Label

Sabtu, 02 Maret 2013

Kadar Aspal - Umur Pelayanan Jalan



HUBUNGAN KADAR ASPAL DENGAN UMUR PELAYANAN JALAN
PADA PERKERASAN LENTUR.
(Oleh: I.B. Wirahaji, S.T., S.Ag., M.Si)


ABSTRAK

Jalan merupakan barometer bagi kemajuan suatu bangsa. Jalan mempunyai fungsi yang sangat strategis pada berbagai sektor kehidupan manusia. Konstruksi perkerasan jalan harus mampu melayani segala beban lalu-lintas yang melewatinya. Kesalahan dalam pelaksanaan pekerjaan jalan memegang peranan yang sangat besar pengaruhnya terhadap umur pelayanan jalan. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain: pemilihan jenis aspal, pemilihan jenis agregat, penentuan kadar aspal campuran, gradasi agregat, suhu pencampuran dan pemadatan, passing pemadatan dan sebagainya. Kadar aspal sangat berpengaruh terhadap karakteristik campuran, seperti: Specific Gravity/Berat Jenis (SG), Voids in Mix (VIM), Voids in Mineral Aggregates (VMA), Voids Filled with Bitumen (VFB), Stability, Kelelehan Plastis (Flow), dan Marshall Qoutient (MQ). Masing-masing karakteristik mempunyai interval angka kadar aspal yang disyaratkan dalam spesifikasi teknis. Oleh sebab itu harus diupayakan mencari kadar aspal optimum sebagai nilai tengah dari rentang kadar minimum dan maksimum yang memenuhi semua persyaratan nilai karakteristik campuran perkerasan jalan.

Kata kunci: Kadar Aspal, Karakteristik Campuran, Umur Pelayanan.


Pendahuluan
Jalan merupakan prasarana yang sangat penting dalam menunjang pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Jalan mempunyai fungsi yang sangat strategis, sebagai prasarana sosial, budaya, ekonomi, politik, pertahanan dan kemanan. Sehingga kondisi jalan dan jaringan-jaringan jalan dapat dijadikan barometer tentang tingginya kebudayaan dan kemajuan ekonomi suatu bangsa. Soedarsono (1987:3), menyatakan hanya bangsa yang ingin maju saja yang menyadari akan arti pentingnya jalan pada khususnya dan perhubungan pada umumnya. Sebuah pepatah menyatakan: “ Bagaimana jalannya, demikian pulalah bangsanya”.
Dalam UU No. 23/2004, yang dimaksud dengan jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian-bagiannya, termasuk bangunan pelengkap, dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu-lintas, yang berada pada permukaan tanah, di bawah permukaan tanah, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel (DPU, 2009:3). Sedangkan definisi dari Perkerasan jalan menurut Saodang (2005:1), adalah bagian dari jalur lalu-lintas yang merupakan penampang struktur dalam kedudukan yang paling sentral dalam suatu badan jalan. Lalu-lintas langsung terkonsetrasi pada bagian ini, sehingga dapat dikatakan merupakan urat nadi suatu konstruksi jalan.
 Berpangkal dari pengertian di atas, apa pun jenis konstruksi perkerasannya, dia harus mampu memfasilitasi sejumlah pergerakan lalu-lintas dengan beragam jenis kendaraan dengan berbagai variasi beban angkutannya. Kendaraan pada posisi diam menimbulkan beban langsung (tegangan statis) pada perkerasan yang terkonsentrasi pada bidang kontak yang kecil antara roda dengan perkerasan. Ketika kendaraan bergerak, timbul tambahan tegangan dinamis, beban angin dan lain sebagainya.
Sampai sekarang teknologi perkerasan jalan menurut Sukirman (1995:4) terdiri dari 3 (tiga) macam, yaitu:
1.        Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), menggunakan aspal sebagai bahan pengikat.
2.        Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), menggunakan semen sebagai bahan pengikat, dengan atau tanpa baja tulangan.
3.        Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), kombinasi perkerasan kaku dengan perkerasan lentur.

Di Indonesia jenis perkerasan yang lebih banyak digunakan adalah konstruksi perkerasan lentur (flexible pavment), karena relatif lebih murah daripada rigid pavement. Disebut ‘lentur’ karena konstruksi ini mengijinkan terjadinya deformasi vertikal akibat beban lalu-lintas. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu-lintas ke tanah dasar (Wignall, 2008:77).
Gambar 01: Struktur Lapis Perkerasan Lentur.
Pada kenyataannya banyak ditemui kerusakan perkerasan jalan lebih awal dan tidak memenuhi umur rencana 20 tahun. Hal ini tidak dapat dilepaskan dengan kesalahan umum pada pelaksanaan jalan yang menjadi penyebab banyaknya kerusakan sebelum umur pelayanan dicapai. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain penentuan jenis aspal yang digunakan, kadar aspal, sifat agregat, gradasi agregat, pori/rongga dalam campuran, temperatur pencampuran dan pemadatan, passing pemadatan dan sebagainya.

Batasan Masalah
Aspal sebagai bahan pengikat agregat untuk perkerasan jalan di mana mutu dan jumlahnya mempunyai andil besar terhadap terjadinya kerusakan jalan. Tidak sesuainya kadar aspal dalam campuran dan tebal lapisan aspal (prime coat dan tack coat) dapat mengakibatkan kerusakan lapisan perkerasan lebih cepat.
Dalam tulisan ini dibatasi pada pengaruh kadar aspal dalam campuran AC-BC (Asphalt Concrete Binder Course) pada perkerasan lentur, dengan menggunakan Metode Marshall berdasarkan SNI-06-2489-1991. Grafik-grafik yang dianalisis adalah hasil pemeriksaan laboratorium di Base Camp PT. Damai Bangun Persada, Desa Banyubiru, Negara, pada Proyek Pemeliharaan Berkala Ruas Jalan Pekutatan - Negara tahun 2009. Material agregat yang digunakan Ex. Peh, dan bahan pengikat Aspal Keras (AC) pen 60/70.
Kadar aspal dalam campuran memiliki pengaruh besar pada karakteristik campuran. Dengan demikian penting untuk diketahui bagaimana hubungan kadar aspal dengan karakteristik campuran yang terdiri dari parameter, yaitu:
1.        Specific Gravity campuran (gram/ ) ?
2.        Voids in Mix / VIM (%) ?
3.        Voids in Mineral Agregate / VMA (%) ?
4.        Voids Filled Bitumen / VFB (%) ?
5.        Stability (kg) ?
6.        Flow (mm) ?
7.        Marshall Qoutient / MQ (kg/mm) ?

Kajian Pustaka
1.    Aspal
Aspal adalah campuran yang terdiri dari bitumen dan mineral. Bitumen adalah bahan yang berwarna coklat hingga hitam, berbentuk keras hingga cair, mempunyai sifat lekat yang baik, adhesiv, kedap air dan mudah dikerjakan. Aspal bersifat plastis yang dengan kelenturannya mudah diawasi untuk dicampur dengan agregat (Alamsyah, 2003:90).
Menurut Sukirman (2003:27), berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan atas: (1) Aspal Alam; (2) Aspal Minyak. Aspal Alam, yaitu aspal yang didapat di suatu tempat di alam dan dapat digunakan sebagaiana diperolehnya atau dengan pengolahan. Aspal Minyak adalah aspal yang merupakan residu pengilangan minyak bumi.
Aspal alam ada yang diperoleh di gunung-gunung, seperti aspal di P. Buton, dan ada yang diperoleh di danau, seperti di Trinidad. Aspal di Trinidad merupakan aspal alam yang terbesar di seluruh dunia (Trinidad Lake Asphalt).
Aspal Minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi. Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis asphaltic base crude oil, yang banyak mengandung aspal. Untuk perkerasan jalan umumnya digunakan aspal minyak jenis asphaltic base crude oil.

2.    Agregat
Agregat atau batuan adalah formasi kulit bumi yang keras dan solid, yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar atau pun berupa frgamen-fragmen (Sukirman. 1995:41). Kebanyakan agregat untuk konstruksi jalan diperoleh baik dari batu alam atau pun dari batu pecah melalui proses pemecahan / penghancuran dengan stone crusher.
Menurut Wignall (2004:170), batuan alam diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu: (1) Batuan beku dari gunung, terbentuk dari proses pembekuan magma; (2) Batuan Sedimen, terbentuk dari campuran partikel mineral, sisa-sisa hewan dan tanaman; (3) Batuan Metamorf, terbentuk dari batuan beku atau batuan sedimen yang mengalami perubahan bentuk akibat tekanan, perubahan temperatur kulit bumi.
Agregat merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan. Berdasarkan beratnya, perkerasan mengandung  90 - 95 % agregat. Berdasarkan volumenya, perkerasan mengandung 75 - 85% agregat. Dengan demikian daya dukung, keawetan, perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain.

3.    Beberapa Difinisi
a.    Specific Gravity (SG), adalah rasio antara berat agregat dengan volume campuran. Terdapat 3 jenis SG agregat dalam campuran tergantung sifat penetrasi aspal ke dalam agregat, yaitu:
·         Bulk SG, dengan asumsi: aspal hanya menyelimuti agregat dipermukaan saja, tidak meresap ke bagian yang permeable.
·         Apperent SG, dengan asumsi: aspal meresap ke dalam agregat dengan tingkat resapan sama dengan air.
·         Effective SG,  dengan asumsi aspal meresap ke dalam agregat dengan tingkat resapan lebih rendah dari pada air.
b.    Voids in Mix (VIM), adalah volume pori/rongga di antara partikel agregat yang diselimuti aspal dalam campuran yang telah dipadatkan, yang dinyatakan dalam (%) terhadap volume total campuran.
c.    Voids in Mineral Aggregates (VMA), adalah volume pori di antara partikel agregat dalam campuran yang telah dipadatkan, termasuk pori yang terisi oleh aspal, yang dinyatakan dalam (%) terhadap volume total campuran.
Gambar 02: Ilustrasi pengertian VIM dan VMA (Sukirman, 2003:86)

d.   Voids Filled with Bitumen (VFB), adalah volume pori di antara partikel-partikel agregat yang terisi aspal dalam campuran padat, yang dinyatakan dalam (%) terhadap volume total campuran.
e.    Stability, adalah ketahanan perkerasan menahan deformasi karena beban lalu-lintas. Stabilitas dinyatakan dalam (kg) (The Asphalt Institute, 1983).
f.     Flow, adalah angka yang menunjukkan besarnya penurunan vertikal pada benda uji, yang dinyatakan dalam mm atau 0,01” (The Asphalt Institute, 1983).
g.    Marshall Qoutient (MQ), adalah angka yang menyatakan tingkat kelenturan (flexibilty) suatu campuran. MQ merupakan hasil bagi stability terhadap flow, yang dinyatakan dalam (kN/mm).
h.    Kadar Aspal Optimum, adalah kadar aspal yang memberikan hasil yang memenuhi spesifikasi dari keseluruhan nilai karakteristik yang ada.


Analisis
A.      Hubungan Kadar Aspal dengan Specific Gravity (SG)
Specific Gravity (SG) merupakan sifat agregat yang penting, yang dapat dipergunakan untuk menghitung parameter perencanaan campuran aspal, seperti SG mix, porositas, VMA, dan VFB. Grafik 01 menggambarkan contoh hubungan kadar aspal dengan SG mix. Dari grafik ini dapat dibaca bahwa semakin tinggi kadar aspal semakin tinggi nilai SG mix. Ini berarti campuran ini masih banyak mengandung pori/rongga, sehingga penambahan aspal akan menambah berat campuran dalam volume yang sama.
Grafik 01: Hubungan Kadar Aspal dengan SG mix.




B.       Hubungan Kadar Aspal dengan VIM
Masalah di lapangan yang sering terjadi, kadar rongga akhir selalu tinggi atau pada saat pemadatan selesai. VIM dicapai lebih besar dari 6%. Akibat yang terjadi adalah munculnya retak dini, pelepasan butir, dan pengelupasan. VIM dapat manjadi indikator durability dan kemungkinan bleeding.
Dari Grafik 02. dapat dilihat bahwa penambahan penambahan kadar aspal menyebabkan rongga dalam campuran mengecil, hal ini disebabkan aspal mampu mengisi lebih banyak rongga-rongga yang ada sehingga campuran menjadi lebih rapat atau rongga menjadi makin kecil dan makin sedikit. DPU 2008 (VI-41) menginjinkan nilai VIM 3,5 - 5,5%.
Grafik 02: Hubungan Kadar Aspal dengan VIM.
Campuran yang mengalami pemadatan karena lalu-lintas berat di mana VIM dicapai kurang dari 3,5% akan mengakibatkan alur plastis dan jembul. Nilai VIM lebih dari 5,5 % mengakibatkan campuran tidak kedap air. Di damping itu, kadar aspal menjadi tinggi dapat pula disebabkan oleh fasilitas pencampuran yang kurang baik, atau adanya sejumlah bahan filler lolos Saringan No.200 yang tinggi.
Garis VIM std adalah hasil yang diperoleh dengan Metode Marshall, yaitu 75 kali tumbukan tiap sisinya. Garis VIM PRD adalah hasil yang diperoleh dari pemadatan PRD, di mana prosedurnya sama dengan Metode Marshall hanya saja jumlah tumbukan 400 kali untuk mould  yang berdiameter 4” dan 600 kali tumbukan untuk mould yang berdiameter 6” pada tiap sisinya.

C.       Hubungan Kadar Aspal dengan VMA
Dari Grafik 03. Dapat dilihat bahwa penambahan kadar aspal menyebabkan VMA semakin menurun. DPU 2008 (VI-41) memberikan prosentase minimum sebesar 14%. Dari grafik hasil percobaan ini menunjukkan garis hubungan tidak mempunyai nilai minimum tetapi berada di atas batas minimum, maka perlu ditambahkan kadar aspal pada benda uji.
Rongga minimum dalam agregat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya kekurangan aspal dalam campuran yang mengakibatkan butiran dalam campuran lepas, campuran retak (crack), sehingga umur layanan menkadi lebih pendek. VMA juga dapat dijadikan indikator terhadap durability campuran.
Grafik 03: Hubungan Kadar Aspal dengan VMA

Nilai VMA dapat ditambah dengan menyediakan rongga yang cukup untuk aspal dan VIM, yaitu dengan mengatur gradasi agregat. Penambahan proporsi agregat kasar atau halus dan pengurangan bahan pengisi / filler mengaikibatkan volume rongga semakin besar.

D.      Hubungan Kadar Aspal dengan VFB
VFB adalah bagian dari VMA yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang terabsorbsi oleh masing-masing butir agregat (Sukirman, 2003:89). Dengan demikian, aspal VFB adalah aspal yang berfungsi untuk menyelimuti butir-butir agregat dalam campuran padat. VFB inilah menjadi film atau selimut aspal, yang menjadi indikator tentang durability campuran.
Dari grafik 04. dapat dilihat bahwa peningkatan kadar aspal dalam campuran menyebabkan rongga-rongga dalam campuran semakin banyak terisi aspal. Hal ini menunjukkan tidak adanya halangan bagi aspal dalam mengisi rongga-rongga yang ada.
DPU 2008 (VI-41) memberikan toleransi minimum VFB sebesar 63%. Nilai minimum ini untuk mencegah terjadinya keausan lapisan perkerasan jalan.

Grafik 04. Hubungan Kadar Aspal dengan VFB
VFB membatasi level maksimum  VMA, sekaligus membatasi level maksimum penambahan kadar aspal VFB juga membatasi rongga udara untuk campuran yang mendekati kriteria VMA. Kriteria dari VFB membantu agar campuran tidak mudah rutting terhadap beban lalu-lintas berat.

E.       Hubungan Kadar Aspal dengan Stability
Dari Grafik 05. dapat dilihat penambahan kadar aspal menaikkan nilai stabilitas. Ini menunjukkan bahwa dengan bertambahnya aspal menyebabkan penguncian antar partikel agregat dan daya ikat aspal terhadap agregat menjadi lebih kuat, juga daya adhesi dan kohesi dari aspal menjadi lebih baik.
Penambahan kadar aspal yang terus menerus tidaklah menyebabkan nilai stabilitas semakin tinggi, karena sudah tidak efektif lagi. Kadar aspal yang terlalu tinggi menyebabkan aspal tidak dapat menyelimuti agregat dengan baik. Aspal yang berlebihan tidak mampu lagi diserap oleh rongga dalam campuran, apabila ada beban lalu-lintas yang menambah pemadatan lapisan, mengakibatkan aspal meleleh keluar, yang disebut bleeding.

Grafik 05. Hubungan Kadar Aspal dengan Stabilitas.

DPU 2008 (VI-41) memberikan batasan stabilitas minimum sebesar 800 kg. Dari grafik dapat dilihat pada kadar aspal 6% stabilitas mencapai nilai tertinggi. Penambahan kadar aspal yang melampui 6% sudah menunjukkan penurunan nilai stabilitas. Stabilitas yang terlalu tinggi menyebabkan perkerasan mudah retak dan bila terlalu rendah mudah terjadi deformasi.

F.        Hubungan Kadar Aspal dengan Flow
Kelelehan plastis (flow) merupakan indikator terhadap lentur. Pada Grafik 06. diperlihatkan  bahwa dengan penambahan kadar aspal mengakibatkan bertambahnya nilai kelelehan plastis (flow). Hal ini disebabkan karena bertambahnya aspal yang mengisi rongga sehingga volume rongga semakin kecil.
Rongga terisi aspal yang semakin membesar membuat rentang kelelehan aspal makin besar, sehingga benda uji lebih mampu mengikuti perubahan bentuk sampai benda uji tersebut hancur karena pembebanan.
Grafik 06: Hubungan Kadar Aspal dengan Flow.

DPU 2008 (VI-41) memberikan batasan minimum untuk flow sebesar 3 mm. Flow dibutuhkan agar perkerasan mempunyai daerah mulur akibat pembebanan. Pada saat terjadi pembebanan campuran mulur / memanjang untuk mengikuti pembebanan agar perkerasan tidak retak.
Dalam grafik diperlihatkan, semakin kecil kadar aspal semakin kecil pula nilai flow. Itu berarti perkerasan mudah retak. Tetapi besarnya flow juga dibatasi untuk mencegah terjadi gelombang dan alur pada perkerasan, sehingga perkerasan memberikan kenyamanan dan keamanan berlalu-lintas.

G.      Hubungan Kadar Aspal dengan MQ
Nilai MQ merupakan pendekatan terhadap kekakuan dan kelenturan dari suatu lapis perkerasan. Bila campuran mempunyai nilai MQ yang tinggi berarti campuran itu kaku atau fleksibilitasnya rendah.
Pada grafik 07. dapat dilihat pada kadar aspal 5,5% MQ mencapai nilai maksimum, dan menurun dengan penambahan kadar aspal. DPU 2008 (VI-41) memberi batasan minimum 250 kg/mm. Dengan demikian MQ dapat dijadikan indikator terhadap kelenturan (flexibility) yang potensial terhadap keratakan.
Grafik 07: Hubungan Kadar Aspal dengan MQ

H.      Penentuan Kadar Aspal Optimum
Oleh karena rentang kadar aspal dari masing-masing parameter berbeda-beda, maka perlu diupayakan untuk mencari kadar aspal yang memenuhi semua persyaratan dari parameter di atas, yang disebut dengan kadar aspal optimum. Kadar aspal optimum ditentukan sebagai nilai tengah dari rentang kadar minimum dan maksimum yang memenuhi semua persyaratan nilai karakteristik campuran perkerasan jalan. Pada grafik 08. Dalam contoh ini, interval yang memenuhi syarat 5,2% - 5,8%, sehingga didapat nilai kadar apal optimum adalah sebesar 5,5%.
Grafik 08: Penentuan Kadar Aspal Optimum.



Simpulan
Dari hasil analisis grafik-grafik di atas dapat disimpulkan pengaruh kadar aspal terhadap karakteristik campuran, yaitu:
1.      Spesific Grafity (SG) akan bertambah dengan bertambahnya kadar aspal sampai pada batas maksimum kemudian nilainya menurun.
2.      Voids in Mix (VIM) menurun secara konsisten dengan bertambahnya kadar aspal.
3.      Voids in Mineral Agregates (VMA) umumnya menurun kemudian bertambah dengan bertambahnya kadar aspal.
4.      Voids Filled with Bitumen (VFB) secara konsisten bertambah dengan bertambahnya kadar aspal.
5.      Stabilitas bertambah dengan bertambahnya kadar aspal sampai batas maksimum kemudian menurun.
6.      Secara konsisten flow naik dengan bertambahnya kadar aspal.
7.      Marshall Qoutient (MQ) bertambah dengan bertambahnya kadar aspal sampai pada batas maksimum kemudian menurun.

Kadar aspal sangat besar pengaruhnya terhadap karakteristik campuran. Oleh sebab itu harus diupayakan secara seksama agar diperoleh kadar aspal optimum. Pada contoh grafik-grafik diatas diperoleh kadar aspal optimum sebesar 5,5%. Campuran pada kadar aspal optimum memungkinkan perkerasan memberikan pelayanan sesuai dengan umur rencana pelayanan yang pada umumnya dicanangkan selama 20 tahun.






------------------------------------



I.      
DAFTAR PUSTAKA



Alamsyah, Alik Ansyori. 2003. Rekayasa Jalan Raya. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Direktorat Jendral Bina Marga. 2009. Job Mix Formula AC-BC Proyek Pemeliharaan Berkala Ruas Jalan Pekutatan Negara. Denpasar: Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Provinsi Bali.

Dinas Pekerjaan Umum (DPU). 2008. Spesifikasi Umum (Bab V). Denpasar: Dinas Pekerjaan Umum, Proyek Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Provinsi Bali.

Dinas Pekerjaan Umum (DPU). 2009. Penataan Infrastruktur Jalan. Makalah pada seminar Fakultas Teknik, Jurusan Sipil, 20 November 2009. Universitas Udayana.

Soedarsono, Djoko Untung. 1987. Konstruksi Jalan Raya. Jakarta: Badan Penerbit Pekerjaan Umum.

Saodang, Hamirhan. 2005. Konstruksi Jalan Raya - Perancangan Perkerasan Jalan Raya. Buku 2. Bandung: Nova.

Sukirman, Silvia. 1995. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung: Nova.

Sukirman, Silvia. 2003.  Beton Aspal - Campuran Panas. Edisi Pertama Jakarta: Granit.

The Asphalt Institute. 1983. Asphalt Technology and Construction Practices - Educational Series No. 1, Second Edition. Marayland.

Wignall, Arthur, dkk. 2004. Proyek Jalan - Teori dan Praktek. Edisi ke-empat. Penerjemah: Aloysius Tjan. Jakarta: Erlangga.








-----------------------------------

1 komentar: