FAKTOR
PENYEBAB DAN CARA PENANGANAN DISTORSI
PADA
PERMUKAAN JALAN PERKERASAN LENTUR
(Oleh:
I.B. Wirahaji, S.T., S.Ag., M.Si)
ABSTRAK
Jalan mempunyai fungsi yang sangat vital
dalam kehidupan masyarakat. Ketidak- lancaran lalu-lintas akibat kerusakan fisik
jalan dapat melumpuhkan perekonomian rakyat. Kerusakan jalan dapat
dikategorikan: ringan, sedang, dan berat. Penyebab kerusakan ada beberapa macam
sehingga jenis kerusakan menjadi beragam, seperti: retak-retak (cracks), distorsi (distorsion), cacat permukaan (disintegration),
pengausan (polished aggregate),
kegemukan (bleeding or flushing) dan
penurunan (settlement).
Struktur perkerasan lentur terdiri dari
lapisan-lapisan perkerasan yang menjadi satu kesatuan. Salah satu saja lapisan
tidak stabil dapat menyumbang kerusakan pada jalan tersebut. Kerusakan yang
menjadi penyakit umum pada jalan adalah distorsi (distorsion), yang disebabkan antara lain oleh: beban lalu-lintas
yang melebihi kapasitas, pengaruh air yang tidak dialirkan keluar, kualitas
bahan jalan, kondisi tanah dasar dan pemadatan yang tidak memenuhi kepadatan
minimum yang disyaratkan.
Distorsi dapat berupa: channels atau rutting (alur), corrugation
(keriting), shoving (sungkur), depression (amblas), dan upheavel (jembul). Beragamnya jenis distorsi
ini disebabkan karena faktor penyebabnya berbeda-beda. Faktor penyebab berbeda
membutuhkan cara penanganan yang berbeda pula.
Kata
kunci: Distorsi, faktor penyebab, cara penanganan.
Pendahuluan
Jalan raya merupakan prasarana
transportasi yang salah satu fungsinya sebagai penunjang perekonomian
masyarakat. Jalan mempunyai fungsi sebagai prasarana untuk melayani pergerakan
manusia atau pun barang dari tempat satu ke tempat lainnya secara aman, cepat,
dan ekonomis. Oleh karena itu kelancaran arus lalu-lintas sangat mendukung
kehidupan perekonomian masyarakat.
Ketidaklancaran arus lalu-lintas dapat
disebabkan selain karena volume lalu-lintas padat, juga dapat dikarenakan
banyak terjadinya kerusakan pada fisik ruas jalan itu sendiri. Kerusakan pada
fisik jalan mengakibatkan lumpuhnya perekonomian, meningkatnya biaya
transportasi, karena waktu perjalanan menjadi lebih lama, kerusakan kendaraan
akibat guncangan pada jalan berlubang, dan meningkatnya jumlah kecelakaan
lalu-lintas, khususnya kendaraan roda dua karena terjebak oleh kondisi jalan
rusak.
Sejumlah bagian jalan atau bahkan ruas
jalan banyak dijumpai dalam kondisi rusak dengan berbagai jenis dan
tingkatannya. Kerusakan-kerusakan tersebut dapat dikategorikan sebagai rusak
ringan, sedang, dan berat. Kerusakan-kerusakan itu harus dievaluasi mengenai
penyebab dan akibatnya untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Menurut Sukirman (1995:223), kerusakan
pada konstruksi perkeraan jalan dapat disebabkan oleh:
1.
Lalu-lintas,
berupa peningkatan beban dan repetisi beban.
2.
Air,
dari air hujan, di mana sistem drainase tidak baik menyebabkan air naik akibat
sifat kapilaritas. Indonesia beriklim tropis, di mana suhu udara dan curah
hujan umumnya tinggi.
3.
Material
konstruksi perkerasan. Pemakaian material di bawah standar atau sistim
pengolahannya yang kurang baik.
4.
Kondisi
tanah dasar (subgrade) yang tidak
stabil. Kemungkinan disebabkan oleh pelaksanaan (pemadatan) yang kurang baik,
atau memang sifat tanah dasar itu memang jelek.
5.
Proses
pemadatan lapisan di atas tanah dasar (lapisan pondasi) yang kurang baik,
sehingga tidak dicapai kepadatan minimum yang disyaratkan.
Adanya
beberapa macam faktor penyebab kerusakan menjadikan jenis kerusakan
beragam. Menurut Manual Pemeliharaan
Jalan No. 03/MN/B/1983 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga,
kerusakan jalan dapat dibedakan atas:
1.
Retak
(cracks)
2.
Distorsi
(distorsion)
3.
Cacat
permukaan (disintegration)
4.
Pengausan
(polished aggregate)
5.
Kegemukan
(bleeding or flushing)
6.
Penurunan
(settlement)
Batasan Masalah
Perkerasan
lentur yang terdiri dari berlapis-lapis perkerasan, mulai dari lapisan tanah
dasar (subgrade), lapisan pondasi
bawah (subbase course), lapisan
pondasi atas (base course), dan lapis
permukaan (surface course) merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Salah satu lapis saja yang tidak
stabil akan menyumbang kerusakan pada jalan, yang tampak pada lapisan
permukaan.
Dalam
tulisan ini kerusakan yang dibahas adalah distorsi pada lapisan permukaan.
Distorsi membuat pengemudi merasa tidak nyaman dalam berkendaraan. Distorsi
sering dijumpai terjadi secara dini setelah jalan itu dibuka atau setelah
diberi lapisan tambahan, sehingga menimbulkan pertanyaan:
1.
Bagaimana
distorsi itu dapat terjadi?
2.
Bagaimana
memperbaiki/menangani distorsi tersebut?
Landasan Teori
Prinsip
pembuatan jalan perkerasan lentur adalah mengakomodasi beban lalu-lintas sesuai
standar dengan meningkatkan kemampuan tanah dasar melalui lapis-lapis
konstruksi. Melalui lapis konstruksi tersebut diharapkan bahwa beban
terdistribusi secara merata pada setiap lapisnya, sehingga lapisan tanah dasar
menerima beban minimal sesuai dengan daya dukungnya (Agah: 2009).
Gambar
01: Struktur lapisan konstruksi perkerasan lentur (Soedarsono, 1987:7).
Lapisan
yang paling bawah adalah lapisan tanah dasar (subgrade). Tanah pada konstruksi jalan diperlukan untuk membentuk
badan jalan, berupa urugan. Menurut Alamsyah (2003:87-88), tanah yang terbaik
untuk material tanah dasar (subgrade)
adalah tanah borrow pit, karena
mempunyai karakteristik yang seragam pada daerah sekitarnya. Tanah yang
disarankan untuk digunakan sebagai material mempunyai daya dukung tanah dengan
nilai CBR rendaman (soaked) minimal
6%.
Lapisan
perkerasan pondasi bawah (subbase course)
meneruskan beban di atasnya dan selanjutnya menyebarkan tegangan yang terjadi
ke lapis tanah dasar. Lapisan ini menjaga efisiensi penggunaan material yang
relatif murah, untuk menghemat penggunaan material pada lapisan di atasnya.
Dewasa ini lapisan subbase course
lebih sering menggunakan Agregat Kelas B dengan ketentuan pada Tabel 01.
Lapisan
perkerasan pondasi atas (base course)
mendukung lapis permukaan (surface course)
dan beban-beban roda yang bekerja di atasnya dan menyebarkan tegangan yang
terjadi ke lapis pondasi bawah, kemudian ke lapis tanah dasar. Umumnya material
yang dipakai pada lapisan ini adalah Agregat Kelas A dengan persyaratan seperti
pada Tabel 01.
Tabel
01: Persyaratan bahan agregat untuk
Lapisan Pondasi Atas dan Bawah (Saodang, 2005:39)
Lapisan
permukaan (surface course) berfungsi
sebagai (1) penahan beban roda; (2) lapisan kedap air, untuk melindungi badan
jalan dari kerusakan akibat cuaca; dan (3) lapisan aus (wearing course). Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah
campuran bahan agregat dan aspal, dengan persyaratan bahan yang memenuhi
standar.
Menurut
Saodang (2005:45), penggunaan bahan aspal diperlukan sebagai bahan pengikat
agregat, kedap air, dan memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti
mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu-lintas. Umumnya bahan
yang dipakai untuk lapisan ini adalah LASTON (Lapis Aspal Beton), yang memiliki
persyaratan sesuai pada Tabel 02.
Tabel
02: Persyaratan campuran LASTON (Saodang, 2005:53).
Analisis
Distorsi
adalah perubahan bentuk dari bentuk aslinya karena suatu sebab, misalnya
kurangnya pemadatan, terlalu banyak agregat halus, terlalu banyak aspal
(Soejatin, 1999). Sebelum dilakukan perbaikan sewajarnya ditentukan dulu jenis
dan penyebab distorsi yang terjadi. Dengan demikian dapat ditentukan jenis
penanganannya yang tepat.
1.
Channels atau
Rutting
Channels atau
Rutting
adalah penurunan yang terjadi pada perkerasan aspal yang terletak pada bagian
yang sering dilewati oleh roda kendaraan. Penyebab terjadinya channels adalah konsolidasi atau gerakan
lateral satu atau lapis perkerasan bawah atau oleh pergeseran lapis permukaan
itu sendiri pada satu jalur.
Hal
ini dapat pula terjadi karena beban lalu-lintas pada perkerasan yang kurang
pemadatannya pada waktu pelaksanaan dan oleh pergerakan plastis dalam campuran
yang kurang stabilitasnya.
Gambar
02: Channels atau Rutting.
Cara
perbaikannya adalah meratakan perkerasan dengan hot mix dan disertai dengan overlay lapis tipis hot mix.
o
Batas
channels ditentukan dengan straight-edge kemudian disemprot tack coat.
o
Hot mix dihampar lalu
dipadatkan dengan Pneumatic Tire Roller
atau Steel Wheel Roller.
o
Dapat
juga di overlay dengan lapis tipis hot mix atau diberi sand seal, atau buras untuk mencegah peresapan air.
2.
Corrugation
Corrugation atau keriting
adalah bentuk dari pergerakan plastis yang menyebabkan permukaan bergelombang
yang terjadi pada posisi melintas pada jalan. Penyebab kerusakan ini adalah
rendahnya stbilitas campuran yang dapat berasal dari tingginya kadar aspal,
terlalu banyak agregat halus, agregat berbentuk bulat dan licin, atau aspal
yang dipakai berpenetrasi tinggi.
Gambar
03: Corrugation (keriting)
Jika
corrugation terjadi pada lapis tipis
permukaan surface treatment di atas
lapis pondasi agregat maka cara penanganannya adalah dengan menggaruk lapis
permukaan dan mencampur hasil bongkaran aspal tersebut dengan base lalu dipadatkan kembali sebelum
dilapis dengan lapis yang baru. Jika corrugation terjadi pada lapis permukaan
dengan tebal lebih dari 5 cm, maka penanganannya dengan memotong rata permukaan
yang bergelombang dengan alat heater-planner
lalu sealed dilapis dengan campuran
aspal.
3.
Shoving
Shoving atau sungkur
adalah deformasi plastis yang terjadi setempat, di tempat kendaraan sering
berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam. Kerusakan dapat terjadi dengan
atau tanpa retak.
Gambar
04: Shoving (sungkur)
Penyebab
kerusakan sama dengan yang terjadi pada corrugation.
Perbaikan dapat dilakukan dengan cara dibongkar dan dilapis kembali.
4.
Depression
Depression atau amblas
adalah penurunan setempat permukaan perkerasan dalam ukuran batas dengan atau
tanpa disertai retak. Penyebab amblas adalah akibat dari beban lalu-lintas yang
melebihi daya dukung perkerasan, oleh settlement
lapis perkerasan bagian bawah atau pelaksanaan pemadatan yang tidak memenuhi
kepadatan minimum.
Gambar
05: Depression (amblas).
Amblas
dapat ditangani dengan cara sebagai berikut:
o
Batas
daerah amblas ditentukan dengan menggunakan straight-edge.
o
Dibentuk
tepi yang vertikal dengan alat pavement
grider.
o
Daerah
amblas dibersihkan hingga minimal 30 cm di luar batas yang telah diberi tanda
dan disemprotkan tack coat.
o
Untuk
mengembalikan permukaan perkerasan pada elevasi semula, hampar campuran aspal
panas pada daerah amblas dan diperiksa kerataannya dengan stright-edge. Kemudian dipadatkan dengan vibratory plate compactor atau roller
o
Untuk
mencegah resapan air, permukaan yang ditambal lalu dilapis dengan sand seal.
5.
Upheavel
Upheavel atau jembul
terjadi karena mengembangnya subgrade
akibat air pada tanah yang expansive.
Cara perbaikan dengan metode deep
patching.
Gambar
06: Upheavel (jembul).
Simpulan
Distorsi
merupakan kerusakan yang sering terjadi dan menjadi penyakit umum pada jalan.
Distorsi dapat berupa terbentuknya alur (channels
atau rutting), keriting (corrugation), sungkur (shoving), amblas (depression), dan jembul (upheavel).
Penyebab distorsi bisa karena lemah tanah dasar, lapis pondasi atau lapis
permukaan itu sendiri.
Tanah
dasar tidak stabil bisa jadi pemadatannya kurang, atau jenis tanahnya yang
tidak baik untuk lapisan tanah dasar. Lapisan pondasi tidak stabil, bisa saja
sewaktu pemadatan tidak tercapai kepadatan minimum yang disyaratkan, atau
gradasi agregat tidak memenuhi spesifikasi. Lapisan permukaan yang beraspal
tidak stabil karena kadar aspalnya tidak mencapai kadar aspal optimum, gradasi
agregatnya tidak baik, atau tekstur agregatnya yang bulat dan licin.
Penanganan
distorsi tergantung dari jenis distorsi itu. Channels/rutting diperbaiki dengan overlay denga lapis tipis hot
mix. Corrugation dan shoving dtangani dengan mengganti lapis
pondasi dan lapis permukaan. Depression
(amblas) diperbaiki dengan menggali lapisan yang bermasalah dan menggantikannya
dengan lapisan yang sesuai. Sedangkan penanganan upheavel (jembul) dilakukan dengan cara menggantikan lapisan tanah
dasarnya.
------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA
Agah,
Heddy R. 2009. Kerusakan Jalan: Akibat,
Kesengajaan atau Dampak? Jakarta: FT-UI
Alamsyah,
Alik Ansyori. 2003. Rekayasa Jalan Raya.
Edisi ke-dua (Revisi). Malang: Universitas Muhammadiyah.
Direktorat
Jenderal Bina Marga. 1983. Manual
Pemeliharaan Jalan, No, 03/MN/B/1983. Jakarta: Dinas Pekerjaan Umum.
Saodang,
Hamirhan. 2005. Konstruksi Jalan Raya -
Perancangan Perkerasan Jalan Raya. Buku 2. Bandung: Nova.
Soedarsono,
Djoko Untung. 1987. Konstruksi Jalan Raya.
Jakarta: BP Pekerjaan Umum.
Soejatin,
Sutoto. 1999. Panduan dan Materi
Pelatihan. Denpasar: Dinas Pekerjaan Umum, Sub Dinas Bina Marga.
Sukirman,
Silvia. 1995. Perkerasan Lentur Jalan
Raya. Bandung: Nova.
-----------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar