TRANSPORTASI KOTA DENPASAR
KOMPLEKSITAS MASALAH SOSIAL TRANSPORTASI AKIBAT DOMINASI SEPEDA MOTOR PADA KOMPOSISI LALU LINTAS CAMPURAN (MIXED TRAFFIC) PADA RUAS-RUAS JALAN
KOTA DENPASAR
Ida Bagus Wirahaji
Program Studi Teknik Sipil FT Unhi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemusatan penduduk yang terjadi di
daerah perkotaan menyebabkan lingkungan perkotaan mengalami tekanan yang
semakin besar untuk mendukung kebutuhan penduduk. Kebutuhan penduduk semestinya
dapat diimbangi dengan pembangunan kota. Namun, pembangunan kota di Indonesia umumnya
berkembang secara laissez-faire,
tanpa dilandasi perencanaan menyeluruh dan terpadu. Kota-kota di Indonesia
tidak dipersiapkan atau direncanakan untuk dapat menampung pertumbuhan penduduk
yang besar dalam waktu relatif pendek (Hadi, 2011). Pesatnya pertambahan jumlah
penduduk kota-kota besar, semakin meningkatkan masalah mobilitas perkotaan (urban mobility) dan berimplikasi terhadap pemanfaatan sumber daya kota
yang terbatas (limited urban resources).
Ketidak seimbangan antara infrastruktur publik yang tersedia dengan jumlah
penduduk yang membutuhkan menyebabkan terjadinya ketimpangan pelayanan kota (Hendratno,
2009).
Sumber daya di perkotaan yang cenderung
serba terbatas menyebabkan terjadinya perebutan pemanfaatannya. Kemacetan lalu
lintas merupakan contoh nyata perebutan pemanfaatan infrastruktur transportasi
perkotaan. Fenomena yang muncul akhir-akhir ini mengedepankan wajah
transportasi publik yang kurang memberikan kenyamanan, keamanan dan keterjangkauan
dan masih mengedepankan biaya sosial dan ekonomi yang tinggi. Hal ini berakibat
pada peminggiran masyarakat secara tidak langsung untuk melakukan mobilitasnya
(Aminah, 2011). Kemacetan yang sering terjadi pada ruas-ruas jalan perkotaan
memicu penduduk untuk menggunakan kendaraan roda dua (sepeda motor). Sepeda
motor memiliki keunggulan dengan dimensi yang lebih kecil, mudah digunakan
untuk menempuh jarak dekat, kemampuan bermanuver di sela-sela kemacetan, dan memberikan
efisiensi dalam biaya perjalanan.
Kota Denpasar sebagai ibukota Provinsi
Bali yang sedang berkembang dan mengalami pertumbuhan pesat. Menurut data BPS
Denpasar (2018) jumlah penduduk kota Denpasar sudah mencapai 914.300 jiwa. Pertumbuhan
penduduk sekitar 4% ini berdampak langsung pada kepemilikan kendaraan pribadi. Pertumbuhan
kendaraan pribadi di Denpasar tergolong tinggi dan tidak dapat diikuti dengan
penambahan ruas-ruas jalan. Ruas-ruas jalan di Kota Denpasar dipadati oleh
kendaraan pribadi, baik itu kendaraan roda empat (mobil) maupun kendaraan roda
dua (sepeda motor). BPS Kota Denpasar (2018) menyebutkan 87% rumah tangga
memiliki satu atau lebih sepeda motor, dan 32% rumah tangga memiliki satu atau
lebih mobil. Sedangkan, jumlah kendaraan umumnya hanya mencapai 2,1% dari total
jumlah kendaraan bermotor di Denpasar.
PEMBAHASAN
Permasalahan transportasi memiliki ciri dasar
secara umum, seperti terlihat pada Gambar 01. Permasalahan transportasi sangat
luas, melibatkan aspek yang cukup banyak dan beragam. Semua aspek harus bersinergi
dalam mewujudkan sistem transportasi yang sesuai dengan Keputusan Menteri
Perhubungan RI No. 49 Tahun 2005 tentang Sistem Transportasi Nasional
(Sistranas). Sasaran Sistranas adalah terwujudnya penyelenggaraan transportasi
yang efektif dan efisien, aksesibilitas tinggi, tarif terjangkau, tertib, aman,
serta polusi rendah.
Gambar 01 Ciri Permasalahan Transportasi
Sumber: Manheim (1979) dalamTamin (2008)
Masalah sosial transportasi Kota
Denpasar merupakan masalah yang kompleks. Gambar 02 memperlihatkan penyebab
terjadinya dominasi sepeda motor dan masalah sosial transportasi yang
ditimbulkannya.
Gambar 02 Diagram alur penyebab dominasi
sepeda motor dan masalah sosial
transportasi yang
ditimbulkannya
Sumber: Hasil Analisis (2018)
Karakteristik
Sepeda Motor
Sepeda motor adalah kendaraan beroda dua
yang ditenagai oleh sebuah mesin. Rodanya sebaris dan pada kecepatan tinggi
sepeda motor tetap tidak terbalik dan stabil disebabkan oleh gaya giroskopik.
Gaya giroskopik adalah gaya yang dihasilkan dari perputaran roda yang
memberikan efek kesimbangan atau
kestabilan pada saat berputar. Sepeda motor memiliki ciri-ciri sebagai
berikut: (1) fisik kendaraan beroda dua; (2) berkapasitas angkut dua orang; (3)
mempunyai tipe sport, bebek, dan skuter (Ramli, 2012).
Sepeda motor terdiri dari komponen utama
sehingga kendaraan tersebut dapat berfungsi sewajarnya dalam berlalu lintas. Menurut
Suraji dkk (2010), komponen utama yang terkait langsung dengan operaional lalu lintas
dan keselamatan diantaranya meliputi ban, rem, lampu, spion, kondisi sasis
kendaraan, dan kemampuan mesin. Selain itu, hal yang tidak secara langsung
terkait dengan kendaraan namun ada hubungannya dengan keselamatan pegendara
adalah seperti perlengkapan helm, jaket, kaos tangan, sepatu dan sejenisnya.
Di daerah perkotaan dengan ciri
perjalanan jarak pendek (<50 km), sepeda motor merupakan moda transportasi
yang memiliki banyak keunggulan. Menurut Ramli, dkk (2012) keunggulan sepeda
motor antara lain: (1) lebih fleksibel terhadap rute daripada angkutan umum,
lebih fleksibel daripada mobil karena dapat melewati jalan-jalan yang sempit
yang tidak dapat dilalui oleh mobil bahkan banyak ruas-ruas jalan yang searah
untuk mobil namun tidak bagi sepeda motor; (2) wakti tempuh rata-rata pada
daerah yang sering macet lebih singkat daripada memakai angkutan umum, bahkan
dengan mobil sekalipun; (3) biaya operasional lebih kecil; (4) cara kepemilikan
kendaraan sepeda motor mudah.
Sepeda Motor
Menyumbang Kemacetan
Menurut Sjafruddin (2013), permasalahannya
kemacetan adalah bagaimana mengendalikan ketergantungan pada kendaraan pribadi
dan pengendalian kebutuhan. Hal ini memerlukan perubahan sikap dan persepsi
masyarakat. Peningkatan kebutuhan tidak sepenuhnya harus diikuti oleh
penyediaan, melainkan perlu dicari keseimbangan yang hamonis antara kebutuhan
dan penyediaan. Sesuai prinsip dasar bahwa transportasi adalah kebutuhan ikutan
(derived demand), maka yang penting
orang, hewan dan barang, bukan kendaraan yang berpindah dengan kualitas
pelayanan yang memadai.
Sementara itu, konsep lalu lintas dan
turunannya yang berasal dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat,
Inggris dan Australia, saat ini masih digunakan di negara berkembang termasuk
Indonesia (Minh, et.al,
2005).
Konsep tersebut didasarkan atas kondisi arus lalu lintas yang homogen dan
didominasi oleh kendaraan ringan (light
vehicle). Oleh karena itu model kinerja ruas jalan yang digunakan saat ini
di Indonesia belum merepresentasikan kondisi riil lalu lintas campuran (mixed traffic). Hal ini dapat dilihat
dari panduan evaluasi kinerja ruas jalan berdasarkan Manual Kapasitas Jalan
Indonesia (MKJI) tahun 1997 (DPU, 1997), masih menggunakan kendaraan ringan sebagai
acuan. MKJI 1997 yang masih berorientasi pada kendaraan ringan, menetapkan nilai ekivalen mobil penunpang
(emp) sebesar 1, nilai emp kendaraan berat (HV) sebesar 1,2 – 1,3, dan nilai
emp sepeda motor (MC) sebesar 0,25 – 0,40, tergantung pada tipe jalan dan besar
arus lalu lintas. Nilai-nilai emp ini sudah tidak relevan lagi, karena tidak
sesuai dengan kondisi lalu lintas campuran (mixed
traffic) perkotaan di Indonesia. Komposisi moda transportasi perkotaan di
Indonesia, termasuk Denpasar didominasi oleh moda sepeda motor. BPS Kota
Denpasar (2018), menyebutkan bahwa lebih kurang 85% moda transportasi di Kota
Denpasar adalah sepeda motor.
Menurut BPS Kota Denpasar (2018)
kepemilikan sepeda motor masyarakat Denpasar sebesar 1.068.191 kendaraan. Sedangkan
jumlah penduduk 914.300 jiwa. Perbandingan jumlah penduduk dengan jumlah sepeda
motor adalah 1:1,2, artinya setiap orang memiliki satu atau lebih sepeda motor.
Sementara kalau dibandingkan dengan pertumbuhan panjang dan ruas jalan sebesar
1%, terlihat fenomena yang tidak seimbang. Hal ini terlihat pada menumpuknya
sepeda motor yang memenuhi ruas-ruas jalan sehingga menimbulkan kemacetan,
kerawanan, dan kesemrawutan wajah kota.
Kegemaran warga kota menggunakan sepeda
motor sudah mengakar, terlebih dengan diluncurkannya ojek online yang semakin favorit bagi masyarakat. Oleh karenanya, masyarakat
menjadi semakin sulit untuk dialihkan minatnya menggunakan angkutan umum,
termasuk angkutan umum berbasis massal Trans Sarbagita. Trans Sarbagita
diharapkan pemerintah menjadi pionir dalam mengatasi permasalahan lalu lintas
di Bali Selatan. Tetapi rupanya tidak mudah mengubah presepsi masyarakat
menjadi sadar menggunakan angkutan umum berbasis massal. Disamping Trans
Sarbagita sendiri belum siap menggantikan keunggulan pelayanan kendaraan
pribadi.
Trans Sarbagita yang mulai diluncurkan
Agustus 2011 sampai sekarang masih sepi peminat. Bahkan, angkutan pengumpannya
(feeder) Kota Denpasar dicabut
anggarannya akhir tahun 2015. Dinas Perhubungan Kota Denpasar tidak lagi
menganggarkan dana untuk operasional armada trayek pengumpan yang telah
membebani APBD Denpasar. Selain itu, Kondisi ruas jalan Denpasar juga tidak
memungkinkan disediakannya busway,
lintasan khusus untuk armada Trans Sarbagita. Denpasar dan kota kabupaten Bali
Selatan lainnya, hanya mampu memberikan bus
priority, armada bus diprioritas daripada kendaran lainnya dalam kondisi
lalu lintas campuran (mixed traffic).
Akibatnya, bus Trans Sarbagita oleh masyarakat malah dirasakan sebagai penyebab
kemacetan. Tanpa dukungan armada trayek pengumpannya (feeder), dan lintasan khususnya (busway), nasib Trans Sarbagita semakin memprihatinkan.
Menurut Prabnasak et.al (2011), selain
mengurangi minat masyarakat menggunakan angkutan umum, sepeda motor juga
mengurangi minat masyarakat menggunakan moda trasnportasi berkelanjutan lainnya
seperti naik sepeda atau berjalan kaki (pedestrian). Pendapat ini memang benar,
dari perilaku masyarakat Denpasar lebih suka memakai sepeda motor untuk jarak
dekat, misal menghadiri acara adat di
banjar, bergotong royong di kuburan, pergi ke tetangga yang punya acara adat,
dan sebagainya.
Selain jumlahnya yang banyak dan
mendominasi, pengendara sepeda motor berperilaku aggresive driving, yaitu perilaku sosial yang mengganggu keamanan
publik, seperti sikap tidak mau mengalah, melanggar lajur terutama dalam
kondisi macet, membunyikan klakson, dan sebagainya. Self control, yaitu kemampuan untuk membimbing, memilih, mengatur,
dan mengarahkan tingkah laku sendiri dari pengendara sepeda motor menurun saat
menghadapi kemacetan. Kemacetan dapat menimbulkan emosi (marah), sehingga
pengendara sepeda motor membenarkan perilakunya (Luthfie, 2014). Hal ini membuat
kendaraan roda empat (mobil) harus menahan lajunya demi menunggu selesainya pergerakan
sepeda motor terutama pada kondisi crossing
conflick.
Salah satu jalan keluar dari masalah
kemacetan adalah diadakannya lajur khusus kendaraan roda dua terpisah dari
kendaraan roda empat, sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009. Lajur
khusus untuk kendaraan roda dua di Kota Denpasar, dapat dilihat pada Jl. WR
Supratman, Jl. Soedirman, Jl. Cok Tresna, Jl. Hang Tuah, dan Jl. Raya Puputan.
Tujuan diberlakukannya jalur khusus ini untuk menertibkan dan menekan pengaruh
buruk dominasi sepeda motor. Namun solusinya inipun tidak banyak memberi
manfaat. Pengendara sepeda motor masih bebas memilih lajur, demikian juga
pengemudi kendaraan roda empat (mobil) mengabaikan dan menggunakan lajur khusus
ini. Selain itu, jalur khusus ini digunakan sebagai tempat parkir mobil pada
berbagai pusat kegiatan, seperti sekolah di Jl Sudirman, rumah-rumah makan di
Jl. Cok Tresna, tempat ibadah di Jl. WR Supratman dan sebagainya.
Ada sebelas ruas jalan yang menjadi
langganan macet tiap hari di Kota Denpasar. Dari ruas jalan itu, yang paling
parah adalah kemacetan di ruas jalan Imam Bonjol, Gatot Subroto, Diponogoro dan
Ahmad Yani. Kemacetan dapat berdampak jamak. Menurut Suweda (2008), akibat dari
kemacetan yang ditanggung oleh masyarakat antara lain: kerugian waktu;
pemborosan energi; keausan kendaraan lebih cepat; polusi udara; stress pengguna
jalan; mengganggu kelancaran kendaraan darurat seperti mobil polisi, ambulan,
dan mobil pemadam kebakaran.
Sepeda Motor
Menyumbang Kecelakaan
Menurut Menteri Perhubungan, kecelakaan
lalu lintas merupakan penyebab kematian terbanyak kedua setelah stroke.
Sementara di Indonesia, kecelakaan lalu lintas di Indonesia 72% melibatkan
sepeda motor. Dari angka ini mayoritas yaitu 80% adalah kelompok usia remaja
(anak SMP dan SMA) (Republika, 2018).
Sepeda motor merupakan moda transportasi
yang paling minim proteksi terhadap pemakainya. Pada tipe lalu lintas campuran
(mixed traffic), fatalitas korban
kecelakaan pengguna sepeda motor lebih parah daripada pengguna kendaraan roda
empat (mobil). Kondisi ini, diperparah lagi oleh perilaku para pengendara
sepeda motor, seperti tidak sabar, tidak mau mengalah, berkecepatan tinggi,
melanggar rambu lalu lintas dan lain sebagainya termasuk dalam aggresive driving, yang merupakan
disfungsi dari perilaku sosial yang berpotensi menyebabkan terjadinya
kecelakaan. Demikian juga kondisi fisik dan mental pengendara seperti dalam
keadaan mengantuk atau setengah mabuk mengganggu konsentrasinya juga menjadi
penyebab terjadinya kecelakaan.
Meningkatnya jumlah pengguna sepeda
motor diiringi dengan meningkatnya kecelakaan yang melibatkan sepeda motor. Menurut
BPS Kota Denpasar (2018), 90% kendaraan yang berlalu lalang di Denpasar
didominasi oleh kendaraan pribadi baik sepeda motor maupun mobil. Pertumbuhan
kepemilikan kendaraan bermotor di Denpasar sebanyak 12% per tahun, sedangkan
pertambahan ruas serta peningkatan konstruksi jalan tidak lebih dari 1% per
tahun.
Banyaknya korban dan kerugian yang
ditimbulkan, baik akibat hilangnya nyawa, maupun biaya yang diperlukan untuk
pengobatan dan rebilitasi penderita, maka kecelakaan lalu lintas termasuk dalam
masalah kesehatan masyarakat dan memerlukan perhatian serius dari semua pihak
yang terkait (Marsaid dkk, 2013). Dari data Dinas Perhubungan (Dishub) Denpasar
menyebutkan bahwa setiap hari terjasi 1 sampai 2 kecelakaan lalu lintas di
kawasan kota Denpasar, atau total ada 475 kecelakaan lalu lintas per tahun.
Operasi keselamatan agung (OKA) yang digelar Polresta Denpasar pada Maret 2018,
setelah dicermati penyebab kecelakaan yang melibatkan sepeda motor antara lain
karena melawan arus, menggunakan HP, berboncengan lebih dari satu, pengendara
belum cukup umur, melebihi batas kecepatan, dan berkendara saat mabuk
(BaliPost, 2018).
Sepeda Motor
Mengakibatkan Pencemaran Lingkungan
Pencemaran lingkungan sebagaimana yang
dimaksud UU No. 32/2009, adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat,
energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia
sehingga melampui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Pencemaran
lingkungan akibat penggunaan sepeda motor berupa emisi gas buang, yaitu gas
sisa pembakaran bahan bakar dalam silinder baik yang terbakar secara sempurna
ataupun tidak.
Menurut Purnawati, dkk (2013), Kota
Denpasar telah mengalami penurunan kualitas udara. Hal ini antara lain
disebabkan oleh kegiatan transportasi dan industri, seperti industri pembangkit
listrik, kimia, bahan bangunan umum, kerajinan dan logam. Namun pencemaran
udara yang ditimbulkan dari sumber industri tidaklah signifikan. Penyebab utama
pencemaran udara di Kota Denpasar adalah kegiatan transportasi.
Transportasi sebagai sektor penyumbang
terbesar pencemaran lingkungan. Di satu sisi perinjinan pabrik industri sangat
ketat, tidak boleh di dalam kota, juga tidak diijinkan di kawasan permukiman
terutama padat penduduk. Sementara, moda transportasi malah mengeluarkan emisi
gas buang di tengah-tengah kota, di tengah-tengah kawasan permukiman.
Dari beberapa komponen udara, maka yang
paling banyak berpengaruh dalam pencemaran udara adalah komponen-komponen
sebagai berikut: korbon monoksida (CO); nitrogen oksida (NOX);
sulfur oksida (SOX); Hidrokarbon (HC); partikel lainnya (Rizal,
2017). Dari beberapa jenis polutan ini, karbon monoksida (CO) merupakan polutan
yang banyak dihasilkan oleh kendaraan bermotor (Sengkey dkk, 2011).
Sepeda motor sebagai moda transportasi
terbanyak memberi andil yang paling dominan dalam menyumbang emisi gas buang
kendaraan. Menurut Manobu (2011), kuantitas emisi polusi udara sepeda motor
sebesar 109 g CO2/km, sedangkan mobil menghasilkan emisi polusi
sebesar 290 g CO2/km. Akan tetapi, dengan jumlah sepeda motor jauh
melampui mobil, sehingga sepeda motor mendominasi pencemaran lingkungan di Kota
Denpasar. Faktor lain yang mempengaruhi kuantitas emisi gas buang antara lain:
jenis kendaraan; jenis dan bahan bakar yang digunakan; usia dan kualitas
perawatan kendaraan; kecepatan kendaraan dan fluktuasi kecepatan; geometrik
jalan; dan temperatur mesin.
Pengaruh gas buang tersebut terhadap
kesehatan antara lain (Sugiarta, 2008; Widyatmoko, 2013): SO2
merusak organ paru-paru; NOX menimbulkan iritasi paru-paru, mata dan
hidung; CO mengakibatkan pusing, pingsan, janin mengecil, merusak otak dan
bahkan kematian pada janin; Pb (Timbal) secara komulatif dapat merusak organ
ginjal, hati, jantung, dan sistem sayaraf; Debu yang terakumulasi dalam
pernafasan menyebabkan ISPA (Insfeksi Saluran Pernafasan Atas). Gas buang
kendaraan juga dapat mengakibatkan peningkatan konsentrasi timah dalam darah
yang menyebabkan penurunan kemampuan absorpsi oksigen (Rizal, 2017).
Sepeda Motor
Menjadi Sarana dan Target Kriminalitas.
Seperti disebutkan di atas, moda
transportasi sepeda motor adalah minim proteksi terhadap pemakainya. Berkendara
menggunakan sepeda motor lebih banyak resikonya, selain kecelakaan juga terbuka
untuk dijambret. Pelaku umumnya menggunakan sepeda motor sebagai sarana
operasinya. Sepeda motor sangat lincah dalam bermanuver, dapat memasuki gang
atau lorong sempit, dalam sekejap dapat menghilang dari pandangan mata korban.
Sepeda motor sangat efektif digunakan pelaku dalam menjalankan operasinya.
Sepeda motor itu sendiri manjadi target
pencurian. Sepeda motor relatif mudah dicuri daripada moda transportasi lainnya.
Selama bulan Maret 2018 saja misalnya, Satreskrim Polresta Denpasar berhasil
menangkap 12 pelaku curanmor yang beraksi di 24 TKP. Barang bukti yang disita
dari pelaku yakni 18 unit motor, dengan rincian 17 sepeda motor, satu buah
mobil. Para pelaku menggunakan sepeda motor dalam melakukan aksinya.
Sepeda motor juga menjadi sarana
berkumpulnya anak-anak muda dan mereka membentuk geng-geng motor. Umumnya kalau
dilihat dari sejarahnya, awalnya geng motor hanya kumpulan remaja yang hobi
ngebut. Mereka melakukan balapan motor alias trek-trekan di jalanan umum. Jalan
Mahendradatta dikenal sebagai ruas jalan yang sering digunakan untuk balapan
liar. Tidak hanya melakukan balapan liar, kelompok geng motor juga sering
meresahkan warga sekitar dengan memalak menggunakan senjata tajam (Bali
Tribune, 2017b). Menyikapi fenomena geng motor yang makin beringas dan
meresahkan masyarakat, Polresta Denpasar membentuk tim khusus yang diberi nama
Alap-Alap. Tim khusus Alap-alap memiliki kehalian khusus, yakni menangkap
orangyang melakukan kerusuhan dan membubarkan geng motor.
Diakui kejadian kriminalitas yang
melibatkan sepeda motor di wilayah hukum Polsek Denpasar Barat jauh lebih
tinggi, dikarenakan tingkat kesejahteraan yang beragam serta luas wilayahnya
yang juga mencakup Denpasar Utara. Sehingga wilayah hukum Polsek Denpasar Barat
nantinya akan dikembangkan. Polsek Denpasar Barat sekarang, nantinya akan
menjadi Polsek Denpasar Utara, sedangkan Polsek Denpasar Barat akan berlokasi
di dekat Lapas Kerobokan (Bali Tribun, 2017a)
Mengingat makin maraknya tindak
kriminalitas terhadap pemakai sepeda motor, dan berdasarkan hasil evaluasi
kasus-kasus kejahatan sebelumnya, maka kepolisan menghimbau beberapa hal, yaitu
agar tidak menggunakan perhiasan yang mencolok; sedapat mungkin menghindari
berkendara pada ruas yang sepi; tidak menggunakan telephon genggam saat
berkendara; hindari berkendara seorang diri; tidak menyimpan barang berharga
dalam tas, mengingat tas sering menjadi target; dan tidak mudah percaya kepada
orang yang tidak dikenal.
Pro-Kontra
Sepeda Motor Sebagai Angkutan Umum
Perkembangan teknologi
telah menciptakan berbagai inovasi, seperti transportasi berbasis online, dimana tercipta sebuah perangkat
lunak yang mampu memanggil moda transportasi umum kemanapun dibutuhkan dan
mampu mengantarkan konsumen ke tempat tujuan dengan harga yang sangat
terjangkau. Seperti misalnya GO-JEK, Grab, Uber dan sejenisnya. Kehadiran moda
transportasi umum ini menimbulkan permasalah baru. Selain menimbulkan masalah
dalam hal regulasi juga menimbulkan sengketa di lapangan dengan ojek pangkalan,
dan bahkan berbuntut aksi kekerasan.
Kementerian Perhubungan
(Kemenhub) sebelumnya menegaskan sepeda motor sebagai moda pengangkut penumpang
melalui panggilan, tidak masuk dalam kategori angkutan umum. Hal tersebut
merujuk pada Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan. Kendaraan bermotor berplat hitam, apapun bentuknya seharusnya tidak
diperuntukkan sebagai moda transportasi umum. Pengamat transportasi Djoko
Setijowarno (dalam Putro, 2015), menyatakan ojek tidak termasuk ke dalam
angkutan umum di dalam Undang-Undang. Sepeda motor itu untuk angkutan
lingkungan, bukan angkutan perkotaan di jalan-jalan utama.
Fenomena penggunaan sepeda
motor untuk mengangkut masyarakat yang memesan dengan aplikasi teknologi
tertentu tidak bisa dibendung oleh Kemenhub. Pelarangan terhadap ojek online, semesti juga diikuti dengan
pelarangan terhadap ojek pangkalan, karena sama-sama mengguna sepeda motor.
Dan, kalau benar-benar dilarang, dapat dibanyangkan akan menambah penggaguran,
sebab ratusan ribu pengemudi ojek online
akan kehilangan pekerjaan. Di samping itu harus diakui masyarakat banyak
dipermudah dengan kehadiran ojek online
ini. Membeli makanan, mengirim barang dengan cepat, memesan layan kecantikan,
pijat dan bersih-bersihpun bisa langsung dari smartphone.
Simpulan
Dominasi sepeda motor di Kota Denpasar
merupakan dampak dari tekanan yang dialami lingkungan perkotaan untuk mendukung
kebutuhan penduduk dalam memenuhi mobilitasnya. Dominasi sepeda motor pada
komposisi lalu lintas campuran menimbulkan masalah sosial transportasi, antara
lain:
1.
Sepeda
motor menyumbang kemacetan terbesar. Kemudahan dalam kepemilikan sepeda motor,
serta keunggulan layanan yang diberikannya, menyebabkan minat masyarakat
semakin sulit dialihkan ke angkutan umum termasuk angkutan berbasis massal
Trans Sabrgita. Solusi lajur khusus kendaraan roda dua untuk menertibkan lalu
lintas, tidak memberi manfaat berarti.
2.
Sepeda
motor minim proteksi menyumbang kecelakaan terbesar. Dalam komposisi lalu
lintas campuran (mixed traffic),
sepeda motor rentan mengalami kecelakaan. Tingginya keterlibatan dan fatalitas
pengguna sepeda motor dalam kecelakaan amat tergantung pada faktor kondisi
fisik dan mental pengendara (human error) sepeda motor.
3.
Sepeda
motor menyumbang pencemaran lingkungan. Denpasar didominasi oleh kendaraan
sepeda motor. Dengan sendirinya sepeda motor sebagai penyebab utama pencemaran
lingkungan.
4.
Sepeda
motor digunakan sebagai sarana dan target kriminalitas. Pengendara sepeda
motor, teritama wanita sering jadi korban penjambretan. Pelaku menggunakan
sepeda motor dalam aksinya. Sepeda motor juga dipakai sebagai sarana
perkumpulan geng motor yang meresahkan masyarakat.
5.
Perebutan
lahan antara ojek online dengan ojek
pangkalan, yang keberandaannya tidak sesuai dengan undang-undang. Kendaraan
plat hitam, apapun jenisnya tidak dapat digunakan sebagai angkutan umum.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah,
S. 2011. Transportasi Publik dan
Aksesibilitas Masyarakat Perkotaan. Surabaya: FISIP Universitas Airlangga.
Badan
Pusat Statistik (BPS) Kota Denpasar 2018 Denpasar
Dalam Angka.
BaliPost.
2018. Operasi Keselamatan Agung.
http://www.balipost.com/tag/operasi-keselamatan-agung-2018.
Bali
Tribune. 2017a. Denbar Tangkapan Terbanyak
Operasai Sikat Agung. http://balitribune.co.id/content/denbar-tangkapan-terbanyak-operasi-sikat-agung.
Bali
Tribune. 2017b. Aksi Geng Motor di
denpasar Makin Brutal, Polresta Langsung Maping Kerahkan Tim Alap-alap.
http://balitribune.co.id/content/aksi-geng-motor-di
denpasar-makin-brutal-
Dirjen
Bina Marga (BM). 1997. Manual Kapasitas
Jalan Indonesia (MKJI) 1997. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Hendratno,
E.T. 2009. Masalah Transportasi Kota
Dilihat Dengan Pendekatan Hukum, Sosial, dan Budaya. Jurnal Mimbar Hukum,
Vol. 21, No, 3 Oktober 2009). Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Hadi,
Djajusman. 2011. Integritas Pertimbangan
Lingkungan dalam Membangun Kembali Malang Raya Menuju Kota Pariwisata.
Jurnal FIS edisi Agustus 2011. Malang: Universitas Brawijaya.
Keputusan
Menteri (KM) Perhubungan RI N0. 49 Tahun 2005 tentang Sistem Transportasi Nasional.
Luthfie,
A. 2014. Pengaruh Self-Control dan Moral
Disengagement Terhadap Aggresive Driving Pada Pengemudi Sepeda Motor.
Jakarta: Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatulah.
Marsaid,
H. Hidayat, dan Ahsan. 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Lalu
Lintas Pada Pengendara Sepeda Motor Di Wilayah
Polres Kabupaten Malang. Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol. 1, No, 2, Npember
2013. Malang: Fakultas Kedokteran unibersitas Brawijaya.
Minh,
C.C., Sano, K., Matsumoto, S. 2005. Modelling
of Congestion: A Tool for Urban Traffic management in developing countries.
European Transport/Transporty Europei No. 27, pp45-56.
Putro,
Gentur. 2015. Kemenhub: Sepeda Motor
Bukan Angkutan Umum.
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150623134718-92-61833.
Prabnasak,
J., Taylor, M.A.P., Yue, W.L. (2011). An
Investigation of Vehicle Ownership and the Effect of Income and Vehicle
Expenses in Mid-Sized City of Thailand, Journal of the Eastern Asia Society
for Transportation Studies, Vol. 9, 437-451.
Purnawati,
IF dkk (2013). Pencemaran Udara dan Upaya
Pengendaliannya di Kota Denpasar Bali. Surabaya: Program Magister Teknik
Lingklungan, ITS.
Ramli,
M.I, Arifin Asri, dan Reza Prasetyo. 2012. Studi
Karakteristik Operasional Penggunaan Sepeda Motor di Kota Makassar.
Makassar: Univ Hasanuddin.
Republika.
2018. 72 Persen Kecelakaan di Indonesia
Melibatkan Sepeda Motor.
https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/18/09/19/pfb1y6349.
Rizal,
M.C. 2017. Pengaruh Rencana Pembangunan
Transportasi Massal Terhadap Emisi Gas Buang Karbon Monoksida di Surabaya.
Jurnal Agregat, Vol. 2, No. 1 Mei. 2017. Surabaya: Politeknik Negeri Perkapalan
Surabaya.
Suraji,
Aji., Ngudi Tjahjono., Priyo Tri Widodo. 2010. Analisis Faktor Kendaraan sepeda Motor Terhadap Risiko Kecelakaan Lalu
Lintas. Simposium XIII FXTPT Semarang 8-9 Oktober 2010. Semarang:
Universitas Katholik Soegijapranata.
Sengkey,
S.L., Jansen, F., Wallah, S. 2011. Tingkat
Pencemaran Udara CO Akibat Lalu Lintas Dengan Model Prediksi Polusi Udara Skala
Mikro. Jurnal Ilmiah Mesia Engineering, Vol.1, No.2, Juli 2011, Hal
119-126.
Sjafruddin,
A. 2013. Pembangunan Infrastruktur
Transportasi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Ilmu
Pengetahuan. Makalah. Bandung: ITB
Sugiarta,
AAG. 2008. Dampak Kebisingan dan Kualitas
Udara Pada Lingkungan Kota Denpasar. Jurnal Bumi Lestari Vo. 8 No. 2
Agustus 2008. Hlm 162-167.
Suweda,
IW. 2008. Manajemen Lalu Lintas. Denpasar:
Pascasarjana Teknik Sipil, Unud.
Tamin,
Ofyar Z. 2008. Perencanaan, Pemodelan,
Rekayasa Transportasi-Teori, Contoh Soal, dan Aplikasi. Bandung: ITB.
Undang-Undang
Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Widyatmoko, H. 2013. Emission of NOx and Particles PM10
from Haigway. Procceding ISEE 2013. ISBN 978-602-95595-6-9.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar