KITAB NAGARA KERTAGAMA
Pengarang Mpu Prapanca, dibuat pada tahun 1365 zaman
Majapahit.. Naskah dalam bentuk kakawin, dapat digunakan sebagai sumber sejarah
dan sajak seni. Naskah Nagarakretagama pertamakali ditemukan di Puri
Cakranagara di Pulau Lombok pada tahun 1894. Naskah-naskah yang sejenis
ditemukan di Bali lebih dikenal dengan nama Desawarnana.
Prapanca menekankan bahwa
karyanya dimaksudkan sebagai sajak pujian terhadap Raja Hayam Wuruk dan
menyajikan laporan pandangan mata mengenai perjalanan menjelajahi wilayahnya
kekuasaannya. Kitab ini juga memuat kidung Pararaton,
yang menjadi penanda bahwa naskah ini ditulis belakangan dari naskah Pararaton.
Dalam tulisannya disebutkan nama anggota keluarga, kondisi ibu kota, daerah
bawahan, dan laporan perjalanan keliling
raja yang menyita sebagian besar teks. Penobatan Kertanagara sebagai Jina juga disebutkan dalam kitab ini,
dengan nama Jnanabjreswara.
Perjalanan keliling telah
dilakukan raja Hayam Wuruk sebanyak 6 (enam) kali, yaitu tahun 1353 sampai di
Pajang; 1354 sampai di Lasem; 1357 di Lodaya; 1359 di Lumajang; 1360 di tirib
dan Sompur; 1361 di Blitar; dan tahun 1363 sampai di Simping. Sayang tidak
semua perjalanan keliling itu dicatat, sehingga tidak diketahui apakah pola
perjalanan tersebut sama, bila ditinjau dari aspek keagamaan, aspek ekonomi,
dan aspek politik.
Dari aspek keagamaan dapat
diketahui bahwa sang raja gemar mengunjungi tempat-tempat suci, melakukan
pemujaan di candi-candi pedharman nenek moyangnya. Dari aspek ekonomi tercermin
bahwa sang raja sering memberikan bermacam hadiah kepada pejabat setempat.
Sebaliknya, pejabat setempat menyerahkan barang-barang produksi pertanian. Dari
aspek politik perjalanan sang raja dapat dilihat dari tokoh-tokoh yang
menyambut kedatangannya.
Maksud sesungguh nya dari
perjalanan sang raja tidak disebutkan dalam kitab ini, akan tetapi mengingat
komposisi rombongan yang dilibatkan, cukup alasan untuk menduga adanya tujuan
politik di balik perjalanan ini. Mungkin hendak mengontrol tingkat kesetiaan
para penguasa daerah dan sekaligus memperlihatkan kekuatannya. Kendaraan (wahana) yang dinaiki dalam perjalanan
keliling tersebut adalah kuda, selain pedati. Raja berada di depan diikuti para
selir yang naik pedati.
Ada 3 golongan terbawah
masyarakat yang tidak termasuk warna,
yaitu:
- Candala, golongan ini tidak diizinkan tinggal bersama golongan arya,
kampung mereka di luar batas kota.
- Mleccha, golongan di luar arya tanpa pandang bahasa dan warna kulit.
Mereka ini para pedagang-pedagang asing yang tinggal di pesisir.
- Tuccha (= kosong), golongan orang-orang haram, yang dianggap tidak
berguna, bahkan merugikan masyarakat. Perbuatannya termasuk tetayi, yaitu membakar rumah, meracuni
sesama, menenung, mengamuk, memfitnah, dan merusak kehormatan perempuan.
Kakawin nagara Kertagama
terdiri dari 98 pupuh, yang masing-masing diuraikan sebagai berikut:
- Pupuh 1, Prapanca memuji
keagungan Raja Sri Rajasanagara, sebagai titsan Siwa-Buddha.
- Pupuh 2-6, mengisahkan
hubungan kekerabatan bagianda raja, memuji rajapatni Gayatri, putri bungsu
Kertanagara raja Singhasari terakhir.
- Pupuh 3, menguraikan orang
tua baginda, Tribhuwana Tunggadewi yang secara resmi menjadi rani kahuripan.
- Pupuh 4-6, memuji bibi
baginda Bhre Daha DyahWyat Rajadewi, yang kawin dengan Sri Wijayarajasa dari
Wengker.
- Pupuh 7, mulai memuji
kebesaran raja Hayam Wuruk, sebagai titisan berbagai dewa.
- Pupuh 8-12, menguraikan
seluk beluk istana Majapahit, keindahan, sampai punggawa dan pegawai kerajaan.
- Pupuh 12-13, menyinggung
luasnya wilayah kekuasaan Majapahit. Para pendeta Siwa diizinkan berkunjung
kemana saja, sedangkan pendeta Buddha hanya diizinkan berkunjung ke arah timur
Jawa.
- Pupuh 17-62, menguraikan
perjalanan keliling rombongan raja Hayam Wuruk, dari Majapahit ke Lumajang.
Pupuh ini merupakan inti dari kitab ini.
- Pupuh 63-67 menguraikan
upacara sraddha untuk memperingati 12 tahun mangkatnya rajapatni Gayatri,
penerus langsung dari keluarga-keluarga dinasti Majapahit. Upacara selama 7
hari siang dan malam disertai pesta makan, minum dan bermacam-macam permainan.
Ritual Sraddha dilaksanakan di istana pada tahun 1362.
- Pupuh 68-69, menguraikan
secara singkat pembagian kerajaan Erlangga menjadi Janggala dan Panjalu untuk
kedua puteranya. Mpu Bharada ditugaskan membagi kerajaan tersebut dengan
menuangkan air kendi di udara membuat batas-batas kerajaan. Sampai di desa
Palungan, jubah Mpu tersangkut di pohon Asam, kendi jatuh di desa Palungan. Mpu
Bharada terbang lagi sambil mengutuk pohon asam supaya tetap pendek. Sekarang
tempat tersebut bernama Kamal Pandak (asam cebol).
- Pupuh 70-73, menguraikan
kedatangan Hayam Wuruk dari Simping dan mendengar kabar patih Gajah Mada sakit
keras, akhirnya meninggal. Kemudian diadakan rapat untuk mencari penggatinya,
tetpai tidak berhasil. Raja memutuskan patih Gajah Mada tidak diganti. Hayam
Wuruk sendiri yang memimpin pemerintahan secara langsung, dibatu oleh 6 mantri,
yaitu: Mpu Tandi, Mpu Nala, Sang Pati Dami, Mpu Singa, dan dua menteri lainnya
tidak disebutkan.
- Pupuh 74-82, menyebut
nama-nama candi makam, tanah perdikan, asrama, desa kebudhaan, desa kasiwan,
dan lain-nya dalam kerajaan Majapahit, terutama di Jawa dan Bali.
- Pupuh 81 menguraikan usaha
keras Hayam Wuruk menyatukan 3 sekte agama, yang disebut Tripaksa (tiga sayap), yaitu Siwa, Budha dan Wisnu. Sekte Brahma
terlalu sedikit, tidak dimasukkan ke dalam tripaksa.
Para pendeta disebut Caturdwija,
tunduk kepada ajaran tutur. (dwija berarti lahir 2 kali).
Pengikut sekte Siwa paling banyak berkat kedudukanya sebagai agama resmi
kerajaan. Sekte Buddha menduduki tempat kedua. Perkembangan sekte Buddha
sengaja ditekan agar tidak dapat menyaingi sekte Siwa.
- Pupuh 83-84, menguraikan
keagungan raja Hayam Wuruk dan kesejahteraan pulau Jawa. Banyak tamu-tamu manca
negara berkunjung ke Majapahit. Dalam pertemuan tahunan, semua pembesar daerah
empat kiblat (juru), kepala desa (akuwu), pemegang pengadilan (adhyaksa), dan para pembantunya (upapati) datang menghadap baginda raja.
- Pupuh 85, menguraikan
pertemuan tiap bulan Caitra (Maret-April). Maksud pertemuan untuk memperkuat
koordinasi antara pemegang tanggung jawab pada pemerintahan.
- Pupuh 86-92, pesta besar di
lapangan Bubat, diramaikan dengan nyanyi dan tari di mana baginda raja ikut serta
menyanyi dan menari.
- Pupuh 93-94, menguraikan
betapa banyaknya pendeta menciptakan kakawin pujasastra untuk raja.
Diantaranya, pendeta Buddha Sri Aditya menggubah Bhogawali dalam sloka. Pendeta Mutali Saherdaya
menggubah sloka sangat indah, keduanya dari Jambu-dwipa (India)
- Pupuh 95-98, menguraikan nasib sang pujangga yang canggung hidup di
dusun, kemudian bertekad bertapa di lereng gunung.
Ida Bagus Wirahaji
Literatur:
J.J.Ras. 2014. Masyarakat dan Kesusastraan Di Jawa.
Alih Bahasa: Achiadi Ikram. Editor: Titik Pudjiastuti. Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia
Muljana, Slamet.
2006. Tafsir Sejarah Nagarakretagama.
Editor: Khotimatul Husna. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.
Munandar, Agus Aris.
2011. Catuspatha – Arkeologi Majapahit.
Jakarta: Wedatama Widya Sastra
Raharjo, Supratikno. 2011.
Peradaban Jawa – Dari mataram Kuno sampai
Majapahit Akhir. Editor: Sugeng dan Rizal. Jakarta: Komunitas Bambu.
Bolavita Adalah Situs judi Online yang Menyediakan Deposit menggunakan Linkaja, Ovo, Gopay, Dana, Pulsa dan Semua jenis rekening bank di Indonesia !
BalasHapusMenyediakan Berbagai Jenis permainan judi menggunakan uang asli yang lengkap, antara lain yaitu :
• Sabung Ayam Live
• Casino live
• Taruhan Bola
• Slot / Jackpot
• Ding-Dong
• Togel
• Tembak Ikan
• Dan masih banyak lainnya.
Promo Bonus Spesial Bolavita !
» Bonus Deposit Pertama Sebesar 10%
» Bonus Cashback Mingguan 5% - 10%
» Bonus 100% Win Beruntun
Pendaftaran Gratis, informasi selengkapnya hubungi :
» Nomor WA : +62812-2222-995
» ID Telegram : @bolavitacc
» ID Line : cs_bolavita
» ID WeChat : BOLAVITA