Label

Senin, 02 Desember 2013

BHUWANA KOSA



BHUWANA KOSA


Dari sejumlah lontar yang bercorak Siwaistis, Kitab Buana Kosa dipandang sebagai naskah tertua. Naskah ini tergolong dalam “tutur” atau jenis tattwa.  Naskah terdiri dari 11 Patalah (Bab) dengan jumlah Seloka 487 bait, menggunakan bahasa Sanskerta.

Isi naskah terdiri dari 2 (dua) bagian, bagian pertama berisi tanya jawab antara Srimuni Bhargawa sebagai penanya dengan Bhatara Siwa sebagai narasumber. Percakapannya mengenai Brahma Rahasyam (tentang Tuhan yang sangat rahasia). Bagian kedua berisi percakapan Bhatara Siwa dengan Bhatari Uma dan Sanghyang Kumara. Substansi percakapannya mengenai Jnana Rahasyam (Pengetahuan rahasia).

Sang Hyang Siwa bersemayam di hati semua mahluk, tanpa awal, tanpa pertengahan,  dan tanpa akhir dan kekal berwujud seperti PUSARAN AIR. Sang Hyang Siwa menggerakkan seluruh dunia, baik tumbuh-tumbuhan, maupun binatang, sangat sulit dikenali oleh orang yang tidak berilmu pengetahuan.

Ada 7 (tujuh) pulau yang disebut SAPTA DWIPA, yaitu Jambu Dwipa, Sangka Dwipa, Kronca Dwipa, Kusa Dwipa, Salmali Dwipa, Gomedha Dwipa dan Puskara Dwipa. Demikian menurut penglihatan para Muni.

Ada 7 (tujuh ) gunung yang disebut SAPTA PARWATA, yaitu Himawan, Hemakuta, Nisada, Nila, Sweta, Trisrengga, dan Windya. Ke tujuh gunung ini patut diingat oleh para Resi.

Ada 7 (tujuh) samudera yang disebut SAPTA SAMUDRA, yaitu Tasik (lautan asam), Ksira (lautan susu), Dadi (lautan mentega), Sarpih (lautan minyak), Iksu (lautan kilang), Sura (lautan nira), dan Wuduk (lautan gajih). Demikianlah penjelasan orang bijaksana.

Harus diketahui oleh para yogi, saat kematian tiba, Sanghyang Iswara bersemayam di Timur, Brahma di Selatan, Mahadewa di Barat, Wisnu di Utara, dan Sanghyang parama Siwa di tengah. Setelah mengetahui itu, jiwanya pun ditarik ke atas. KELEPASAN tidak akan dicapai bila tidak mengetahui kapan ajalnya tiba.

Bila seorang yogi meninggal di gunung, maka Sanghyang Mertyu akan tampak olehnya seperti Gajah. Bila meninggal di pohon kayu, Sanghyang Mertyu tampak seperti Naga, meninggal di puncak gunung, Sanghyang Mertyu tampak warna putih. Meninggal di pertapaan, Sanghyang Mertyu tampak seperi pertapa, bila meninggal di kota, Sanghyang Mertyu seperti Lembu.

Janganlah ragu-ragu dengan ajaran SIDDHANTA, meski sangat sulit, harus sabar dan tekun mempelajarinya. Untuk memiliki pengetahuan rahasia tersebut tidaklah mudah, harus melalui disiplin yang tinggi, memiliki kepribadian yang baik, tidak melakukan maksiat, tidak meminum minumam keras, memiliki keyakinan yang kuat terhadap ajaran tersebut.

(IB. Wirahaji)

-------------------------

1 komentar:

  1. Tulisan ini apakah bersifat terjemahan dari lontar aslinya,atau tafsir ( kesimpulan , summary) dari lontar aslinya, mohon penjelasan.

    BalasHapus