KUNJARAKARNA
Pangarang Mpu Dusun, masa
penulisan zaman Singhasari. Naskah beraliran Buddha. Cerita naskah ini
digambarkan pada relief Candi Jago, Malang. Candi Jago adalah kuil agama Buddha
yang dipersembahkan bagi Raja Wisnuwardhana (1248-1268) ayah Kertanagara. Penggambaran
cerita pada relief candi memberi kesan bahwa tema kelepasan erat hubungannya
dengan keselamatan jiwa tokoh yang telah meninggal.
Kelima Tataghata dalam agama
Buddha disamakan dengan kelima manifestasi Siwa atau dewa-dewa Pancakusika dalam
agama Hindu. Wairocana dan Siwa dinyatakan sama-sama ‘guru semesta’ (Wairocana buddhamurti siwamurti pinaka guru
ning jagad kabeh).
Naskah ini diteliti oleh Dr.
JLA Brandes dilanjutkan oleh Dr. Slamet Muljana. Kakawin Kunjarakarna disebut juga kakawin Sugataparwawarnnana.
Ringkasan Cerita:
Raksana Kunjarakarna melakukan yoga dalam gua Gunung Meru bertujuan
untuk membebaskan dirinya dari rupa raksasa. Kemudian ia menghadap Buddha
memohon diajarkan tentang hukum karma. Buddha menyuruhnya ke neraka untuk
melihat para pendosa yang siksa di Yamaloka. Ia melihat tempayan yang besar,
dipersiapkan untuk roh yang akan direbus selama 100.000 tahun. Ia juga terkejut
melihat gurunya yang sangat dihormati Purnawijaya minta tolong padanya. Ia
mengajak gurunya menghadap Buddha. Setelah diberi pengajaran oleh Buddha dengan
panjang lebar, Purnawijaya minta dibebaskan dari neraka. Buddha menjawab bahwa
hal itu tidak mungkin. Purnawijaya harus mati dan masuk neraka. Akan tetapi,
berkat pengajaran yang telah diterimanya, penderitaannya dikurangi hingga 9
hari. Setelah selesai masa hukumannya, Purnawijaya bersama isterinya menghadap
Buddha, memohon pengajaran selanjutnya. Setelah itu, Purnawijaya bersama istri
pergi ke Gunung Semeru. Di sana kedua pasangan ini mendapatkan kelepasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar