BHUWANA KOSA
Dari
sejumlah lontar yang bercorak Siwaistis, Kitab Buana Kosa dipandang sebagai
naskah tertua. Naskah ini tergolong dalam “tutur” atau jenis tattwa. Naskah terdiri dari 11 Patalah (Bab) dengan
jumlah Seloka 487 bait, menggunakan bahasa Sanskerta.
Isi
naskah terdiri dari 2 (dua) bagian, bagian pertama berisi tanya jawab antara
Srimuni Bhargawa sebagai penanya dengan Bhatara Siwa sebagai narasumber.
Percakapannya mengenai Brahma Rahasyam (tentang Tuhan yang sangat rahasia).
Bagian kedua berisi percakapan Bhatara Siwa dengan Bhatari Uma dan Sanghyang
Kumara. Substansi percakapannya mengenai Jnana Rahasyam (Pengetahuan rahasia).
Sang
Hyang Siwa bersemayam di hati semua mahluk, tanpa awal, tanpa pertengahan, dan tanpa akhir dan kekal berwujud seperti
PUSARAN AIR. Sang Hyang Siwa menggerakkan seluruh dunia, baik tumbuh-tumbuhan,
maupun binatang, sangat sulit dikenali oleh orang yang tidak berilmu
pengetahuan.
Ada
7 (tujuh) pulau yang disebut SAPTA DWIPA, yaitu Jambu Dwipa, Sangka Dwipa, Kronca
Dwipa, Kusa Dwipa, Salmali Dwipa, Gomedha Dwipa dan Puskara Dwipa. Demikian
menurut penglihatan para Muni.
Ada
7 (tujuh ) gunung yang disebut SAPTA PARWATA, yaitu Himawan, Hemakuta, Nisada,
Nila, Sweta, Trisrengga, dan Windya. Ke tujuh gunung ini patut diingat oleh
para Resi.
Ada
7 (tujuh) samudera yang disebut SAPTA SAMUDRA, yaitu Tasik (lautan asam), Ksira
(lautan susu), Dadi (lautan mentega), Sarpih (lautan minyak), Iksu (lautan
kilang), Sura (lautan nira), dan Wuduk (lautan gajih). Demikianlah penjelasan orang
bijaksana.
Harus
diketahui oleh para yogi, saat kematian tiba, Sanghyang Iswara bersemayam di
Timur, Brahma di Selatan, Mahadewa di Barat, Wisnu di Utara, dan Sanghyang
parama Siwa di tengah. Setelah mengetahui itu, jiwanya pun ditarik ke atas.
KELEPASAN tidak akan dicapai bila tidak mengetahui kapan ajalnya tiba.
Bila
seorang yogi meninggal di gunung, maka Sanghyang Mertyu akan tampak olehnya
seperti Gajah. Bila meninggal di pohon kayu, Sanghyang Mertyu tampak seperti
Naga, meninggal di puncak gunung, Sanghyang Mertyu tampak warna putih.
Meninggal di pertapaan, Sanghyang Mertyu tampak seperi pertapa, bila meninggal
di kota, Sanghyang Mertyu seperti Lembu.
Janganlah
ragu-ragu dengan ajaran SIDDHANTA, meski sangat sulit, harus sabar dan tekun mempelajarinya.
Untuk memiliki pengetahuan rahasia tersebut tidaklah mudah, harus melalui
disiplin yang tinggi, memiliki kepribadian yang baik, tidak melakukan maksiat,
tidak meminum minumam keras, memiliki keyakinan yang kuat terhadap ajaran
tersebut.
(IB. Wirahaji)
-------------------------
Tulisan ini apakah bersifat terjemahan dari lontar aslinya,atau tafsir ( kesimpulan , summary) dari lontar aslinya, mohon penjelasan.
BalasHapus