PERLUKAH
PENAMBAHAN FASILITAS PARKIR?
Pemerintah Kota Denpasar kedepan sepertinya akan
menggunakan ruang bawah tanah (basement)
untuk fasilitas parkir, mengingat semakin sulitnya mencari lahan di permukaan.
Namun, apakah penambahan fasilitas parkir dapat menjadi solusi yang tepat untuk
mengatasi permasalahan transportasi?
Setelah menyelesaikan fasilitas parkir basement di Pasar Badung dan fasilitas
parkir lantai bawah di komplek pertokoan Lokitasari, pemerintah Kota Denpasar
kini sedang menggarap pekerjaan fasilitas parkir di ruang bawah tanah (basement) Jalan Sulawesi. Fasilitas
parkir yang sedang dikerjakan ini mengambil lokasi pada badan Jalan Sulawesi,
sebelah timur pelataran parkir Pasar Badung.
Pekerjaan fasilitas parkir ini
pelaksanaanya bersamaan dengan proyek pedestrian di Jalan Gajah Mada. Jalan
Gajah Mada ditutup untuk kendaraan roda empat yang datang dari Jalan Thamrin.
Sedangkan Jalan Sulawesi yang semula ditutup untuk kendaraan roda empat yang
berasal dari Jalan Gajah Mada, akhirnya ditutup penuh menyusul terjadinya
musibah yang menewaskan dua orang pekerja. Kendaraan yang tidak dapat masuk ke Jalan Sulawesi
terpaksa lurus ke timur. Akibat pelaksanaan kedua proyek inilah yang
menyebabkan arus lalu lintas di Jalan Gajah Mada menjadi macet. Masyarakat
dihimbau untuk mencari jalan alternatif.
Kalau dilihat dari arah arus lalu
lintas, ruas jalan yang mensuplai kendaraan yang parkir di Pasar Badung hanya
Jalan Gajah Mada. Dimana, Jalan Gajah Mada menerima arus lalu lintas yang
datang dari Jalan Thamrin, Jalan Sutomo dan Jalan Gunung Kawi. Volume arus lalu
lintas ini kemudian terbagi, ada yang masuk ke pertokoan Kumbasari, membelok ke
kiri ke Jalan Kartini, lurus terus ke Timur, membelok ke kanan Jalan Sulawesi,
dan sisanya parkir di Pasar Badung.
Pasar Badung sebagai pasar tradisional
yang terletak di tengah-tengah pusat Kota Denpasar akan selalu menjadi tujuan
perjalanan sehingga dapat menarik perjalanan (trip atraction) bagi para pedagang, pemasok, dan pengunjung yang
berbelanja. Kapasitas ruang parkir yang ada sekarang tidak dapat memenuhi
kebutuhan parkir pedagang dan pengunjung. Itulah yang menjadi alasan perlunya
dibangun lagi fasilitas parkir.
Ruas Jalan Gajah Mada mengalami
kemacetan akibat kendaraan roda empat yang bergerak pelan (bahkan terhenti)
menunggu proses parkir di area parkir Pasar Badung. Proses kendaraan parkir
meliputi beberapa tahap, yaitu kendaraan mulai masuk ke area parkir, bermanuver
mencari ruang parkir, penumpang turun dari kendaraan menuju ke tempat tujuan,
penumpang berjalan menuju kendaraan, dan bermanuver untuk keluar dari area
parkir.
Kendaraan yang baru datang harus
menunggu/berhenti ketika ada kendaraan yang akan masuk ke petak parkir.
Demikian juga harus menunggu kendaraan yang keluar dari petak parkirnya. Bila okupansi
(tingkat isian) area parkir rendah, proses parkir tidak akan memerlukan waktu
yang lama. Masalahnya volume kendaraan banyak sementara lahan parkir terbatas,
okupansi tinggi, proses parkir jadi lama, dampaknya sampai keluar, yaitu ke
Jalan Gajah Mada.
Bagi pengendara yang tidak dapat masuk,
akhirnya parkir di pinggir Jalan Gajah Mada (depan pelataran pasar). Parkir
seperti ini (on street parking) semestinya
ditindak tegas, jelas-jelas mengurangi kapasitas badan jalan. Bagi pengendara
sendiri on street parking memang
menguntungkan, karena merupakan tempat yang gampang untuk parkir, dapat
dijadikan bongkar muat barang, dan dapat juga dipakai sebagai service darurat
kendaraannya. Parkir di pinggir jalan sebenarnya hanya dibolehkan pada kelas
jalan kolektor dan lokal, itupun dengan catatan harus memperhatikan kondisi
jalan, kondisi lalu lintas, lingkungan, kesehatan, ketertiban, dan kelancaran.
Sementara parkir di luar badan jalan (off street parking) seperti yang telah
dan akan dibangun tidak mengurangi kapasitas jalan. Selain itu pengelolaan dapat
dilimpahkan kepada pihak swasta. On
street parkir biasanya berada di pusat-pusat kota, dapat dibuat di
pelataran, dibawah bangunan ataupun di atas bangunan. Dan untuk menyejukkan
pemandangan biasanya dihiasi dengan tanaman sehingga berupa taman parkir.
Pihak-pihak yang berkepentingan dalam
hal perparkiran antara lain: pemakai kendaraan pribadi, pemilik toko, angkutan
umum, kendaraan emergensi, komuter, petugas parkir, polisi, traffic engineer,
dan pemerintah/investor. Semuanya memiliki keterlibatan dengan kepentingan yang
berbeda-beda pula.
Pemakai kendaraan pribadi memiliki
kepentingan seperti agar bebas dan nyaman dalam memarkir kendaraan. Tidak ada
kendaraan lain yang menghalangi jalan keluar kendaraan ketika akan keluar dari
petak parkir. Tidak menunggu lama kendaraan yang masuk dan keluar pada
petak-petak parkir. Dan, tentu tarif parkir tidak terlalu mahal.
Bagi pemilik toko mengharapkan agar kendaraannya
dapat parkir sedekat mungkin, dapat melakukan bongkar muat barang dalam waktu
yang tidak lama. Sebab kalau jarak toko dengan kendaraan yang parkir jauh,
perlu biaya lagi untuk pengangkutan barang. Pemilik toko juga menginginkan
pelanggannya dapat tempat parkir yang menyenangkan, sebagai bagian dari
pelayanannya.
Sopir-sopir kendaraan umum menginginkan
tempat parkir yang memudahkan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Tempat
parkir yang strategis, mudah dilihat oleh calon penumpang, serta jarak antara
penumpang turun dari kendaraan menuju pusat kegiatan dan sebaliknya tidak
terlalu jauh.
Bagi kendaraan emergensi, seperti mobil
polisi, ambulance, dan mobil pemadam kebakaran adalah mendapatkan tempat parkir
yang memberikan pelayanan yang cepat serta tidak terganggu oleh kendaraan
lainnya. Dalam keadaan darurat tempat parkir yang ditempati kendaraan harus dikondisi sedemikian rupa sehingga
pelayanan yang diberikan kendaraan ini semaksimal mungkin untuk mencegah
keadaan yang lebih buruk.
Bagi petugas parkir, tentu menginginkan
penghasilan yang memadai sebagai imbalan atas jerih payahnya berdiri, mengatur,
dan bahkan terkadang berlari mengejar pengendara yang belum bayar. Hal yang
sering menjengkelkan juru parkir adalah ketika memberhentikan kendaraan yang sedang
melintas untuk memberikan kesempatan pada kendaraan yang keluar dari petak
parkir. Kendaraan yang sedang melintas di jalan biasanya enggan mengurangi
kecepatan tidak memberikan kesempatan.
Polisi memiliki kepentingan bagaimana
parkir itu teratur dan kendaraan yang parkir aman. Teratur antara lain berarti
pengendara mentaati rambu, seperti rambu dilarang berhenti dan rambu dilarang
parkir. Ada perbedaan pengertian kendaraan menunggu, berhenti, dan parkir.
Kendaraan menunggu, kalau mesin masih hidup dan pengendara/penumpang masih
tinggal di dalam kendaraan. Kendaraan berhenti, dimana mesin sudah mati tapi
pengendara/penumpang masih berada di dalam. Sedangkan kendaraan parkir, mesin sudah
mati dan pengemudi serta penumpang sudah turun atau keluar kendaraan.
Petugas kepolisian dan pihak-pihak
terkait lainnya harus tegas terhadap penegakan hukum. Jangan dibiarkan
pelanggaran terhadap rambu dilarang berhenti atau rambu dilarang parkir. Contoh
nyata yang sering dapat disaksikan seperti parkir di badan jalan (on street parking) di Jalan Gajah Mada
dan di ruas-ruas jalan lainnya.
Bagi traffic
engineer, tempat parkir yang ideal adalah yang memberikan S – D (supply – demand) yang efektif dan efisien.
Efektif artinya parkir itu tepat guna, dan efisien artinya bahwa biaya parkir
dapat ditekan seminimal mungkin.
Sedangkan bagi pemerintah/investor sudah
tentu pembangunan fasilitas parkir merupakan investasi yang menyenangkan dan
prosfektif. Retribusi parkir akan mengembalikan semua biaya investasi dan
selanjutnya memberi keuntungan. Namun jagan lupa, retribusi parkir memang dapat
menaikkan pendapatan daerah, tetapi apakah dapat menyelesaikan masalah
transportasi Kota Denpasar? Bukankah penambahan fasilitas prasarana (jalan,
parkir, dan sebagainya) hanya bersifat sementara?
Menurut data dari Dinas Pendapatan
Provinsi Bali 2011, jumlah kendaraan di Kota Denpasar per 31 Desember 2011 sudah
mencapai angka sebesar 691.693 kendaraan, yang terdiri dari 555.699 kendaraan
roda dua dan 135.994 kendaraan roda empat. Sedangkan pertumbuhan penduduk
mencapai 4% per tahun. Jumlah penduduk Denpasar menurut BPS 2010 sampai pada
angka 788.445 jiwa. Jumlah kepemilikan kendaraan sebanding dengan peningkatan
jumlah dan pendapatan penduduk. Dapat dibayangkan 10 – 20 tahun lagi berapa
jumlah kendaraan pribadi.
Pemerintah Kota Denpasar sebaiknya sudah
mulai memikirkan untuk mengatasi masalah transportasi di Denpasar dengan Traffic Demand Management (TDM), yaitu
pengendalian permintaan/kebutuhan transportasi, seperti pembatasan penggunaan
kendaraan pribadi. Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi dapat dilakukan
antara lain: meningkatkan pajak penjualan, menghapus subsidi BBM, menerapkan electronic road pricing (ERP) pada
ruas-ruas jalan tertentu, larangan melintas pada jalur-jalur tertentu, dan
sebagainya. Sebagai penggantinya, pemerintah harus menanggung penyelenggaraan
angkutan umum yang aman, nyaman, murah, cepat, dan menjangkau ke seluruh tempat.
Jadi pembangunan
fasilitas parkir di basement Jalan
Sulawesi ini masih menganut pola Traffic
Supply Management (TSM), yaitu mengatasi masalah lalu lintas dengan
menambah/memperluas lahan. TSM merupakan solusi jangka pendek, hanya akan
memanjakan pengguna kendaraan pribadi dan merangsang peningkatan kepemilikan
kendaraan. Jumlah kendaraan meningkat terus, maka fasilitas yang dibangunpun
tidak mampu lagi menampung, demikian seterusnya. Saatnya pemerintah menerapkan
TDM.(Ida Bagus Wirahaji, 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar