Label

Sabtu, 02 Maret 2013

PARKIR



PERLUKAH PENAMBAHAN FASILITAS PARKIR?


Pemerintah Kota Denpasar kedepan sepertinya akan menggunakan ruang bawah tanah (basement) untuk fasilitas parkir, mengingat semakin sulitnya mencari lahan di permukaan. Namun, apakah penambahan fasilitas parkir dapat menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan transportasi?


Setelah menyelesaikan fasilitas parkir basement di Pasar Badung dan fasilitas parkir lantai bawah di komplek pertokoan Lokitasari, pemerintah Kota Denpasar kini sedang menggarap pekerjaan fasilitas parkir di ruang bawah tanah (basement) Jalan Sulawesi. Fasilitas parkir yang sedang dikerjakan ini mengambil lokasi pada badan Jalan Sulawesi, sebelah timur pelataran parkir Pasar Badung.
Pekerjaan fasilitas parkir ini pelaksanaanya bersamaan dengan proyek pedestrian di Jalan Gajah Mada. Jalan Gajah Mada ditutup untuk kendaraan roda empat yang datang dari Jalan Thamrin. Sedangkan Jalan Sulawesi yang semula ditutup untuk kendaraan roda empat yang berasal dari Jalan Gajah Mada, akhirnya ditutup penuh menyusul terjadinya musibah yang menewaskan dua orang pekerja. Kendaraan  yang tidak dapat masuk ke Jalan Sulawesi terpaksa lurus ke timur. Akibat pelaksanaan kedua proyek inilah yang menyebabkan arus lalu lintas di Jalan Gajah Mada menjadi macet. Masyarakat dihimbau untuk mencari jalan alternatif.
Kalau dilihat dari arah arus lalu lintas, ruas jalan yang mensuplai kendaraan yang parkir di Pasar Badung hanya Jalan Gajah Mada. Dimana, Jalan Gajah Mada menerima arus lalu lintas yang datang dari Jalan Thamrin, Jalan Sutomo dan Jalan Gunung Kawi. Volume arus lalu lintas ini kemudian terbagi, ada yang masuk ke pertokoan Kumbasari, membelok ke kiri ke Jalan Kartini, lurus terus ke Timur, membelok ke kanan Jalan Sulawesi, dan sisanya parkir di Pasar Badung.
Pasar Badung sebagai pasar tradisional yang terletak di tengah-tengah pusat Kota Denpasar akan selalu menjadi tujuan perjalanan sehingga dapat menarik perjalanan (trip atraction) bagi para pedagang, pemasok, dan pengunjung yang berbelanja. Kapasitas ruang parkir yang ada sekarang tidak dapat memenuhi kebutuhan parkir pedagang dan pengunjung. Itulah yang menjadi alasan perlunya dibangun lagi fasilitas parkir.
Ruas Jalan Gajah Mada mengalami kemacetan akibat kendaraan roda empat yang bergerak pelan (bahkan terhenti) menunggu proses parkir di area parkir Pasar Badung. Proses kendaraan parkir meliputi beberapa tahap, yaitu kendaraan mulai masuk ke area parkir, bermanuver mencari ruang parkir, penumpang turun dari kendaraan menuju ke tempat tujuan, penumpang berjalan menuju kendaraan, dan bermanuver untuk keluar dari area parkir.
Kendaraan yang baru datang harus menunggu/berhenti ketika ada kendaraan yang akan masuk ke petak parkir. Demikian juga harus menunggu kendaraan yang keluar dari petak parkirnya. Bila okupansi (tingkat isian) area parkir rendah, proses parkir tidak akan memerlukan waktu yang lama. Masalahnya volume kendaraan banyak sementara lahan parkir terbatas, okupansi tinggi, proses parkir jadi lama, dampaknya sampai keluar, yaitu ke Jalan Gajah Mada.
Bagi pengendara yang tidak dapat masuk, akhirnya parkir di pinggir Jalan Gajah Mada (depan pelataran pasar). Parkir seperti ini (on street parking) semestinya ditindak tegas, jelas-jelas mengurangi kapasitas badan jalan. Bagi pengendara sendiri on street parking memang menguntungkan, karena merupakan tempat yang gampang untuk parkir, dapat dijadikan bongkar muat barang, dan dapat juga dipakai sebagai service darurat kendaraannya. Parkir di pinggir jalan sebenarnya hanya dibolehkan pada kelas jalan kolektor dan lokal, itupun dengan catatan harus memperhatikan kondisi jalan, kondisi lalu lintas, lingkungan, kesehatan, ketertiban, dan kelancaran.
Sementara parkir di luar badan jalan (off street parking) seperti yang telah dan akan dibangun tidak mengurangi kapasitas jalan. Selain itu pengelolaan dapat dilimpahkan kepada pihak swasta. On street parkir biasanya berada di pusat-pusat kota, dapat dibuat di pelataran, dibawah bangunan ataupun di atas bangunan. Dan untuk menyejukkan pemandangan biasanya dihiasi dengan tanaman sehingga berupa taman parkir.
Pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal perparkiran antara lain: pemakai kendaraan pribadi, pemilik toko, angkutan umum, kendaraan emergensi, komuter, petugas parkir, polisi, traffic engineer, dan pemerintah/investor. Semuanya memiliki keterlibatan dengan kepentingan yang berbeda-beda pula.
Pemakai kendaraan pribadi memiliki kepentingan seperti agar bebas dan nyaman dalam memarkir kendaraan. Tidak ada kendaraan lain yang menghalangi jalan keluar kendaraan ketika akan keluar dari petak parkir. Tidak menunggu lama kendaraan yang masuk dan keluar pada petak-petak parkir. Dan, tentu tarif parkir tidak terlalu mahal.
Bagi pemilik toko mengharapkan agar kendaraannya dapat parkir sedekat mungkin, dapat melakukan bongkar muat barang dalam waktu yang tidak lama. Sebab kalau jarak toko dengan kendaraan yang parkir jauh, perlu biaya lagi untuk pengangkutan barang. Pemilik toko juga menginginkan pelanggannya dapat tempat parkir yang menyenangkan, sebagai bagian dari pelayanannya.
Sopir-sopir kendaraan umum menginginkan tempat parkir yang memudahkan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Tempat parkir yang strategis, mudah dilihat oleh calon penumpang, serta jarak antara penumpang turun dari kendaraan menuju pusat kegiatan dan sebaliknya tidak terlalu jauh.
Bagi kendaraan emergensi, seperti mobil polisi, ambulance, dan mobil pemadam kebakaran adalah mendapatkan tempat parkir yang memberikan pelayanan yang cepat serta tidak terganggu oleh kendaraan lainnya. Dalam keadaan darurat tempat parkir yang ditempati kendaraan  harus dikondisi sedemikian rupa sehingga pelayanan yang diberikan kendaraan ini semaksimal mungkin untuk mencegah keadaan yang lebih buruk.
Bagi petugas parkir, tentu menginginkan penghasilan yang memadai sebagai imbalan atas jerih payahnya berdiri, mengatur, dan bahkan terkadang berlari mengejar pengendara yang belum bayar. Hal yang sering menjengkelkan juru parkir adalah ketika memberhentikan kendaraan yang sedang melintas untuk memberikan kesempatan pada kendaraan yang keluar dari petak parkir. Kendaraan yang sedang melintas di jalan biasanya enggan mengurangi kecepatan tidak memberikan kesempatan.
Polisi memiliki kepentingan bagaimana parkir itu teratur dan kendaraan yang parkir aman. Teratur antara lain berarti pengendara mentaati rambu, seperti rambu dilarang berhenti dan rambu dilarang parkir. Ada perbedaan pengertian kendaraan menunggu, berhenti, dan parkir. Kendaraan menunggu, kalau mesin masih hidup dan pengendara/penumpang masih tinggal di dalam kendaraan. Kendaraan berhenti, dimana mesin sudah mati tapi pengendara/penumpang masih berada di dalam. Sedangkan kendaraan parkir, mesin sudah mati dan pengemudi serta penumpang sudah turun atau keluar kendaraan.
Petugas kepolisian dan pihak-pihak terkait lainnya harus tegas terhadap penegakan hukum. Jangan dibiarkan pelanggaran terhadap rambu dilarang berhenti atau rambu dilarang parkir. Contoh nyata yang sering dapat disaksikan seperti parkir di badan jalan (on street parking) di Jalan Gajah Mada dan di ruas-ruas jalan lainnya.
Bagi traffic engineer, tempat parkir yang ideal adalah yang memberikan S – D (supply – demand) yang efektif dan efisien. Efektif artinya parkir itu tepat guna, dan efisien artinya bahwa biaya parkir dapat ditekan seminimal mungkin.
Sedangkan bagi pemerintah/investor sudah tentu pembangunan fasilitas parkir merupakan investasi yang menyenangkan dan prosfektif. Retribusi parkir akan mengembalikan semua biaya investasi dan selanjutnya memberi keuntungan. Namun jagan lupa, retribusi parkir memang dapat menaikkan pendapatan daerah, tetapi apakah dapat menyelesaikan masalah transportasi Kota Denpasar? Bukankah penambahan fasilitas prasarana (jalan, parkir, dan sebagainya) hanya bersifat sementara?
Menurut data dari Dinas Pendapatan Provinsi Bali 2011, jumlah kendaraan di Kota Denpasar per 31 Desember 2011 sudah mencapai angka sebesar 691.693 kendaraan, yang terdiri dari 555.699 kendaraan roda dua dan 135.994 kendaraan roda empat. Sedangkan pertumbuhan penduduk mencapai 4% per tahun. Jumlah penduduk Denpasar menurut BPS 2010 sampai pada angka 788.445 jiwa. Jumlah kepemilikan kendaraan sebanding dengan peningkatan jumlah dan pendapatan penduduk. Dapat dibayangkan 10 – 20 tahun lagi berapa jumlah kendaraan pribadi.
Pemerintah Kota Denpasar sebaiknya sudah mulai memikirkan untuk mengatasi masalah transportasi di Denpasar dengan Traffic Demand Management (TDM), yaitu pengendalian permintaan/kebutuhan transportasi, seperti pembatasan penggunaan kendaraan pribadi. Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi dapat dilakukan antara lain: meningkatkan pajak penjualan, menghapus subsidi BBM, menerapkan electronic road pricing (ERP) pada ruas-ruas jalan tertentu, larangan melintas pada jalur-jalur tertentu, dan sebagainya. Sebagai penggantinya, pemerintah harus menanggung penyelenggaraan angkutan umum yang aman, nyaman, murah, cepat, dan menjangkau ke seluruh tempat.
Jadi pembangunan fasilitas parkir di basement Jalan Sulawesi ini masih menganut pola Traffic Supply Management (TSM), yaitu mengatasi masalah lalu lintas dengan menambah/memperluas lahan. TSM merupakan solusi jangka pendek, hanya akan memanjakan pengguna kendaraan pribadi dan merangsang peningkatan kepemilikan kendaraan. Jumlah kendaraan meningkat terus, maka fasilitas yang dibangunpun tidak mampu lagi menampung, demikian seterusnya. Saatnya pemerintah menerapkan TDM.

(Ida Bagus Wirahaji, 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar