUYgnm9oA7mDVZMfz0Se8C4LekWvFPRgvGeCS89ew_hxE33pgH3tp_6_sbkHHbiAagS9t3Z9kOeNARzjhIDGaWd6z7qg9NsoUjbpeRi_b_I0hyphenhyphen5SAZM2IRuxk/s1600/images.jpg
Gambar 01 Instalasi Pencampur Aspal (AMP)
Sumber: Dirjen BM, 1996.


Peralatan Pengujian Laboratorium
Paling sedikit 30 hari sebelum dimulainya pekerjaan aspal, Penyedia Jasa diwajibkan menyerahkan secara tertulis Rumus Campuran Rancangan/Design Mix Formula (DMF). Setelah hasil tes properties aspal dan agregat diketahui dan telah memenuhi syarat, maka Penyedia Jasa membuat DMF di laboratoriumnya sendiri. Dalam membuat DMF ini Penyedia Jasa harus memiliki atau menggunakan sejumlah alat pengujian-pengujian di Laboratorium dan pengambilan sampel di lapangan, seperti:
a.       Alat Marshall, seperti ditunjukkan pada Gambar 02, yang dilengkapi dengan alat (SNI 06-2489-1991):
-          Breaking Head berbentuk lengkung.
-          Proving Ring yang disertai dengan arloji (dial) tekan.
-          Arloji untuk mengukur flow.
b.      Mould 4” untuk membuat benda uji AC-WC dan AC-BC, dan Mould 6” untuk benda uji AC-Base.
c.       Penumbuk manual atau otomatis berbetuk silinder dengan berat 4,5 kg, dan jatuh bebas setinggi 45,7 cm.
d.      Penumbuk getar untuk mencari kepadatan membal (refusal density).
e.       Mesin cor di lapangan dengan mata bor 4” untuk AC-WC dan AC-BC dan pisau bor 6” untuk lapisan AC-Base.
f.       Alat-alat perlengkapan lainnya di laboratorium.

http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQ1qbgJYZML074LAVU-auqO6gNev_aJO-hx_HJw8awTH2lhi4YWtQ
Gambar 02 Alat Marshall


Unit Pemecah Batu (Crusher)
Agregat yang digunakan dalam campuran aspal dapat diambil dari alam (quarry) yang berupa pasir, kerikil, atau batuan. Kadang batuan dari alam berukuran besar sehingga perlu dilakukan pemecahan terhadap batuan tersebut agar dapat dimanfaatkan dalam campuran. Guna mendapatkan kerikil atau batuan pecah yang sesuai dengan ukuran yang diharapkan (memenuhi amplop grading) maka diperlukan suatu alat untuk memecah tersebut. Alat pemecah batuan yang digunakan adalah pemecah batu (stone crusher).
Mesin pemecah batu (stone crusher), seperti Gambar 03, terdiri dari beberapa macam tipe, yaitu (Dirjen BM, 2007b):
a.       Roll crusher (pemecah silinder)
b.      Jaw crusher (pemecah rahang)
c.       Impact crusher (pemecah jepit)
d.      Hammer mill (pemecah pukulan)
e.       Cone crusher (pemecah konus)
http://jualbatusplit.files.wordpress.com/2012/11/stone_crusher_pl_4bb95412608e7.jpg
Gambar 03 Denah Unit Pemecah Batu
Sumber: Wordpress (2012)

AC-Base dirancang dengan menggunakan fraksi agregat kasar dan agregat halus dari batu pecah produksi crusher. Agregat pecah disiapkan dalam ukuran nominal sesuai dengan jenis campuran yang direncanakan. Hasil produksi yang lazim selama ini pada crusher-crusher yang ada di Bali, seperti ditunjukkan dalam Gambar 03 adalah:
a.       Abu batu (fine aggregate/FA)
b.      Batu pecah 0,5-1 cm (medium aggregate/MA)
c.       Batu pecah 1-2 cm (coarse aggregate/CA2)
d.      Batu pecah 2-3 cm (coarse aggregate/CA1)

ANALISIS
Pelaksaaan lapis AC-Base di Bali, yang digelar pada 2 (dua) ruas, seperti yang telah disebutkan diatas, yaitu Ruas Jalan Singaraja-Seririt dan Ruas Jalan Untung Surapati Amlapura Karangasem, menghadapi beberapa kendala. Kendala menyangkut masalah produksi AC-Base yang harus didukung oleh kesiapan alat produksi yang ada, yaitu:
1.      Kendala pada Instalasi Pencampur Aspal (AMP).
2.      Kendala pada Unit Pemecah Batu (Stone Crusher).
3.      Kendala pada Peralatan Pengujian di Laboratorium.
4.      Kendala pada  alat pengambilan sampel di lapangan.


Kendala Pada Instalasi Pencampur Aspal (AMP)
Kendala pada Instalasi Pencampur Aspal (AMP), merupakan masalah terberat yang dihadapi oleh rekanan Penyedia Jasa (kontraktor). Sesuai dengan yang disyaratkan oleh Spesifikasi Umum 2010 Revisi 2 Divisi 6 hal 45 point (h) disebutkan: “Instalasi Pencampur Aspal (AMP), jika digunakan untuk pembuatan AC-Base, mempunyai pemasok dingin (cold bin) yang jumlahnya tidak kurang dari 5 (lima) buah, dan untuk jenis lain campuran beraspal minmal tersedia 4 (empat) pemasok dingin”.
Pihak Penyedia Jasa di Bali umumnya, dan khususnya Penyedia Jasa yang melaksanakan AC-Base ini tidak memiliki AMP dengan jumlah pemasok dingin (cold bin) seperti yang disyaratkan. Jumlah pemasok dingin mereka hanya 4 (empat) buah. AC-Base memerlukan 5 (lima) pemasuk dingin, karena ada 5 (lima) fraksi agregat yang diperlukan dalam campuran AC-Base, dengan ukuran butiran agregat terbesar adalah 37,5 mm. Pemasok dingin seperti terlihat pada Gambar 04.
Kelima fraksi yang ada dalam campuran AC-Base, yang ditampung dalam cold bin adalah:
1.      Fraksi abu batu
2.      Fraksi agregat ½-1 cm
3.      Fraksi agregat 1-2 cm
4.      Fraksi agregat 2-3 cm
5.      Fraksi agregat 3-4 cm

Selain itu, susunan hot screen untuk agregat yang telah dikeringkan dari unit pengering (dryer) harus juga ada 5 (lima) buah, diikuti jumlah hoper 5 buah, dan timbangan gantung agregat panas (weigh bin) juga harus berjumlah 5 buah. Jadi baik cold bin, hot bin, dan weigh bin harus berjumlah 5 buah untuk mengakomodasi 5 jenis fraksi agregat tadi.
Gambar 04 Cold Bin Penyedia Jasa 4 buah.
Sumber: Hasil Observasi 2014.

Bagi pihak Penyedia Jasa, menambah cold bin, hot bin dan weigh bin itu sama saja membeli AMP baru dan membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar 4 bulan untuk memedifikasi AMP. Selain membutuhkan biaya yang mahal untuk melengkapi AMP-nya, Penyedia Jasa juga memikirkan prospek investasi yang dikeluarkan untuk perbaikan AMP, terhadap kemungkinan munculnya item pekerjaan AC-Base pada tahun-tahun berikutnya. Pengalaman tahun lalu (2013), menunjukkan, setelah dimunculkan item pekerjaan Aspal Modifikasi, pihak Penyedia Jasa melakukan investasi menambah blending tank untuk aspal modifikasi. Tetapi, untuk tahun ini (2014) item Aspal Modifikasi tidak ada, ini berarti investasi pembuatan blending tank dari segi kajian ekonomi rugi.

Kendala Pada Unit Pemecah Batu (Stone Crusher)
Seperti disebut di atas, AC-Base terdiri dari 5 fraksi, dengan ukuran terbesar agregat (max size) adalah 37,5 mm, yang termasuk fraksi 3-4 cm. Sementara kondisi unit pemecah batu (stone crusher) yang ada di Bali hanya menghasilkan 4 fraksi, yaitu: fraksi abu batu, fraksi ½-1, frkasi 1-2, dan fraksi 2-3.
Apabila 4 fraksi dipertahankan sebagai agregat penyusun AC-Base, maka ukuran terbesar (max size) agregat tidak tercapai. Max size agregat tidak tercapai berimplikasi terhadap tidak tercapainya tegangan yang disyaratkan sebesar 1600 Mpa. AC-Base tidak mungkin  mencapai umur layanan selama 40 tahun, seperti yang diinstruksikan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga melalui SK Dirjen Tahun 2013 tentang umur layanan konstruksi jalan.
Perbaikan unit pemecah batu (stone crusher) bagi pihak Penyedia Jasa juga merupakan pengeluaran biaya ekstra. Penambahan jenis produksi fraksi, yaitu fraksi 3-4 cm, sampai pada masa mobiliasi berakhir belum juga terlaksana. Dengan demikian, campuran AC-Base tanpa fraksi 3-4. Ini merupakan potensi penyimpangan terhadap aturan kontrak.

Kendala Pada Peralatan Pengujian
Dalam pengendalian mutu pelaksanaan pekerjaan jalan, hal yang tidak dapat diabaikan adalah masalah pemeriksaan material penyusun campuran dan pengujian campuran, baik dalam pembuatan Design Mix Formula (DMF) maupun pengujian campuran yang sudah ditetapkan dalam Job Mix Formula (JMF). Untuk itu pentingnya peralatan laboratorium dimiliki dan dikalibrasi oleh Penyedia Jasa untuk akurasi hasil pemeriksaan atau pengujian.
Dalam proses pembuatan DMF AC-Base, peralatan laboratorium yang harus dimiliki Penyedia Jasa adalah:
1.      Mould ukuran 6”
2.      Alat Marshall Modified
3.      Alat penumbuk getar
4.      Alat cor dengan pisau bor berdiameter 6”

Apabila mould 6” tidak dimiliki, maka tidak dapat dibuatkan benda uji AC-Base dalam membuat DMF. Bila menggunakan mould 4” ini berarti keluar menyimpng dari persyaratan spesifikasi. Menurut Spesifikasi Umum 2010 Revisi 2, Divisi 6 hal 59 Tabel 6.3.7.(2) Pengendalian Mutu disebutkan:”Benda uji inti (core) berdiameter 4” untuk partikel maksimum 1” dan 6” untuk partikel ukuran di atas 1”, baik untuk pemeriksaan pemadatan maupun tebal lapisan”.
Alat Marshall Modified untuk menguji benda uji AC-Base juga harus dimiliki Penyedia Jasa. Alat Marshall yang umum dimiliki adalah alat Marshall standar dengan breaking head berbentuk lengkung berjari-jari dalam 2”. Sedangkan breaking head yang diperuntukkan AC-Base adalah yang berjari-jari dalam 3”. Apabila benda uji AC-Base dibuat dengan ukuran 4” dan diuji dengan Alat Marshall Standar, maka ini juga merupakan bentuk penyimpangan terhadap spesifikasi. Hasil yang sebenarnya, yang representatif terhadap nilai Marshall AC-Base tidak diketahui.
Campuran aspal panas yang dihampar dan sudah dilakukan pemadatan, harus dicore untuk dilakukan pengujian terhadap nilai density pemadatan dan kadar aspal yang dikandung campuran. Untuk AC-Base, hasil cor harus berdiameter 6”. Ini berarti alat core harus dilengkapi dengan pisau bor 6”.. Apabila dicore dengan pisau bor berdiameter standar 4”, maka ini berarti pengujian density tidak representatif untuk AC-Base.


SIMPULAN DAN SARAN
Dari beberapa analisis di atas dapat disimpulkan dan diberikan saran sebagai berikut:

1.      AC-Base yang dikerjakan dengan kondisi peralatan yang dimiliki sekarang, seperti AMP, Crusher, dan alat pemeriksaan/pengujian di laboratorium, maka ini tidak sesuai dengan dokumen kontrak.
2.      Pengendalian terhadap kualitas campuran AC-Base tidak dapat dilakukan secara optimal, karena tidak terpenuhi metode kerja seperti yang disyaratkan pada Spesifikasi Umum 2010 Revisi 2.
3.      Pihak Penyedia Jasa harus melakukan persiapan pada peralatannya baik peralatan untuk memproduksi maupun untuk melakukan pengujian terhadap AC-Base.
4.      Penyedia Jasa juga dapat mengutarakan keberatannya terhadap item pekerjaan yang akan dilaksanakan pada waktu aanwijzing.
5.      Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang menangani item pekerjaan ini dapat bersurat kepada Satuan Kerja (Satker) untuk dibicarakan di Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah (BPJN) VIII. Kemudian Balai dapat menerus ke Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) di Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Bina Marga (Dirjen BM). 1996. Petuntuk Pemeriksaan Peralatan Pencampur Aspal (Asphalt Mixing Plant). Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Direktorat Jenderal Bina Marga (Dirjen BM). 2010. Spesifikasi Umum 2010 Revisi 2. Jakarta: Kementrian Pekerjaan Umum.
Direktorat Jenderal Bina Marga (Dirjen BM). 2007a. Petuntuk Pemeriksaan Unit Pencampur Aspal (Asphalt Mixing Plant). Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Direktorat Jenderal Bina Marga (Dirjen BM). 2007b. Pemeriksaan Peralatan Pemecah Batu (Stone Crusher). Buku 3: Perawatan Peralatan. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Kusuma, D. 2014. Mengenal Konstruksi Lapisan Aspal. http://dwikusumadpu. wordpress.com/2014/02/09/mengenal-konstruksi-lapisan-aspal/. Diakses 4 Juni 2014.
SNI 03-1737-1989 tentang Tata Cara Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (Laston) untuk Jalan Raya.
SNI 06-2489-1991 tentang Metode Pengujian Campuran Aspal Dengan Alat Marshall.

Wordpress. 2012. Proses Pemecahan Batu dengan Stone Crusher. http://jualbatusplit.wordpress.com/author/jualbatusplit/page/3/. Diaskes 4 Juni 2014.