Label

Kamis, 18 Juli 2019

TRANSPORTASI KOTA DENPASAR

TRANSPORTASI KOTA DENPASAR

KOMPLEKSITAS MASALAH SOSIAL TRANSPORTASI AKIBAT DOMINASI SEPEDA MOTOR PADA KOMPOSISI LALU LINTAS CAMPURAN (MIXED TRAFFIC) PADA RUAS-RUAS JALAN
KOTA DENPASAR

Ida Bagus Wirahaji
Program Studi Teknik Sipil FT Unhi


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemusatan penduduk yang terjadi di daerah perkotaan menyebabkan lingkungan perkotaan mengalami tekanan yang semakin besar untuk mendukung kebutuhan penduduk. Kebutuhan penduduk semestinya dapat diimbangi dengan pembangunan kota. Namun, pembangunan kota di Indonesia umumnya berkembang secara laissez-faire, tanpa dilandasi perencanaan menyeluruh dan terpadu. Kota-kota di Indonesia tidak dipersiapkan atau direncanakan untuk dapat menampung pertumbuhan penduduk yang besar dalam waktu relatif pendek (Hadi, 2011). Pesatnya pertambahan jumlah penduduk kota-kota besar, semakin meningkatkan masalah mobilitas perkotaan (urban mobility) dan berimplikasi terhadap pemanfaatan sumber daya kota yang terbatas (limited urban resources). Ketidak seimbangan antara infrastruktur publik yang tersedia dengan jumlah penduduk yang membutuhkan menyebabkan terjadinya ketimpangan pelayanan kota (Hendratno, 2009).
Sumber daya di perkotaan yang cenderung serba terbatas menyebabkan terjadinya perebutan pemanfaatannya. Kemacetan lalu lintas merupakan contoh nyata perebutan pemanfaatan infrastruktur transportasi perkotaan. Fenomena yang muncul akhir-akhir ini mengedepankan wajah transportasi publik yang kurang memberikan kenyamanan, keamanan dan keterjangkauan dan masih mengedepankan biaya sosial dan ekonomi yang tinggi. Hal ini berakibat pada peminggiran masyarakat secara tidak langsung untuk melakukan mobilitasnya (Aminah, 2011). Kemacetan yang sering terjadi pada ruas-ruas jalan perkotaan memicu penduduk untuk menggunakan kendaraan roda dua (sepeda motor). Sepeda motor memiliki keunggulan dengan dimensi yang lebih kecil, mudah digunakan untuk menempuh jarak dekat, kemampuan bermanuver di sela-sela kemacetan, dan memberikan efisiensi dalam biaya perjalanan.
Kota Denpasar sebagai ibukota Provinsi Bali yang sedang berkembang dan mengalami pertumbuhan pesat. Menurut data BPS Denpasar (2018) jumlah penduduk kota Denpasar sudah mencapai 914.300 jiwa. Pertumbuhan penduduk sekitar 4% ini berdampak langsung pada kepemilikan kendaraan pribadi. Pertumbuhan kendaraan pribadi di Denpasar tergolong tinggi dan tidak dapat diikuti dengan penambahan ruas-ruas jalan. Ruas-ruas jalan di Kota Denpasar dipadati oleh kendaraan pribadi, baik itu kendaraan roda empat (mobil) maupun kendaraan roda dua (sepeda motor). BPS Kota Denpasar (2018) menyebutkan 87% rumah tangga memiliki satu atau lebih sepeda motor, dan 32% rumah tangga memiliki satu atau lebih mobil. Sedangkan, jumlah kendaraan umumnya hanya mencapai 2,1% dari total jumlah kendaraan bermotor di Denpasar.

PEMBAHASAN 
Permasalahan transportasi memiliki ciri dasar secara umum, seperti terlihat pada Gambar 01. Permasalahan transportasi sangat luas, melibatkan aspek yang cukup banyak dan beragam. Semua aspek harus bersinergi dalam mewujudkan sistem transportasi yang sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan RI No. 49 Tahun 2005 tentang Sistem Transportasi Nasional (Sistranas). Sasaran Sistranas adalah terwujudnya penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien, aksesibilitas tinggi, tarif terjangkau, tertib, aman, serta polusi rendah.

Gambar 01 Ciri Permasalahan Transportasi
Sumber: Manheim (1979) dalamTamin (2008)

Masalah sosial transportasi Kota Denpasar merupakan masalah yang kompleks. Gambar 02 memperlihatkan penyebab terjadinya dominasi sepeda motor dan masalah sosial transportasi yang ditimbulkannya.
  Gambar 02 Diagram alur penyebab dominasi sepeda motor dan masalah sosial
                    transportasi yang ditimbulkannya
  Sumber: Hasil Analisis (2018)
Karakteristik Sepeda Motor
Sepeda motor adalah kendaraan beroda dua yang ditenagai oleh sebuah mesin. Rodanya sebaris dan pada kecepatan tinggi sepeda motor tetap tidak terbalik dan stabil disebabkan oleh gaya giroskopik. Gaya giroskopik adalah gaya yang dihasilkan dari perputaran roda yang memberikan efek kesimbangan atau   kestabilan pada saat berputar. Sepeda motor memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) fisik kendaraan beroda dua; (2) berkapasitas angkut dua orang; (3) mempunyai tipe sport, bebek, dan skuter (Ramli, 2012).
Sepeda motor terdiri dari komponen utama sehingga kendaraan tersebut dapat berfungsi sewajarnya dalam berlalu lintas. Menurut Suraji dkk (2010), komponen utama yang terkait langsung dengan operaional lalu lintas dan keselamatan diantaranya meliputi ban, rem, lampu, spion, kondisi sasis kendaraan, dan kemampuan mesin. Selain itu, hal yang tidak secara langsung terkait dengan kendaraan namun ada hubungannya dengan keselamatan pegendara adalah seperti perlengkapan helm, jaket, kaos tangan, sepatu dan sejenisnya.
Di daerah perkotaan dengan ciri perjalanan jarak pendek (<50 km), sepeda motor merupakan moda transportasi yang memiliki banyak keunggulan. Menurut Ramli, dkk (2012) keunggulan sepeda motor antara lain: (1) lebih fleksibel terhadap rute daripada angkutan umum, lebih fleksibel daripada mobil karena dapat melewati jalan-jalan yang sempit yang tidak dapat dilalui oleh mobil bahkan banyak ruas-ruas jalan yang searah untuk mobil namun tidak bagi sepeda motor; (2) wakti tempuh rata-rata pada daerah yang sering macet lebih singkat daripada memakai angkutan umum, bahkan dengan mobil sekalipun; (3) biaya operasional lebih kecil; (4) cara kepemilikan kendaraan sepeda motor mudah.

Sepeda Motor Menyumbang Kemacetan
Menurut Sjafruddin (2013), permasalahannya kemacetan adalah bagaimana mengendalikan ketergantungan pada kendaraan pribadi dan pengendalian kebutuhan. Hal ini memerlukan perubahan sikap dan persepsi masyarakat. Peningkatan kebutuhan tidak sepenuhnya harus diikuti oleh penyediaan, melainkan perlu dicari keseimbangan yang hamonis antara kebutuhan dan penyediaan. Sesuai prinsip dasar bahwa transportasi adalah kebutuhan ikutan (derived demand), maka yang penting orang, hewan dan barang, bukan kendaraan yang berpindah dengan kualitas pelayanan yang memadai.
Sementara itu, konsep lalu lintas dan turunannya yang berasal dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris dan Australia, saat ini masih digunakan di negara berkembang termasuk Indonesia (Minh, et.al, 2005). Konsep tersebut didasarkan atas kondisi arus lalu lintas yang homogen dan didominasi oleh kendaraan ringan (light vehicle). Oleh karena itu model kinerja ruas jalan yang digunakan saat ini di Indonesia belum merepresentasikan kondisi riil lalu lintas campuran (mixed traffic). Hal ini dapat dilihat dari panduan evaluasi kinerja ruas jalan berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997 (DPU, 1997), masih menggunakan kendaraan ringan sebagai acuan. MKJI 1997 yang masih berorientasi pada kendaraan ringan,  menetapkan nilai ekivalen mobil penunpang (emp) sebesar 1, nilai emp kendaraan berat (HV) sebesar 1,2 – 1,3, dan nilai emp sepeda motor (MC) sebesar 0,25 – 0,40, tergantung pada tipe jalan dan besar arus lalu lintas. Nilai-nilai emp ini sudah tidak relevan lagi, karena tidak sesuai dengan kondisi lalu lintas campuran (mixed traffic) perkotaan di Indonesia. Komposisi moda transportasi perkotaan di Indonesia, termasuk Denpasar didominasi oleh moda sepeda motor. BPS Kota Denpasar (2018), menyebutkan bahwa lebih kurang 85% moda transportasi di Kota Denpasar adalah sepeda motor.
Menurut BPS Kota Denpasar (2018) kepemilikan sepeda motor masyarakat Denpasar sebesar 1.068.191 kendaraan. Sedangkan jumlah penduduk 914.300 jiwa. Perbandingan jumlah penduduk dengan jumlah sepeda motor adalah 1:1,2, artinya setiap orang memiliki satu atau lebih sepeda motor. Sementara kalau dibandingkan dengan pertumbuhan panjang dan ruas jalan sebesar 1%, terlihat fenomena yang tidak seimbang. Hal ini terlihat pada menumpuknya sepeda motor yang memenuhi ruas-ruas jalan sehingga menimbulkan kemacetan, kerawanan, dan kesemrawutan wajah kota.
Kegemaran warga kota menggunakan sepeda motor sudah mengakar, terlebih dengan diluncurkannya ojek online yang semakin favorit bagi masyarakat. Oleh karenanya, masyarakat menjadi semakin sulit untuk dialihkan minatnya menggunakan angkutan umum, termasuk angkutan umum berbasis massal Trans Sarbagita. Trans Sarbagita diharapkan pemerintah menjadi pionir dalam mengatasi permasalahan lalu lintas di Bali Selatan. Tetapi rupanya tidak mudah mengubah presepsi masyarakat menjadi sadar menggunakan angkutan umum berbasis massal. Disamping Trans Sarbagita sendiri belum siap menggantikan keunggulan pelayanan kendaraan pribadi.
Trans Sarbagita yang mulai diluncurkan Agustus 2011 sampai sekarang masih sepi peminat. Bahkan, angkutan pengumpannya (feeder) Kota Denpasar dicabut anggarannya akhir tahun 2015. Dinas Perhubungan Kota Denpasar tidak lagi menganggarkan dana untuk operasional armada trayek pengumpan yang telah membebani APBD Denpasar. Selain itu, Kondisi ruas jalan Denpasar juga tidak memungkinkan disediakannya busway, lintasan khusus untuk armada Trans Sarbagita. Denpasar dan kota kabupaten Bali Selatan lainnya, hanya mampu memberikan bus priority, armada bus diprioritas daripada kendaran lainnya dalam kondisi lalu lintas campuran (mixed traffic). Akibatnya, bus Trans Sarbagita oleh masyarakat malah dirasakan sebagai penyebab kemacetan. Tanpa dukungan armada trayek pengumpannya (feeder), dan lintasan khususnya (busway), nasib Trans Sarbagita semakin memprihatinkan.
Menurut Prabnasak et.al (2011), selain mengurangi minat masyarakat menggunakan angkutan umum, sepeda motor juga mengurangi minat masyarakat menggunakan moda trasnportasi berkelanjutan lainnya seperti naik sepeda atau berjalan kaki (pedestrian). Pendapat ini memang benar, dari perilaku masyarakat Denpasar lebih suka memakai sepeda motor untuk jarak dekat, misal menghadiri acara adat  di banjar, bergotong royong di kuburan, pergi ke tetangga yang punya acara adat, dan sebagainya.
Selain jumlahnya yang banyak dan mendominasi, pengendara sepeda motor berperilaku aggresive driving, yaitu perilaku sosial yang mengganggu keamanan publik, seperti sikap tidak mau mengalah, melanggar lajur terutama dalam kondisi macet, membunyikan klakson, dan sebagainya. Self control, yaitu kemampuan untuk membimbing, memilih, mengatur, dan mengarahkan tingkah laku sendiri dari pengendara sepeda motor menurun saat menghadapi kemacetan. Kemacetan dapat menimbulkan emosi (marah), sehingga pengendara sepeda motor membenarkan perilakunya (Luthfie, 2014). Hal ini membuat kendaraan roda empat (mobil) harus menahan lajunya demi menunggu selesainya pergerakan sepeda motor terutama pada kondisi crossing conflick.
Salah satu jalan keluar dari masalah kemacetan adalah diadakannya lajur khusus kendaraan roda dua terpisah dari kendaraan roda empat, sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009. Lajur khusus untuk kendaraan roda dua di Kota Denpasar, dapat dilihat pada Jl. WR Supratman, Jl. Soedirman, Jl. Cok Tresna, Jl. Hang Tuah, dan Jl. Raya Puputan. Tujuan diberlakukannya jalur khusus ini untuk menertibkan dan menekan pengaruh buruk dominasi sepeda motor. Namun solusinya inipun tidak banyak memberi manfaat. Pengendara sepeda motor masih bebas memilih lajur, demikian juga pengemudi kendaraan roda empat (mobil) mengabaikan dan menggunakan lajur khusus ini. Selain itu, jalur khusus ini digunakan sebagai tempat parkir mobil pada berbagai pusat kegiatan, seperti sekolah di Jl Sudirman, rumah-rumah makan di Jl. Cok Tresna, tempat ibadah di Jl. WR Supratman dan sebagainya.
Ada sebelas ruas jalan yang menjadi langganan macet tiap hari di Kota Denpasar. Dari ruas jalan itu, yang paling parah adalah kemacetan di ruas jalan Imam Bonjol, Gatot Subroto, Diponogoro dan Ahmad Yani. Kemacetan dapat berdampak jamak. Menurut Suweda (2008), akibat dari kemacetan yang ditanggung oleh masyarakat antara lain: kerugian waktu; pemborosan energi; keausan kendaraan lebih cepat; polusi udara; stress pengguna jalan; mengganggu kelancaran kendaraan darurat seperti mobil polisi, ambulan, dan mobil pemadam kebakaran.



Sepeda Motor Menyumbang Kecelakaan
Menurut Menteri Perhubungan, kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian terbanyak kedua setelah stroke. Sementara di Indonesia, kecelakaan lalu lintas di Indonesia 72% melibatkan sepeda motor. Dari angka ini mayoritas yaitu 80% adalah kelompok usia remaja (anak SMP dan SMA) (Republika, 2018).
Sepeda motor merupakan moda transportasi yang paling minim proteksi terhadap pemakainya. Pada tipe lalu lintas campuran (mixed traffic), fatalitas korban kecelakaan pengguna sepeda motor lebih parah daripada pengguna kendaraan roda empat (mobil). Kondisi ini, diperparah lagi oleh perilaku para pengendara sepeda motor, seperti tidak sabar, tidak mau mengalah, berkecepatan tinggi, melanggar rambu lalu lintas dan lain sebagainya termasuk dalam aggresive driving, yang merupakan disfungsi dari perilaku sosial yang berpotensi menyebabkan terjadinya kecelakaan. Demikian juga kondisi fisik dan mental pengendara seperti dalam keadaan mengantuk atau setengah mabuk mengganggu konsentrasinya juga menjadi penyebab terjadinya kecelakaan.
Meningkatnya jumlah pengguna sepeda motor diiringi dengan meningkatnya kecelakaan yang melibatkan sepeda motor. Menurut BPS Kota Denpasar (2018), 90% kendaraan yang berlalu lalang di Denpasar didominasi oleh kendaraan pribadi baik sepeda motor maupun mobil. Pertumbuhan kepemilikan kendaraan bermotor di Denpasar sebanyak 12% per tahun, sedangkan pertambahan ruas serta peningkatan konstruksi jalan tidak lebih dari 1% per tahun.
Banyaknya korban dan kerugian yang ditimbulkan, baik akibat hilangnya nyawa, maupun biaya yang diperlukan untuk pengobatan dan rebilitasi penderita, maka kecelakaan lalu lintas termasuk dalam masalah kesehatan masyarakat dan memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait (Marsaid dkk, 2013). Dari data Dinas Perhubungan (Dishub) Denpasar menyebutkan bahwa setiap hari terjasi 1 sampai 2 kecelakaan lalu lintas di kawasan kota Denpasar, atau total ada 475 kecelakaan lalu lintas per tahun. Operasi keselamatan agung (OKA) yang digelar Polresta Denpasar pada Maret 2018, setelah dicermati penyebab kecelakaan yang melibatkan sepeda motor antara lain karena melawan arus, menggunakan HP, berboncengan lebih dari satu, pengendara belum cukup umur, melebihi batas kecepatan, dan berkendara saat mabuk (BaliPost, 2018).

Sepeda Motor Mengakibatkan Pencemaran Lingkungan
Pencemaran lingkungan sebagaimana yang dimaksud UU No. 32/2009, adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Pencemaran lingkungan akibat penggunaan sepeda motor berupa emisi gas buang, yaitu gas sisa pembakaran bahan bakar dalam silinder baik yang terbakar secara sempurna ataupun tidak.
Menurut Purnawati, dkk (2013), Kota Denpasar telah mengalami penurunan kualitas udara. Hal ini antara lain disebabkan oleh kegiatan transportasi dan industri, seperti industri pembangkit listrik, kimia, bahan bangunan umum, kerajinan dan logam. Namun pencemaran udara yang ditimbulkan dari sumber industri tidaklah signifikan. Penyebab utama pencemaran udara di Kota Denpasar adalah kegiatan transportasi.
Transportasi sebagai sektor penyumbang terbesar pencemaran lingkungan. Di satu sisi perinjinan pabrik industri sangat ketat, tidak boleh di dalam kota, juga tidak diijinkan di kawasan permukiman terutama padat penduduk. Sementara, moda transportasi malah mengeluarkan emisi gas buang di tengah-tengah kota, di tengah-tengah kawasan permukiman.
Dari beberapa komponen udara, maka yang paling banyak berpengaruh dalam pencemaran udara adalah komponen-komponen sebagai berikut: korbon monoksida (CO); nitrogen oksida (NOX); sulfur oksida (SOX); Hidrokarbon (HC); partikel lainnya (Rizal, 2017). Dari beberapa jenis polutan ini, karbon monoksida (CO) merupakan polutan yang banyak dihasilkan oleh kendaraan bermotor (Sengkey dkk, 2011).
Sepeda motor sebagai moda transportasi terbanyak memberi andil yang paling dominan dalam menyumbang emisi gas buang kendaraan. Menurut Manobu (2011), kuantitas emisi polusi udara sepeda motor sebesar 109 g CO2/km, sedangkan mobil menghasilkan emisi polusi sebesar 290 g CO2/km. Akan tetapi, dengan jumlah sepeda motor jauh melampui mobil, sehingga sepeda motor mendominasi pencemaran lingkungan di Kota Denpasar. Faktor lain yang mempengaruhi kuantitas emisi gas buang antara lain: jenis kendaraan; jenis dan bahan bakar yang digunakan; usia dan kualitas perawatan kendaraan; kecepatan kendaraan dan fluktuasi kecepatan; geometrik jalan; dan temperatur mesin.
Pengaruh gas buang tersebut terhadap kesehatan antara lain (Sugiarta, 2008; Widyatmoko, 2013): SO2 merusak organ paru-paru; NOX menimbulkan iritasi paru-paru, mata dan hidung; CO mengakibatkan pusing, pingsan, janin mengecil, merusak otak dan bahkan kematian pada janin; Pb (Timbal) secara komulatif dapat merusak organ ginjal, hati, jantung, dan sistem sayaraf; Debu yang terakumulasi dalam pernafasan menyebabkan ISPA (Insfeksi Saluran Pernafasan Atas). Gas buang kendaraan juga dapat mengakibatkan peningkatan konsentrasi timah dalam darah yang menyebabkan penurunan kemampuan absorpsi oksigen (Rizal, 2017).

Sepeda Motor Menjadi Sarana dan Target Kriminalitas.
Seperti disebutkan di atas, moda transportasi sepeda motor adalah minim proteksi terhadap pemakainya. Berkendara menggunakan sepeda motor lebih banyak resikonya, selain kecelakaan juga terbuka untuk dijambret. Pelaku umumnya menggunakan sepeda motor sebagai sarana operasinya. Sepeda motor sangat lincah dalam bermanuver, dapat memasuki gang atau lorong sempit, dalam sekejap dapat menghilang dari pandangan mata korban. Sepeda motor sangat efektif digunakan pelaku dalam menjalankan operasinya.
Sepeda motor itu sendiri manjadi target pencurian. Sepeda motor relatif mudah dicuri daripada moda transportasi lainnya. Selama bulan Maret 2018 saja misalnya, Satreskrim Polresta Denpasar berhasil menangkap 12 pelaku curanmor yang beraksi di 24 TKP. Barang bukti yang disita dari pelaku yakni 18 unit motor, dengan rincian 17 sepeda motor, satu buah mobil. Para pelaku menggunakan sepeda motor dalam melakukan aksinya.
Sepeda motor juga menjadi sarana berkumpulnya anak-anak muda dan mereka membentuk geng-geng motor. Umumnya kalau dilihat dari sejarahnya, awalnya geng motor hanya kumpulan remaja yang hobi ngebut. Mereka melakukan balapan motor alias trek-trekan di jalanan umum. Jalan Mahendradatta dikenal sebagai ruas jalan yang sering digunakan untuk balapan liar. Tidak hanya melakukan balapan liar, kelompok geng motor juga sering meresahkan warga sekitar dengan memalak menggunakan senjata tajam (Bali Tribune, 2017b). Menyikapi fenomena geng motor yang makin beringas dan meresahkan masyarakat, Polresta Denpasar membentuk tim khusus yang diberi nama Alap-Alap. Tim khusus Alap-alap memiliki kehalian khusus, yakni menangkap orangyang melakukan kerusuhan dan membubarkan geng motor.
Diakui kejadian kriminalitas yang melibatkan sepeda motor di wilayah hukum Polsek Denpasar Barat jauh lebih tinggi, dikarenakan tingkat kesejahteraan yang beragam serta luas wilayahnya yang juga mencakup Denpasar Utara. Sehingga wilayah hukum Polsek Denpasar Barat nantinya akan dikembangkan. Polsek Denpasar Barat sekarang, nantinya akan menjadi Polsek Denpasar Utara, sedangkan Polsek Denpasar Barat akan berlokasi di dekat Lapas Kerobokan (Bali Tribun, 2017a)
Mengingat makin maraknya tindak kriminalitas terhadap pemakai sepeda motor, dan berdasarkan hasil evaluasi kasus-kasus kejahatan sebelumnya, maka kepolisan menghimbau beberapa hal, yaitu agar tidak menggunakan perhiasan yang mencolok; sedapat mungkin menghindari berkendara pada ruas yang sepi; tidak menggunakan telephon genggam saat berkendara; hindari berkendara seorang diri; tidak menyimpan barang berharga dalam tas, mengingat tas sering menjadi target; dan tidak mudah percaya kepada orang yang tidak dikenal.

Pro-Kontra Sepeda Motor Sebagai Angkutan Umum
Perkembangan teknologi telah menciptakan berbagai inovasi, seperti transportasi berbasis online, dimana tercipta sebuah perangkat lunak yang mampu memanggil moda transportasi umum kemanapun dibutuhkan dan mampu mengantarkan konsumen ke tempat tujuan dengan harga yang sangat terjangkau. Seperti misalnya GO-JEK, Grab, Uber dan sejenisnya. Kehadiran moda transportasi umum ini menimbulkan permasalah baru. Selain menimbulkan masalah dalam hal regulasi juga menimbulkan sengketa di lapangan dengan ojek pangkalan, dan bahkan berbuntut aksi kekerasan.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebelumnya menegaskan sepeda motor sebagai moda pengangkut penumpang melalui panggilan, tidak masuk dalam kategori angkutan umum. Hal tersebut merujuk pada Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kendaraan bermotor berplat hitam, apapun bentuknya seharusnya tidak diperuntukkan sebagai moda transportasi umum. Pengamat transportasi Djoko Setijowarno (dalam Putro, 2015), menyatakan ojek tidak termasuk ke dalam angkutan umum di dalam Undang-Undang. Sepeda motor itu untuk angkutan lingkungan, bukan angkutan perkotaan di jalan-jalan utama.
Fenomena penggunaan sepeda motor untuk mengangkut masyarakat yang memesan dengan aplikasi teknologi tertentu tidak bisa dibendung oleh Kemenhub. Pelarangan terhadap ojek online, semesti juga diikuti dengan pelarangan terhadap ojek pangkalan, karena sama-sama mengguna sepeda motor. Dan, kalau benar-benar dilarang, dapat dibanyangkan akan menambah penggaguran, sebab ratusan ribu pengemudi ojek online akan kehilangan pekerjaan. Di samping itu harus diakui masyarakat banyak dipermudah dengan kehadiran ojek online ini. Membeli makanan, mengirim barang dengan cepat, memesan layan kecantikan, pijat dan bersih-bersihpun bisa langsung dari smartphone.

Simpulan
Dominasi sepeda motor di Kota Denpasar merupakan dampak dari tekanan yang dialami lingkungan perkotaan untuk mendukung kebutuhan penduduk dalam memenuhi mobilitasnya. Dominasi sepeda motor pada komposisi lalu lintas campuran menimbulkan masalah sosial transportasi, antara lain:
1.   Sepeda motor menyumbang kemacetan terbesar. Kemudahan dalam kepemilikan sepeda motor, serta keunggulan layanan yang diberikannya, menyebabkan minat masyarakat semakin sulit dialihkan ke angkutan umum termasuk angkutan berbasis massal Trans Sabrgita. Solusi lajur khusus kendaraan roda dua untuk menertibkan lalu lintas, tidak memberi manfaat berarti.
2.   Sepeda motor minim proteksi menyumbang kecelakaan terbesar. Dalam komposisi lalu lintas campuran (mixed traffic), sepeda motor rentan mengalami kecelakaan. Tingginya keterlibatan dan fatalitas pengguna sepeda motor dalam kecelakaan amat tergantung pada faktor kondisi fisik dan mental  pengendara (human error) sepeda motor.
3.   Sepeda motor menyumbang pencemaran lingkungan. Denpasar didominasi oleh kendaraan sepeda motor. Dengan sendirinya sepeda motor sebagai penyebab utama pencemaran lingkungan.
4.   Sepeda motor digunakan sebagai sarana dan target kriminalitas. Pengendara sepeda motor, teritama wanita sering jadi korban penjambretan. Pelaku menggunakan sepeda motor dalam aksinya. Sepeda motor juga dipakai sebagai sarana perkumpulan geng motor yang meresahkan masyarakat.
5.   Perebutan lahan antara ojek online dengan ojek pangkalan, yang keberandaannya tidak sesuai dengan undang-undang. Kendaraan plat hitam, apapun jenisnya tidak dapat digunakan sebagai angkutan umum.



DAFTAR PUSTAKA
Aminah, S. 2011. Transportasi Publik dan Aksesibilitas Masyarakat Perkotaan. Surabaya: FISIP Universitas Airlangga.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Denpasar 2018 Denpasar Dalam Angka.
BaliPost. 2018. Operasi Keselamatan Agung.
 http://www.balipost.com/tag/operasi-keselamatan-agung-2018.
Bali Tribune. 2017a. Denbar Tangkapan Terbanyak Operasai Sikat Agung. http://balitribune.co.id/content/denbar-tangkapan-terbanyak-operasi-sikat-agung.
Bali Tribune. 2017b. Aksi Geng Motor di denpasar Makin Brutal, Polresta Langsung Maping Kerahkan Tim Alap-alap.
http://balitribune.co.id/content/aksi-geng-motor-di denpasar-makin-brutal-
Dirjen Bina Marga (BM). 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Hendratno, E.T. 2009. Masalah Transportasi Kota Dilihat Dengan Pendekatan Hukum, Sosial, dan Budaya. Jurnal Mimbar Hukum, Vol. 21, No, 3 Oktober 2009). Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Hadi, Djajusman. 2011. Integritas Pertimbangan Lingkungan dalam Membangun Kembali Malang Raya Menuju Kota Pariwisata. Jurnal FIS edisi Agustus 2011. Malang: Universitas Brawijaya.
Keputusan Menteri (KM) Perhubungan RI N0. 49 Tahun 2005 tentang Sistem Transportasi Nasional.
Luthfie, A. 2014. Pengaruh Self-Control dan Moral Disengagement Terhadap Aggresive Driving Pada Pengemudi Sepeda Motor. Jakarta: Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatulah.
Marsaid, H. Hidayat, dan Ahsan. 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Lalu Lintas Pada Pengendara Sepeda Motor Di Wilayah Polres Kabupaten Malang. Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol. 1, No, 2, Npember 2013. Malang: Fakultas Kedokteran unibersitas Brawijaya.
Minh, C.C., Sano, K., Matsumoto, S. 2005. Modelling of Congestion: A Tool for Urban Traffic management in developing countries. European Transport/Transporty Europei No. 27, pp45-56.
Putro, Gentur. 2015. Kemenhub: Sepeda Motor Bukan Angkutan Umum. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150623134718-92-61833.
Prabnasak, J., Taylor, M.A.P., Yue, W.L. (2011). An Investigation of Vehicle Ownership and the Effect of Income and Vehicle Expenses in Mid-Sized City of Thailand, Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol. 9, 437-451.
Purnawati, IF dkk (2013). Pencemaran Udara dan Upaya Pengendaliannya di Kota Denpasar Bali. Surabaya: Program Magister Teknik Lingklungan, ITS.
Ramli, M.I, Arifin Asri, dan Reza Prasetyo. 2012. Studi Karakteristik Operasional Penggunaan Sepeda Motor di Kota Makassar. Makassar: Univ Hasanuddin.
Republika. 2018. 72 Persen Kecelakaan di Indonesia Melibatkan Sepeda Motor. https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/18/09/19/pfb1y6349.
Rizal, M.C. 2017. Pengaruh Rencana Pembangunan Transportasi Massal Terhadap Emisi Gas Buang Karbon Monoksida di Surabaya. Jurnal Agregat, Vol. 2, No. 1 Mei. 2017. Surabaya: Politeknik Negeri Perkapalan Surabaya.
Suraji, Aji., Ngudi Tjahjono., Priyo Tri Widodo. 2010. Analisis Faktor Kendaraan sepeda Motor Terhadap Risiko Kecelakaan Lalu Lintas. Simposium XIII FXTPT Semarang 8-9 Oktober 2010. Semarang: Universitas Katholik Soegijapranata.
Sengkey, S.L., Jansen, F., Wallah, S. 2011. Tingkat Pencemaran Udara CO Akibat Lalu Lintas Dengan Model Prediksi Polusi Udara Skala Mikro. Jurnal Ilmiah Mesia Engineering, Vol.1, No.2, Juli 2011, Hal 119-126.
Sjafruddin, A. 2013. Pembangunan Infrastruktur Transportasi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Ilmu Pengetahuan. Makalah. Bandung: ITB
Sugiarta, AAG. 2008. Dampak Kebisingan dan Kualitas Udara Pada Lingkungan Kota Denpasar. Jurnal Bumi Lestari Vo. 8 No. 2 Agustus 2008. Hlm 162-167.
Suweda, IW. 2008. Manajemen Lalu Lintas. Denpasar: Pascasarjana Teknik Sipil, Unud.
Tamin, Ofyar Z. 2008. Perencanaan, Pemodelan, Rekayasa Transportasi-Teori, Contoh Soal, dan Aplikasi. Bandung: ITB.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Widyatmoko, H. 2013. Emission of NOx and Particles PM10 from Haigway. Procceding ISEE 2013. ISBN 978-602-95595-6-9.