Label

Sabtu, 02 Maret 2013

Distorsi Perkerasan Jalan



FAKTOR PENYEBAB DAN CARA PENANGANAN DISTORSI
PADA PERMUKAAN JALAN PERKERASAN LENTUR
(Oleh: I.B. Wirahaji, S.T., S.Ag., M.Si)


ABSTRAK

Jalan mempunyai fungsi yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Ketidak- lancaran lalu-lintas akibat kerusakan fisik jalan dapat melumpuhkan perekonomian rakyat. Kerusakan jalan dapat dikategorikan: ringan, sedang, dan berat. Penyebab kerusakan ada beberapa macam sehingga jenis kerusakan menjadi beragam, seperti: retak-retak (cracks), distorsi (distorsion), cacat permukaan (disintegration), pengausan (polished aggregate), kegemukan (bleeding or flushing) dan penurunan (settlement).
Struktur perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan perkerasan yang menjadi satu kesatuan. Salah satu saja lapisan tidak stabil dapat menyumbang kerusakan pada jalan tersebut. Kerusakan yang menjadi penyakit umum pada jalan adalah distorsi (distorsion), yang disebabkan antara lain oleh: beban lalu-lintas yang melebihi kapasitas, pengaruh air yang tidak dialirkan keluar, kualitas bahan jalan, kondisi tanah dasar dan pemadatan yang tidak memenuhi kepadatan minimum yang disyaratkan.
Distorsi dapat berupa: channels atau rutting (alur), corrugation (keriting), shoving (sungkur), depression (amblas), dan upheavel (jembul). Beragamnya jenis distorsi ini disebabkan karena faktor penyebabnya berbeda-beda. Faktor penyebab berbeda membutuhkan cara penanganan yang berbeda pula.

Kata kunci: Distorsi, faktor penyebab, cara penanganan.


Pendahuluan
Jalan raya merupakan prasarana transportasi yang salah satu fungsinya sebagai penunjang perekonomian masyarakat. Jalan mempunyai fungsi sebagai prasarana untuk melayani pergerakan manusia atau pun barang dari tempat satu ke tempat lainnya secara aman, cepat, dan ekonomis. Oleh karena itu kelancaran arus lalu-lintas sangat mendukung kehidupan perekonomian masyarakat.
Ketidaklancaran arus lalu-lintas dapat disebabkan selain karena volume lalu-lintas padat, juga dapat dikarenakan banyak terjadinya kerusakan pada fisik ruas jalan itu sendiri. Kerusakan pada fisik jalan mengakibatkan lumpuhnya perekonomian, meningkatnya biaya transportasi, karena waktu perjalanan menjadi lebih lama, kerusakan kendaraan akibat guncangan pada jalan berlubang, dan meningkatnya jumlah kecelakaan lalu-lintas, khususnya kendaraan roda dua karena terjebak oleh kondisi jalan rusak.
Sejumlah bagian jalan atau bahkan ruas jalan banyak dijumpai dalam kondisi rusak dengan berbagai jenis dan tingkatannya. Kerusakan-kerusakan tersebut dapat dikategorikan sebagai rusak ringan, sedang, dan berat. Kerusakan-kerusakan itu harus dievaluasi mengenai penyebab dan akibatnya untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Menurut Sukirman (1995:223), kerusakan pada konstruksi perkeraan jalan dapat disebabkan oleh:
1.      Lalu-lintas, berupa peningkatan beban dan repetisi beban.
2.      Air, dari air hujan, di mana sistem drainase tidak baik menyebabkan air naik akibat sifat kapilaritas. Indonesia beriklim tropis, di mana suhu udara dan curah hujan umumnya tinggi.
3.      Material konstruksi perkerasan. Pemakaian material di bawah standar atau sistim pengolahannya yang kurang baik.
4.      Kondisi tanah dasar (subgrade) yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan oleh pelaksanaan (pemadatan) yang kurang baik, atau memang sifat tanah dasar itu memang jelek.
5.      Proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar (lapisan pondasi) yang kurang baik, sehingga tidak dicapai kepadatan minimum yang disyaratkan.

Adanya beberapa macam faktor penyebab kerusakan menjadikan jenis kerusakan beragam.  Menurut Manual Pemeliharaan Jalan No. 03/MN/B/1983 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, kerusakan jalan dapat dibedakan atas:
1.      Retak (cracks)
2.      Distorsi (distorsion)
3.      Cacat permukaan (disintegration)
4.      Pengausan (polished aggregate)
5.      Kegemukan (bleeding or flushing)
6.      Penurunan (settlement)

Batasan Masalah
Perkerasan lentur yang terdiri dari berlapis-lapis perkerasan, mulai dari lapisan tanah dasar (subgrade), lapisan pondasi bawah (subbase course), lapisan pondasi atas (base course), dan lapis permukaan (surface course) merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Salah satu lapis saja yang tidak stabil akan menyumbang kerusakan pada jalan, yang tampak pada lapisan permukaan.
Dalam tulisan ini kerusakan yang dibahas adalah distorsi pada lapisan permukaan. Distorsi membuat pengemudi merasa tidak nyaman dalam berkendaraan. Distorsi sering dijumpai terjadi secara dini setelah jalan itu dibuka atau setelah diberi lapisan tambahan, sehingga menimbulkan pertanyaan:
1.      Bagaimana distorsi itu dapat terjadi?
2.      Bagaimana memperbaiki/menangani distorsi tersebut?

Landasan Teori
Prinsip pembuatan jalan perkerasan lentur adalah mengakomodasi beban lalu-lintas sesuai standar dengan meningkatkan kemampuan tanah dasar melalui lapis-lapis konstruksi. Melalui lapis konstruksi tersebut diharapkan bahwa beban terdistribusi secara merata pada setiap lapisnya, sehingga lapisan tanah dasar menerima beban minimal sesuai dengan daya dukungnya (Agah: 2009).

Gambar 01: Struktur lapisan konstruksi perkerasan lentur (Soedarsono, 1987:7).

Lapisan yang paling bawah adalah lapisan tanah dasar (subgrade). Tanah pada konstruksi jalan diperlukan untuk membentuk badan jalan, berupa urugan. Menurut Alamsyah (2003:87-88), tanah yang terbaik untuk material tanah dasar (subgrade) adalah tanah borrow pit, karena mempunyai karakteristik yang seragam pada daerah sekitarnya. Tanah yang disarankan untuk digunakan sebagai material mempunyai daya dukung tanah dengan nilai CBR rendaman (soaked) minimal 6%.
Lapisan perkerasan pondasi bawah (subbase course) meneruskan beban di atasnya dan selanjutnya menyebarkan tegangan yang terjadi ke lapis tanah dasar. Lapisan ini menjaga efisiensi penggunaan material yang relatif murah, untuk menghemat penggunaan material pada lapisan di atasnya. Dewasa ini lapisan subbase course lebih sering menggunakan Agregat Kelas B dengan ketentuan pada Tabel 01.
Lapisan perkerasan pondasi atas (base course) mendukung lapis permukaan (surface course) dan beban-beban roda yang bekerja di atasnya dan menyebarkan tegangan yang terjadi ke lapis pondasi bawah, kemudian ke lapis tanah dasar. Umumnya material yang dipakai pada lapisan ini adalah Agregat Kelas A dengan persyaratan seperti pada Tabel 01.

Tabel 01: Persyaratan bahan agregat untuk
                 Lapisan Pondasi Atas dan Bawah (Saodang, 2005:39)


Lapisan permukaan (surface course) berfungsi sebagai (1) penahan beban roda; (2) lapisan kedap air, untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat cuaca; dan (3) lapisan aus (wearing course). Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah campuran bahan agregat dan aspal, dengan persyaratan bahan yang memenuhi standar.
Menurut Saodang (2005:45), penggunaan bahan aspal diperlukan sebagai bahan pengikat agregat, kedap air, dan memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu-lintas. Umumnya bahan yang dipakai untuk lapisan ini adalah LASTON (Lapis Aspal Beton), yang memiliki persyaratan sesuai pada Tabel 02.

Tabel 02: Persyaratan campuran LASTON (Saodang, 2005:53).


Analisis
Distorsi adalah perubahan bentuk dari bentuk aslinya karena suatu sebab, misalnya kurangnya pemadatan, terlalu banyak agregat halus, terlalu banyak aspal (Soejatin, 1999). Sebelum dilakukan perbaikan sewajarnya ditentukan dulu jenis dan penyebab distorsi yang terjadi. Dengan demikian dapat ditentukan jenis penanganannya yang tepat.
1.      Channels atau Rutting
Channels atau Rutting adalah penurunan yang terjadi pada perkerasan aspal yang terletak pada bagian yang sering dilewati oleh roda kendaraan. Penyebab terjadinya channels adalah konsolidasi atau gerakan lateral satu atau lapis perkerasan bawah atau oleh pergeseran lapis permukaan itu sendiri pada satu jalur.
Hal ini dapat pula terjadi karena beban lalu-lintas pada perkerasan yang kurang pemadatannya pada waktu pelaksanaan dan oleh pergerakan plastis dalam campuran yang kurang stabilitasnya.

Gambar 02: Channels atau Rutting.


Cara perbaikannya adalah meratakan perkerasan dengan hot mix dan disertai dengan overlay lapis tipis hot mix.
o   Batas channels ditentukan dengan straight-edge kemudian disemprot tack coat.
o   Hot mix dihampar lalu dipadatkan dengan Pneumatic Tire Roller atau Steel Wheel Roller.
o   Dapat juga di overlay dengan lapis tipis hot mix atau diberi sand seal, atau buras untuk mencegah peresapan air.

2.      Corrugation
Corrugation atau keriting adalah bentuk dari pergerakan plastis yang menyebabkan permukaan bergelombang yang terjadi pada posisi melintas pada jalan. Penyebab kerusakan ini adalah rendahnya stbilitas campuran yang dapat berasal dari tingginya kadar aspal, terlalu banyak agregat halus, agregat berbentuk bulat dan licin, atau aspal yang dipakai berpenetrasi tinggi.

Gambar 03: Corrugation (keriting)

Jika corrugation terjadi pada lapis tipis permukaan surface treatment di atas lapis pondasi agregat maka cara penanganannya adalah dengan menggaruk lapis permukaan dan mencampur hasil bongkaran aspal tersebut dengan base lalu dipadatkan kembali sebelum dilapis dengan lapis yang baru.  Jika corrugation terjadi pada lapis permukaan dengan tebal lebih dari 5 cm, maka penanganannya dengan memotong rata permukaan yang bergelombang dengan alat heater-planner lalu sealed dilapis dengan campuran aspal.

3.      Shoving
Shoving atau sungkur adalah deformasi plastis yang terjadi setempat, di tempat kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam. Kerusakan dapat terjadi dengan atau tanpa retak.

Gambar 04: Shoving (sungkur)

Penyebab kerusakan sama dengan yang terjadi pada corrugation. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara dibongkar dan dilapis kembali.

4.      Depression
Depression atau amblas adalah penurunan setempat permukaan perkerasan dalam ukuran batas dengan atau tanpa disertai retak. Penyebab amblas adalah akibat dari beban lalu-lintas yang melebihi daya dukung perkerasan, oleh settlement lapis perkerasan bagian bawah atau pelaksanaan pemadatan yang tidak memenuhi kepadatan minimum.

Gambar 05: Depression (amblas).

Amblas dapat ditangani dengan cara sebagai berikut:
o   Batas daerah amblas ditentukan dengan menggunakan straight-edge.
o   Dibentuk tepi yang vertikal dengan alat pavement grider.
o   Daerah amblas dibersihkan hingga minimal 30 cm di luar batas yang telah diberi tanda dan disemprotkan tack coat.
o   Untuk mengembalikan permukaan perkerasan pada elevasi semula, hampar campuran aspal panas pada daerah amblas dan diperiksa kerataannya dengan stright-edge. Kemudian dipadatkan dengan vibratory plate compactor atau roller
o   Untuk mencegah resapan air, permukaan yang ditambal lalu dilapis dengan sand seal.

5.      Upheavel
Upheavel atau jembul terjadi karena mengembangnya subgrade akibat air pada tanah yang expansive. Cara perbaikan dengan metode deep patching.

Gambar 06: Upheavel (jembul).

Simpulan
Distorsi merupakan kerusakan yang sering terjadi dan menjadi penyakit umum pada jalan. Distorsi dapat berupa terbentuknya alur (channels atau rutting), keriting (corrugation), sungkur (shoving), amblas (depression), dan jembul (upheavel). Penyebab distorsi bisa karena lemah tanah dasar, lapis pondasi atau lapis permukaan itu sendiri.
Tanah dasar tidak stabil bisa jadi pemadatannya kurang, atau jenis tanahnya yang tidak baik untuk lapisan tanah dasar. Lapisan pondasi tidak stabil, bisa saja sewaktu pemadatan tidak tercapai kepadatan minimum yang disyaratkan, atau gradasi agregat tidak memenuhi spesifikasi. Lapisan permukaan yang beraspal tidak stabil karena kadar aspalnya tidak mencapai kadar aspal optimum, gradasi agregatnya tidak baik, atau tekstur agregatnya yang bulat dan licin.
Penanganan distorsi tergantung dari jenis distorsi itu. Channels/rutting diperbaiki dengan overlay denga lapis tipis hot mix. Corrugation dan shoving dtangani dengan mengganti lapis pondasi dan lapis permukaan. Depression (amblas) diperbaiki dengan menggali lapisan yang bermasalah dan menggantikannya dengan lapisan yang sesuai. Sedangkan penanganan upheavel (jembul) dilakukan dengan cara menggantikan lapisan tanah dasarnya.




------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA




Agah, Heddy R. 2009. Kerusakan Jalan: Akibat, Kesengajaan atau Dampak? Jakarta: FT-UI

Alamsyah, Alik Ansyori. 2003. Rekayasa Jalan Raya. Edisi ke-dua (Revisi). Malang: Universitas Muhammadiyah.

Direktorat Jenderal Bina Marga. 1983. Manual Pemeliharaan Jalan, No, 03/MN/B/1983. Jakarta: Dinas Pekerjaan Umum.

Saodang, Hamirhan. 2005. Konstruksi Jalan Raya - Perancangan Perkerasan Jalan Raya. Buku 2. Bandung: Nova.

Soedarsono, Djoko Untung. 1987. Konstruksi Jalan Raya. Jakarta: BP Pekerjaan Umum.

Soejatin, Sutoto. 1999. Panduan dan Materi Pelatihan. Denpasar: Dinas Pekerjaan Umum, Sub Dinas Bina Marga.

Sukirman, Silvia. 1995. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung: Nova.









-----------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar