HUBUNGAN
KADAR ASPAL DENGAN UMUR PELAYANAN JALAN
PADA
PERKERASAN LENTUR.
(Oleh:
I.B. Wirahaji, S.T., S.Ag., M.Si)
ABSTRAK
Jalan merupakan barometer bagi kemajuan
suatu bangsa. Jalan mempunyai fungsi yang sangat strategis pada berbagai sektor
kehidupan manusia. Konstruksi perkerasan jalan harus mampu melayani segala
beban lalu-lintas yang melewatinya. Kesalahan dalam pelaksanaan pekerjaan jalan
memegang peranan yang sangat besar pengaruhnya terhadap umur pelayanan jalan.
Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain: pemilihan jenis aspal, pemilihan
jenis agregat, penentuan kadar aspal campuran, gradasi agregat, suhu
pencampuran dan pemadatan, passing
pemadatan dan sebagainya. Kadar aspal sangat berpengaruh terhadap karakteristik
campuran, seperti: Specific Gravity/Berat
Jenis (SG), Voids in Mix (VIM), Voids in Mineral Aggregates (VMA), Voids Filled with Bitumen (VFB), Stability, Kelelehan Plastis (Flow), dan Marshall Qoutient (MQ). Masing-masing karakteristik mempunyai
interval angka kadar aspal yang disyaratkan dalam spesifikasi teknis. Oleh
sebab itu harus diupayakan mencari kadar aspal optimum sebagai nilai tengah
dari rentang kadar minimum dan maksimum yang memenuhi semua persyaratan nilai
karakteristik campuran perkerasan jalan.
Kata
kunci: Kadar Aspal, Karakteristik Campuran, Umur Pelayanan.
Pendahuluan
Jalan merupakan prasarana yang sangat
penting dalam menunjang pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Jalan mempunyai
fungsi yang sangat strategis, sebagai prasarana sosial, budaya, ekonomi,
politik, pertahanan dan kemanan. Sehingga kondisi jalan dan jaringan-jaringan
jalan dapat dijadikan barometer tentang tingginya kebudayaan dan kemajuan
ekonomi suatu bangsa. Soedarsono (1987:3), menyatakan hanya bangsa yang ingin
maju saja yang menyadari akan arti pentingnya jalan pada khususnya dan
perhubungan pada umumnya. Sebuah pepatah menyatakan: “ Bagaimana jalannya, demikian pulalah bangsanya”.
Dalam UU No. 23/2004, yang dimaksud
dengan jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala
bagian-bagiannya, termasuk bangunan pelengkap, dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu-lintas, yang berada pada permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan
lori dan jalan kabel (DPU, 2009:3). Sedangkan definisi dari Perkerasan
jalan menurut Saodang (2005:1), adalah bagian dari jalur lalu-lintas
yang merupakan penampang struktur dalam kedudukan yang paling sentral dalam
suatu badan jalan. Lalu-lintas langsung terkonsetrasi pada bagian ini, sehingga
dapat dikatakan merupakan urat nadi suatu konstruksi jalan.
Berpangkal
dari pengertian di atas, apa pun jenis konstruksi perkerasannya, dia harus mampu
memfasilitasi sejumlah pergerakan lalu-lintas dengan beragam jenis kendaraan
dengan berbagai variasi beban angkutannya. Kendaraan pada posisi diam
menimbulkan beban langsung (tegangan statis) pada perkerasan yang terkonsentrasi
pada bidang kontak yang kecil antara roda dengan perkerasan. Ketika kendaraan
bergerak, timbul tambahan tegangan dinamis, beban angin dan lain sebagainya.
Sampai sekarang teknologi perkerasan
jalan menurut Sukirman (1995:4) terdiri dari 3 (tiga) macam, yaitu:
1.
Konstruksi
perkerasan lentur (flexible pavement),
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat.
2.
Konstruksi
perkerasan kaku (rigid pavement),
menggunakan semen sebagai bahan pengikat, dengan atau tanpa baja tulangan.
3.
Konstruksi
perkerasan komposit (composite pavement),
kombinasi perkerasan kaku dengan perkerasan lentur.
Di Indonesia jenis perkerasan yang lebih
banyak digunakan adalah konstruksi perkerasan lentur (flexible pavment), karena relatif lebih murah daripada rigid pavement. Disebut ‘lentur’ karena
konstruksi ini mengijinkan terjadinya deformasi vertikal akibat beban
lalu-lintas. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan
beban lalu-lintas ke tanah dasar (Wignall, 2008:77).
Gambar 01: Struktur Lapis Perkerasan Lentur.
Pada kenyataannya banyak ditemui
kerusakan perkerasan jalan lebih awal dan tidak memenuhi umur rencana 20 tahun.
Hal ini tidak dapat dilepaskan dengan kesalahan umum pada pelaksanaan jalan
yang menjadi penyebab banyaknya kerusakan sebelum umur pelayanan dicapai.
Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain penentuan jenis aspal yang digunakan,
kadar aspal, sifat agregat, gradasi agregat, pori/rongga dalam campuran,
temperatur pencampuran dan pemadatan, passing
pemadatan dan sebagainya.
Batasan Masalah
Aspal sebagai bahan pengikat agregat
untuk perkerasan jalan di mana mutu dan jumlahnya mempunyai andil besar
terhadap terjadinya kerusakan jalan. Tidak sesuainya kadar aspal dalam campuran
dan tebal lapisan aspal (prime coat
dan tack coat) dapat mengakibatkan kerusakan
lapisan perkerasan lebih cepat.
Dalam tulisan ini dibatasi pada pengaruh
kadar aspal dalam campuran AC-BC (Asphalt
Concrete Binder Course) pada perkerasan lentur, dengan menggunakan Metode
Marshall berdasarkan SNI-06-2489-1991. Grafik-grafik yang dianalisis adalah
hasil pemeriksaan laboratorium di Base Camp PT. Damai Bangun Persada, Desa
Banyubiru, Negara, pada Proyek Pemeliharaan Berkala Ruas Jalan Pekutatan -
Negara tahun 2009. Material agregat yang digunakan Ex. Peh, dan bahan pengikat
Aspal Keras (AC) pen 60/70.
Kadar aspal dalam campuran memiliki
pengaruh besar pada karakteristik campuran. Dengan demikian penting untuk
diketahui bagaimana hubungan kadar aspal dengan karakteristik campuran yang
terdiri dari parameter, yaitu:
1.
Specific Gravity campuran (gram/
)
?
2.
Voids in Mix / VIM (%) ?
3.
Voids in Mineral
Agregate
/ VMA (%) ?
4.
Voids Filled
Bitumen
/ VFB (%) ?
5.
Stability (kg) ?
6.
Flow (mm) ?
7.
Marshall
Qoutient / MQ (kg/mm)
?
Kajian Pustaka
1.
Aspal
Aspal adalah campuran yang terdiri dari bitumen dan mineral. Bitumen adalah bahan yang berwarna coklat hingga hitam,
berbentuk keras hingga cair, mempunyai sifat lekat yang baik, adhesiv, kedap
air dan mudah dikerjakan. Aspal bersifat plastis yang dengan kelenturannya
mudah diawasi untuk dicampur dengan agregat (Alamsyah, 2003:90).
Menurut Sukirman (2003:27), berdasarkan
tempat diperolehnya, aspal dibedakan atas: (1) Aspal Alam; (2) Aspal Minyak.
Aspal Alam, yaitu aspal yang didapat di suatu tempat di alam dan dapat
digunakan sebagaiana diperolehnya atau dengan pengolahan. Aspal Minyak adalah
aspal yang merupakan residu pengilangan minyak bumi.
Aspal alam ada yang diperoleh di
gunung-gunung, seperti aspal di P. Buton, dan ada yang diperoleh di danau,
seperti di Trinidad. Aspal di Trinidad merupakan aspal alam yang terbesar di
seluruh dunia (Trinidad Lake Asphalt).
Aspal Minyak adalah aspal yang merupakan
residu destilasi minyak bumi. Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu
jenis asphaltic base crude oil, yang
banyak mengandung aspal. Untuk perkerasan jalan umumnya digunakan aspal minyak
jenis asphaltic base crude oil.
2.
Agregat
Agregat
atau batuan adalah formasi kulit bumi yang keras dan solid, yang terdiri dari
mineral padat, berupa masa berukuran besar atau pun berupa frgamen-fragmen
(Sukirman. 1995:41). Kebanyakan agregat untuk konstruksi jalan diperoleh baik
dari batu alam atau pun dari batu pecah melalui proses pemecahan / penghancuran
dengan stone crusher.
Menurut
Wignall (2004:170), batuan alam diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok,
yaitu: (1) Batuan beku dari gunung,
terbentuk dari proses pembekuan magma; (2) Batuan
Sedimen, terbentuk dari campuran partikel mineral, sisa-sisa hewan dan
tanaman; (3) Batuan Metamorf,
terbentuk dari batuan beku atau batuan sedimen yang mengalami perubahan bentuk
akibat tekanan, perubahan temperatur kulit bumi.
Agregat
merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan. Berdasarkan beratnya,
perkerasan mengandung 90 - 95 % agregat.
Berdasarkan volumenya, perkerasan mengandung 75 - 85% agregat. Dengan demikian
daya dukung, keawetan, perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan
hasil campuran agregat dengan material lain.
3.
Beberapa
Difinisi
a.
Specific Gravity (SG), adalah
rasio antara berat agregat dengan volume campuran. Terdapat 3 jenis SG agregat
dalam campuran tergantung sifat penetrasi aspal ke dalam agregat, yaitu:
·
Bulk SG, dengan
asumsi: aspal hanya menyelimuti agregat dipermukaan saja, tidak meresap ke
bagian yang permeable.
·
Apperent SG, dengan
asumsi: aspal meresap ke dalam agregat dengan tingkat resapan sama dengan air.
·
Effective SG, dengan asumsi aspal meresap ke dalam agregat
dengan tingkat resapan lebih rendah dari pada air.
b.
Voids in Mix (VIM), adalah volume
pori/rongga di antara partikel agregat yang diselimuti aspal dalam campuran
yang telah dipadatkan, yang dinyatakan dalam (%) terhadap volume total
campuran.
c.
Voids in Mineral Aggregates (VMA), adalah volume pori di
antara partikel agregat dalam campuran yang telah dipadatkan, termasuk pori
yang terisi oleh aspal, yang dinyatakan dalam (%) terhadap volume total
campuran.
Gambar
02: Ilustrasi pengertian VIM dan VMA (Sukirman, 2003:86)
d.
Voids Filled with
Bitumen
(VFB), adalah volume pori di antara partikel-partikel agregat yang terisi aspal
dalam campuran padat, yang dinyatakan dalam (%) terhadap volume total campuran.
e.
Stability, adalah
ketahanan perkerasan menahan deformasi karena beban lalu-lintas. Stabilitas
dinyatakan dalam (kg) (The Asphalt Institute, 1983).
f.
Flow, adalah angka
yang menunjukkan besarnya penurunan vertikal pada benda uji, yang dinyatakan
dalam mm atau 0,01” (The Asphalt Institute, 1983).
g.
Marshall Qoutient (MQ), adalah
angka yang menyatakan tingkat kelenturan (flexibilty)
suatu campuran. MQ merupakan hasil bagi stability
terhadap flow, yang dinyatakan dalam
(kN/mm).
h.
Kadar
Aspal Optimum, adalah kadar aspal yang memberikan hasil yang memenuhi
spesifikasi dari keseluruhan nilai karakteristik yang ada.
Analisis
A.
Hubungan
Kadar Aspal dengan Specific Gravity
(SG)
Specific Gravity (SG) merupakan
sifat agregat yang penting, yang dapat dipergunakan untuk menghitung parameter
perencanaan campuran aspal, seperti SG mix, porositas, VMA, dan VFB. Grafik 01
menggambarkan contoh hubungan kadar aspal dengan SG mix. Dari grafik ini dapat
dibaca bahwa semakin tinggi kadar aspal semakin tinggi nilai SG mix. Ini
berarti campuran ini masih banyak mengandung pori/rongga, sehingga penambahan
aspal akan menambah berat campuran dalam volume yang sama.
Grafik
01: Hubungan Kadar Aspal dengan SG mix.
B.
Hubungan
Kadar Aspal dengan VIM
Masalah
di lapangan yang sering terjadi, kadar rongga akhir selalu tinggi atau pada
saat pemadatan selesai. VIM dicapai lebih besar dari 6%. Akibat yang terjadi
adalah munculnya retak dini, pelepasan butir, dan pengelupasan. VIM dapat
manjadi indikator durability dan
kemungkinan bleeding.
Dari
Grafik 02. dapat dilihat bahwa penambahan penambahan kadar aspal menyebabkan
rongga dalam campuran mengecil, hal ini disebabkan aspal mampu mengisi lebih
banyak rongga-rongga yang ada sehingga campuran menjadi lebih rapat atau rongga
menjadi makin kecil dan makin sedikit. DPU 2008 (VI-41) menginjinkan nilai VIM
3,5 - 5,5%.
Grafik
02: Hubungan Kadar Aspal dengan VIM.
Campuran
yang mengalami pemadatan karena lalu-lintas berat di mana VIM dicapai kurang
dari 3,5% akan mengakibatkan alur plastis dan jembul. Nilai VIM lebih dari 5,5
% mengakibatkan campuran tidak kedap air. Di damping itu, kadar aspal menjadi
tinggi dapat pula disebabkan oleh fasilitas pencampuran yang kurang baik, atau
adanya sejumlah bahan filler lolos
Saringan No.200 yang tinggi.
Garis
VIM std adalah hasil yang diperoleh dengan Metode Marshall, yaitu 75 kali
tumbukan tiap sisinya. Garis VIM PRD adalah hasil yang diperoleh dari pemadatan
PRD, di mana prosedurnya sama dengan Metode Marshall hanya saja jumlah tumbukan
400 kali untuk mould yang berdiameter 4” dan 600 kali tumbukan
untuk mould yang berdiameter 6” pada
tiap sisinya.
C.
Hubungan
Kadar Aspal dengan VMA
Dari
Grafik 03. Dapat dilihat bahwa penambahan kadar aspal menyebabkan VMA semakin menurun.
DPU 2008 (VI-41) memberikan prosentase minimum sebesar 14%. Dari grafik hasil
percobaan ini menunjukkan garis hubungan tidak mempunyai nilai minimum tetapi
berada di atas batas minimum, maka perlu ditambahkan kadar aspal pada benda
uji.
Rongga
minimum dalam agregat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya kekurangan aspal
dalam campuran yang mengakibatkan butiran dalam campuran lepas, campuran retak
(crack), sehingga umur layanan
menkadi lebih pendek. VMA juga dapat dijadikan indikator terhadap durability campuran.
Grafik
03: Hubungan Kadar Aspal dengan VMA
Nilai
VMA dapat ditambah dengan menyediakan rongga yang cukup untuk aspal dan VIM,
yaitu dengan mengatur gradasi agregat. Penambahan proporsi agregat kasar atau
halus dan pengurangan bahan pengisi / filler mengaikibatkan volume rongga
semakin besar.
D.
Hubungan
Kadar Aspal dengan VFB
VFB
adalah bagian dari VMA yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang
terabsorbsi oleh masing-masing butir agregat (Sukirman, 2003:89). Dengan
demikian, aspal VFB adalah aspal yang berfungsi untuk menyelimuti butir-butir
agregat dalam campuran padat. VFB inilah menjadi film atau selimut aspal, yang menjadi indikator tentang durability campuran.
Dari
grafik 04. dapat dilihat bahwa peningkatan kadar aspal dalam campuran menyebabkan
rongga-rongga dalam campuran semakin banyak terisi aspal. Hal ini menunjukkan
tidak adanya halangan bagi aspal dalam mengisi rongga-rongga yang ada.
DPU
2008 (VI-41) memberikan toleransi minimum VFB sebesar 63%. Nilai minimum ini
untuk mencegah terjadinya keausan lapisan perkerasan jalan.
Grafik
04. Hubungan Kadar Aspal dengan VFB
VFB
membatasi level maksimum VMA, sekaligus
membatasi level maksimum penambahan kadar aspal VFB juga membatasi rongga udara
untuk campuran yang mendekati kriteria VMA. Kriteria dari VFB membantu agar
campuran tidak mudah rutting terhadap
beban lalu-lintas berat.
E.
Hubungan
Kadar Aspal dengan Stability
Dari
Grafik 05. dapat dilihat penambahan kadar aspal menaikkan nilai stabilitas. Ini
menunjukkan bahwa dengan bertambahnya aspal menyebabkan penguncian antar
partikel agregat dan daya ikat aspal terhadap agregat menjadi lebih kuat, juga
daya adhesi dan kohesi dari aspal menjadi lebih baik.
Penambahan
kadar aspal yang terus menerus tidaklah menyebabkan nilai stabilitas semakin
tinggi, karena sudah tidak efektif lagi. Kadar aspal yang terlalu tinggi
menyebabkan aspal tidak dapat menyelimuti agregat dengan baik. Aspal yang
berlebihan tidak mampu lagi diserap oleh rongga dalam campuran, apabila ada
beban lalu-lintas yang menambah pemadatan lapisan, mengakibatkan aspal meleleh
keluar, yang disebut bleeding.
Grafik
05. Hubungan Kadar Aspal dengan Stabilitas.
DPU
2008 (VI-41) memberikan batasan stabilitas minimum sebesar 800 kg. Dari grafik
dapat dilihat pada kadar aspal 6% stabilitas mencapai nilai tertinggi.
Penambahan kadar aspal yang melampui 6% sudah menunjukkan penurunan nilai
stabilitas. Stabilitas yang terlalu tinggi menyebabkan perkerasan mudah retak
dan bila terlalu rendah mudah terjadi deformasi.
F.
Hubungan
Kadar Aspal dengan Flow
Kelelehan
plastis (flow) merupakan indikator
terhadap lentur. Pada Grafik 06. diperlihatkan
bahwa dengan penambahan kadar aspal mengakibatkan bertambahnya nilai
kelelehan plastis (flow). Hal ini
disebabkan karena bertambahnya aspal yang mengisi rongga sehingga volume rongga
semakin kecil.
Rongga
terisi aspal yang semakin membesar membuat rentang kelelehan aspal makin besar,
sehingga benda uji lebih mampu mengikuti perubahan bentuk sampai benda uji
tersebut hancur karena pembebanan.
Grafik
06: Hubungan Kadar Aspal dengan Flow.
DPU
2008 (VI-41) memberikan batasan minimum untuk flow sebesar 3 mm. Flow dibutuhkan agar perkerasan
mempunyai daerah mulur akibat pembebanan. Pada saat terjadi pembebanan campuran
mulur / memanjang untuk mengikuti pembebanan agar perkerasan tidak retak.
Dalam
grafik diperlihatkan, semakin kecil kadar aspal semakin kecil pula nilai flow. Itu berarti perkerasan mudah
retak. Tetapi besarnya flow juga
dibatasi untuk mencegah terjadi gelombang dan alur pada perkerasan, sehingga
perkerasan memberikan kenyamanan dan keamanan berlalu-lintas.
G.
Hubungan
Kadar Aspal dengan MQ
Nilai
MQ merupakan pendekatan terhadap kekakuan dan kelenturan dari suatu lapis
perkerasan. Bila campuran mempunyai nilai MQ yang tinggi berarti campuran itu
kaku atau fleksibilitasnya rendah.
Pada
grafik 07. dapat dilihat pada kadar aspal 5,5% MQ mencapai nilai maksimum, dan
menurun dengan penambahan kadar aspal. DPU 2008 (VI-41) memberi batasan minimum
250 kg/mm. Dengan demikian MQ dapat dijadikan indikator terhadap kelenturan (flexibility) yang potensial terhadap
keratakan.
Grafik
07: Hubungan Kadar Aspal dengan MQ
H.
Penentuan
Kadar Aspal Optimum
Oleh
karena rentang kadar aspal dari masing-masing parameter berbeda-beda, maka
perlu diupayakan untuk mencari kadar aspal yang memenuhi semua persyaratan dari
parameter di atas, yang disebut dengan kadar aspal optimum. Kadar aspal optimum
ditentukan sebagai nilai tengah dari rentang kadar minimum dan maksimum yang
memenuhi semua persyaratan nilai karakteristik campuran perkerasan jalan. Pada
grafik 08. Dalam contoh ini, interval yang memenuhi syarat 5,2% - 5,8%,
sehingga didapat nilai kadar apal optimum adalah sebesar 5,5%.
Grafik
08: Penentuan Kadar Aspal Optimum.
Simpulan
Dari
hasil analisis grafik-grafik di atas dapat disimpulkan pengaruh kadar aspal
terhadap karakteristik campuran, yaitu:
1.
Spesific Grafity (SG) akan
bertambah dengan bertambahnya kadar aspal sampai pada batas maksimum kemudian
nilainya menurun.
2.
Voids in Mix (VIM) menurun
secara konsisten dengan bertambahnya kadar aspal.
3.
Voids in Mineral
Agregates
(VMA) umumnya menurun kemudian bertambah dengan bertambahnya kadar aspal.
4.
Voids Filled
with Bitumen
(VFB) secara konsisten bertambah dengan bertambahnya kadar aspal.
5.
Stabilitas
bertambah dengan bertambahnya kadar aspal sampai batas maksimum kemudian
menurun.
6.
Secara
konsisten flow naik dengan
bertambahnya kadar aspal.
7.
Marshall
Qoutient
(MQ) bertambah dengan bertambahnya kadar aspal sampai pada batas maksimum
kemudian menurun.
Kadar
aspal sangat besar pengaruhnya terhadap karakteristik campuran. Oleh sebab itu
harus diupayakan secara seksama agar diperoleh kadar aspal optimum. Pada contoh
grafik-grafik diatas diperoleh kadar aspal optimum sebesar 5,5%. Campuran pada kadar
aspal optimum memungkinkan perkerasan memberikan pelayanan sesuai dengan umur rencana
pelayanan yang pada umumnya dicanangkan selama 20 tahun.
------------------------------------
I.
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah,
Alik Ansyori. 2003. Rekayasa Jalan Raya.
Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Direktorat
Jendral Bina Marga. 2009. Job Mix Formula
AC-BC Proyek Pemeliharaan Berkala Ruas Jalan Pekutatan Negara. Denpasar:
Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Provinsi
Bali.
Dinas
Pekerjaan Umum (DPU). 2008. Spesifikasi
Umum (Bab V). Denpasar: Dinas Pekerjaan Umum, Proyek Pemeliharaan Jalan dan
Jembatan Provinsi Bali.
Dinas
Pekerjaan Umum (DPU). 2009. Penataan
Infrastruktur Jalan. Makalah pada seminar Fakultas Teknik, Jurusan Sipil,
20 November 2009. Universitas Udayana.
Soedarsono,
Djoko Untung. 1987. Konstruksi Jalan Raya.
Jakarta: Badan Penerbit Pekerjaan Umum.
Saodang,
Hamirhan. 2005. Konstruksi Jalan Raya -
Perancangan Perkerasan Jalan Raya. Buku 2. Bandung: Nova.
Sukirman,
Silvia. 1995. Perkerasan Lentur Jalan
Raya. Bandung: Nova.
Sukirman,
Silvia. 2003. Beton Aspal - Campuran Panas. Edisi Pertama Jakarta: Granit.
The
Asphalt Institute. 1983. Asphalt
Technology and Construction Practices - Educational Series No. 1, Second
Edition. Marayland.
Wignall,
Arthur, dkk. 2004. Proyek Jalan - Teori
dan Praktek. Edisi ke-empat. Penerjemah: Aloysius Tjan. Jakarta: Erlangga.
-----------------------------------
Pak bisa minta file pdf gak?
BalasHapus