ANALISIS
KELAYAKAN PENYELENGGARAAN
ANGKUTAN UMUM
PENUMPANG DI KOTA DENPASAR
(STUDI KASUS
TRAYEK UBUNG – TEGAL)
IDA BAGUS WIRAHAJI
Program Studi Teknik Sipil FT UNHI
ABSTRAK
Minat
masyarakat Kota Denpasar menggunakan angkutan umum penumpang dari tahun ke
tahun semakin berkurang. Dari jumlah armada angkutan umum sebanyak 1.043
kendaraan, masyarakat yang masih menggunakan angkutan umum tinggal hanya 3 – 4
%. Kepemilikan kendaraan pribadi yang semakin terus meningkat akibat jumlah dan
pertumbuhan penduduk yang tinggi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
penggunaan angkutan umum penumpang.
Trayek
Ubung – Tegal sebagai salah satu trayek di Kota Denpasar juga terkena dampak
akibat meningkatnya penggunaan kendaraan pribadi. Trayek Ubung – Tegal ini melayani
Kelurahan/Desa Ubung, Pemecutan Kaja, Dauh Puri Kaja, Pemecutan, Dauh Puri,
Dauh Puri Kelod dan Pemecutan Kelod. Adapun rutenya jalannya adalah Terminal
Ubung – Cokroaminoto – Sutomo – Gajah Mada – Gn. Kawi – Bukit Tunggal –
Mandalawangi – Imambonjol – Terminal Tegal – Imambonjol – Gn. Merapi –
Setiabudi – Cokroaminoto – Terminal Ubung.
Dari
hasil kajian antara jumlah kendaraan yang dibutuhkan (N) dengan jumlah
kendaraan minimal untuk pengusahaan angkutan umum penumpang (R), diperoleh 4
(empat) Kelurahan/Desa yang tidak layak diselenggarakan angkutan umum, yaitu
Kelurahan Ubung, Dauh Puri, Dauh Puri kelod dan Pemecutan Kelod. Sedangkan 3
(tiga) lainya, yaitu Kelurahan/Desa Pemecutan Kaja, Dauh Puri kaja dan
Pemecutan masih layak dilayani angkutan umum penumpang.
LATAR
BELAKANG
Denpasar sebagai pusat pemerintahan dan
pusat perdagangan menjadi simpul transportasi bagi wilayah sekitarnya.
Banyaknya penggunaan kendaraan pribadi oleh masyarakat menimbulkan permalasahan
transportasi yang makin parah. Volume arus lalu lintas yang sebagian besar
terdiri dari kendaraan pribadi menjadi lebih besar daripada kapasitas jalan
yang ada.
Kemacetan menjadi pemandangan
sehari-hari pada beberapa ruas jalan di Kota Denpasar, antara lain Jalan
Hasanudin, Jalan Diponogoro, Jalan Sumatera, Jalan PB Sudirman dan sebagainya.
Sementara minat masyarakat Denpasar melakukan perjalanan dengan menggunakan
moda angkutan umum ternyata masih rendah. Menurut Kepala Sub Dinas Perhubungan
Kota Denpasar (2011), dari jumlah angkutan umum sebanyak 1043 armada,
masyarakat yang memakai jasa angkutan umum hanya berkisar antara 3 – 4 %.
Menurutnya, beberapa faktor yang
menyebabkan rendahnya minat masyarakat memanfaatkan jasa angkutan umum
diantaranya pergeseran tata guna lahan sehingga banyak memunculkan
bangkitan-bangkitan atau sebaran lalu lintas yang pada akhirnya banyak
mendorong masyarakat memakai kendaraan pribadi. Kepemilikan kendaraan bermotor
pribadi tiap tahunnya terus meningkat hingga mencapai 10 -12%, sedangkan
pengembangan pembangunan prasarana jalan hanya mencapai 3%.
Upaya pemerintah untuk membatasi
kendaraan bermotor pribadi sudah tertuang dalam kebijakan pemerintah melalui
Peraturan Daerah (Perda) No. 16 Tahun 2009 tenyang Renacana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Provinsi Bali Tahun 2009 – 2029. Pada pasal 25 disebutkan pengembangan
angkutan umum mencakup (1) pengembangan secara bertahap sistem terpadu angkutan
umum massal antar kota dan kawasan Metropolitan Sarbagita yang ramah lingkungan
dan menggunakan energi terbarukan; (2) pengembangan sistem trayek terpadu dan
terintegrasi baik antar kota, kawasan perkotaan maupun kawasan pedesaan; dan
(3) pengembangan kebijakan untuk menekan pemanfaatan kendaraan bermotor
pribadi.
Perda No. 8 Tahun 2000 juga antara lain
bertujuan membatasi jumlah kendaraan bermotor pribadi bekas yang masuk ke Bali.
Pada Pasal 2 (3) disebutkan, dilarang memasukkan mobil penumpang dengan umur
kendaraan di atas 10 (sepuluh) tahun yang akan dipergunakan untuk kendaraan
bukan umum.
Pembatasan kendaran bermotor bekas yang
masuk ke Daerah Bali sudah dilaksanakan dengan baik. Tapi, ini belum cukup
membatasi penggunaan kendaraan pribadi oleh masyarakat pada ruas-ruas jalan di
Kota Denpasar. Pembatasan kendaraan pribadi semestinya juga didukung oleh
kebijakan pada sektor ekonomi. Kemudahan kredit kepemilikan kendaraan bermotor,
baik roda dua (sepeda motor) maupun roda empat (mobil) menjadi hambatan besar
program penataan transportasi.
Bandingkan bunga kredit kepemilikan
kendaraan bermotor yang jauh lebih rendah daripada kredit kepemilikan rumah,
padahal rumah merupakan kebutuhan yang lebih utama daripada kendaraan bermotor.
Kebijakan ini jelas mendorong masyarakat untuk sebanyak-banyaknya memiliki
kendaraan pribadi dan meninggalkan angkutan umum, sehingga hasilnya tidak lain dari
kemacetan yang semakin parah.
Disatu pihak pemerintah melalui Keputusan
Menteri Perhubungan (Kepmen) No. 35 Tahun 2003 tentang penyelenggaraan angkutan
umum pada dasarnya untuk mendorong terciptanya dominasi angkutan umum baik
diperkotaan maupun di pedesaan. Untuk itu, Pasal 57 memberi kewenangan pada
Direktorat Jenderal, Gubernur, dan Bupati/Walikota untuk memberi izin trayek
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 42, sesuai dengan otoritas di wilayah
masing-masing. Izin trayek berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang.
Salah satu cara untuk mengembangkan
dominasi angkutan umum adalah dengan mengembangkan kembali potensi jaringan
angkutan umum dengan kualitas yang harus ditingkatkan, agar masyarakat yang
sudah menggunakan angkutan pribadi bersedia kembali menggunakan angkutan umum.
Kajian-kajian jaringan angkutan umum
yang biasa dilakukan antara lain kajian menentukan demand, menentukan supply,
sarana, jenis dan jumlah moda angkutan umum, dan studi kelayakan. Salah satu
trayek yang dikaji kelayakannya adalah trayek
eksisting Route Angkot Ubung – Tegal. Trayek Ubung – Tegal memiliki
panjang sekitar 5.3 Km dengan armada berjumlah 56 kendaraan.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakang di atas, beberapa permasalahan dapat dirumuskan, sebagai
berikut:
a.
Berapakah
besarnya demand dan supply yang ada pada Trayek Ubung – Tegal?
b.
Apakah
Trayek Ubung - Tegal masih layak untuk tetap dilayani angkutan umum?
TINJAUAN
TEORI
Trayek adalah
lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus,
yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal
tetap maupun tidak terjadwal. Jaringan trayek adalah kumpulan dari
trayek-trayek yang menjadi satu kesatuan jaringan pelayanan angkutan orang
(Kepmen No. 35/2003).
Menurut
Kusumawati (1999), trayek angkutan umum yang baik harus dapat memenuhi
kepentingan beberapa pihak terkait seperti penumpang (user), pengelola (operator)
dan pemerintah (regulator) yang pada umumnya kepentingan tersebut saling
bertolak belakang. Penumpang menginginkan jumlah armada yang sebesar mungkin
sehingga waktu menunggu menjadi minimal dan faktor isian angkutanumum serendah
mungkin. Hal sebaliknya malah diinginkan oleh pihak pengelola. Mereka
menginginkan jumlah armada sesedikit mungkin sehingga faktor isian menjadi
maksimal. Pihak pemerintah sebagai regulator sudah pasti menginginkan besarnya
jumlah armada sedemikian rupa yang dapat meningkatkan efisiensi sistem lalu
lintas perkotaan. Perlu suatu kompromi untuk dapat memenuhi kepentingan ketiga
pihak terkait di atas.
Hubungan
antara klasifikasi trayek dan jenis pelayanan/jenis angkutan dapat dilihat pada
Tabel 2.1. Untuk penentuan jenis angkutan berdasarkan ukuran kota dan trayek
secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.1
Klasifikasi Trayek
Sumber:
Ditjen
Perhubungan Darat (1996).
Tabel 2.2 Jenis Angkutan
Sumber: Ditjen
Perhubungan Darat (1996).
Pedoman
Praktis
Ditjen Perhubungan (1996) memberikan
pedoman praktis yang merupakan salah satu keterangan yang dapat digunakan dalam
menentukan wilayah pelayanan angkutan penumpang umum bila proses perencanaan
tentang geometrik dan konstruksi jalan tidak dapat dirubah. Pedoman ini tidak
dapat digunakan untuk angkutan perintis.
Batas Wilayah Terbangun
dan Batas Wilayah Pelayanan
Batas-batas
wilayah terbangun dan batas-batas wilayah pelayanan angkutan umum dianalisis
sesuai dengan rencana pengembangan kota. Batas Wilayah Terbangun Kota adalah
wilayah kota yang penggunaan lahannya didominasi oleh bangunan-bangunan yang
membentuk satu kesatuan. Wilayah terbangun kota dapat diketahui batas-batasnya
dengan melihat peta penggunaan lahan suatu kota dan daerah sekitarnya atau
dengan menggunakan foto udara.
Penentuan titik
Terjauh Pelayanan
Untuk menentukan titik terjauh pelayanan
angkutan umum penumpang kota, dilakukan beberapa cara, yaitu:
a.
Menghitung
besarnya permintaan pelayanan angkutan umum penumpang kota pada
kelurahan-kelurahan yang terletak di sekitar batas wilayah terbangun kota.
b.
Menghitung
jumlah penumpang minimal untuk mencapai titik impas pengusaha angkutan
penumpang umum.
c.
Menentukan
batas wilayah pelayanan kota dengan menghubungkan titik terluar tersebut di
atas.
1.
Jumlah
permintaan pelayanan angkutan umum penumpang kota pada kelurahan-kelurahan yang
terletak di sekitar batas wilayah terbangun kota dapat dihitung. Unit kelurahan
digunakan untuk mempermudah perolehan data.
Cara Perhitungan:
a.
Jumlah
penduduk kelurahan = P (jiwa)
b.
Jumlah
penduduk potensi melakukan pergerakan = jumlah penduduk usia 5 – 65 tahun = Pm
(jiwa)
c.
Angka
pemilahan kendaraan pribadi dihitung berdasarkan
Dimana:
K
= angka pemilikan kendaraan
pribadi (kend/penduduk)
V = jumlah kendaraan pribadi (kendaraan)
P = jumlah penduduk seluruhnya
(penduduk)
d.
Kemampuan
pelayanan kendaraan pribadi sama dengan kemampuan kendaraan pribadi untuk
melayani jumlah penduduk potensial yang melakukan pergerakan.
Perhitungan kemampuan pelayanan
kendaraan pribadi adalah:
Dimana:
L = kemampuan pelayanan kendaraan pribadi
K = angka pemilikan kendaraan pribadi
Pm = jumlah penduduk potensial yang
melakukan perjalanan
C = jumlah penumpang yang diangkut oleh
kendaraan pribadi
e.
Jumlah
penduduk potensial melakukan perjalanan yang membutuhkan pelayanan angkutan
umum penumpang sama dengan selisih antara jumlah penduduk potensial melakukan
perjalanan dan kemampuan pelayanan kendaraan pribadi untuk penduduk tersebut.
Perhitungan jumlah penduduk potensial
yang melakukan pergerakan dan membutuhkan pelayanan angkutan umum penumpang (M)
adalah.
Dimana:
M = Pm – ((V1/P.Pm.C1) + (V2/P.Pm.C2))
K = Pm.(1 – ((V1/P.C1) + (V2/P/C2))
f.
Jumlah
permintaan angkutan umum penumpang (D) adalah suatu faktor (ftr) kali besarnya
jumlah penduduk yang potensial melakukan perjalanan yang membutuhkan pelayanan
angkutan umum penumpang. Faktor ini bergantung pada kondisi/tipe kota. Dengan
anggapan bahwa setiap penduduk potensial melakukan perjalanan yang membutuhkan
pelayanan angkutan umum penumpang untuk perjalanan pergi – pulang setiap hari,
dapat digunakan faktor 2.
2.
Jumlah
penumpang minimal untuk mencapai titik impas pengusahaan angkutan umum
penumpang, dapat dihitung sebagai berikut.
a.
Jumlah
penumpang minimal untuk kendaraan angkutan umum penumpang terlihat pada pada
Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Jumlah
Penumpang
Sumber: Ditjen Perhubungan Darat (1996).
b.
Penentuan
titik terjauh permintaan pelayanan angkutan umum penumpang adalah sebagai berikut.
Suatu daerah dapat dilayani angkutan
umum penumpang jika:
Dimana:
D = jumlah permintaan angkutan umum
penumpang
R = jumlah kendaraan minimal untuk
pengusahaan angkutan
umum penumpang
Pmin = jumlah penumpang minimal per kendaraan per
hari
Nilai R digunakan untuk berbagai jenis
kendaraan angkutan umum penumpang kota seperti pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Jenis
Angkutan
Sumber:
Ditjen Perhubungan Darat (1996)
Jumlah kendaraan yang dibutuhkan untuk
melayani suatu daerah/kelurahan (N) :
Dimana:
N = jumlah kebutuhan kendaraan
D = jumlah permintaan per hari
Pmin = jumlah
penumpang minimal per kendaraan per hari
Jika
N < R, suatu daerah tidak dapat dimasukkan ke dalam wilayah pelayanan
angkutan umum.
Jika
N > R, suatu daerah dapat menjadi bagian wilayah pelayanan angkutan umum.
Proses ini
dilakukan terhadap kelurahan-kelurahan yang berada di dalam batas wilayah
terbangun kota berurutan menjauhi pusat kota, sampai pada kelurahan yang
mempunyai nilai N < R.
Kelurahan
terluar sebeleum kelurahan yang mempunyai nilai N > R merupakan kelurahan
terluar dalam wilayah pelayanan angkutan umum penumpang kota.
Titik terjauh
perpotongan antara batas wilayah terbangun kelurahan terluar yang mempunyai
nilai N > R dan jaringan kota, dapat dihitung seperti berikut.
Perhitungan
dapat menggunakan formulir seperti pada Tabel 2.5 dan Tabel 2.6.
Tabel 2.5 Formulir I Perhitungan Permintaan
Pelayanan
Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan
Tabel 2.6 Formulir Penentuan Jumlah Armada dan Titik
Terjauh Pelayanan
Keterangan:
·
Titik
terjauh ditentukan pada perpotongan antara batas wilayah terbangun dan jaringan
jalan utama kota untuk kelurahan yang termasuk dalam wilayah pelayanan.
·
Pedoman
praktis ini tidak dapat digunakan untuk angkutan perintis.
PEMBAHASAN
Menentukan
Wilayah Terbangun Kota
Pada Trayek
Ubung – Tegal PP ruas-ruas jalan yang dilalui adalah sebagai berikut (Gambar
4.1):
1.
Terminal
Ubung
2.
Jalan
Cokroaminoto
3.
Jalan
Sutomo
4.
Jalan
Gajah Mada
5.
Jalan
Gunung Kawi
6.
Jalan
Bukit Tunggal
7.
Jalan
Gunung Mandalawangi
8.
Jalan
Imambonjol
9.
Terminal
Tegal
10.
Jalan
Imambonjol
11.
Jalan
Gunung Merapi
12.
Jalan
Setiabudi
13.
Jalan
Cokroaminoto
14.
Terminal
Ubung
Dari ruas-ruas jalan yang dilalui, maka
wilayah terbangun yang dilalui Trayek Ubung – Tegal berdasarkan wilayah
administratif kecamatan adalah sebagai berikut.
1.
Kecamatan
Denpasar Barat, meliputi:
a.
Kelurahan/Desa
Pemecutan Kelod
b.
Kelurahan/Desa
Pemecutan
2.
Kecamatan
Denpasar Utara, meliputi:
a.
Kelurahan/Desa
Pemecutan kaja
b.
Kelurahan/Desa
Ubung
Gambar 4.1
Trayek Ubung – Tegal
Sumber: Dinas
Perhubungan Kota Denpasar (2008)
Penentuan
Titik terjauh Wilayah Pelayanan
Titik terjauh
wilayah pelayanan disumsikan berjarak 200 meter kiri kanan dari garis tengah
jalan yang termasuk jaringan koridor sepanjang rute Trayek Ubung – Tegal.
Adapun Kelurahan/Desa yang termasuk koridor Trayek Ubung – Tegal adalah:
1.
Kelurahan/Desa
Ubung
2.
Kelurahan/Desa
Pemecutan Kaja
3.
Kelurahan/Desa
Dauh Puri Kaja
4.
Kelurahan/Desa
Pemecutan
5.
Kelurahan/Desa
Dauh Puri
6.
Kelurahan/Desa
Dauh Puri Kelod
7.
Kelurahan/Desa
Pemecutan Kelod
8.
Data
Primer dan Data Sekunder
Data primer yang
dibutuhkan dalam perhitungan
a.
Data
Jumlah Penduduk Berumur 5 – 65 tahun, yang dianggap sebagai jumlah penduduk
usia potensial melakukan perjalanan diperlihatkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Jumlah
KK, Penduduk, dan Usia Potensial
Melakukan
Perjalanan
Sumber: BPS Kota Denpasar (2010).
b.
Data
jumlah kepemilikan kendaraan bermotor pribadi (roda empat dan roda dua)
diperlihatkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Jumlah
Kendaraan Bermotor Pribadi
Roda Empat dan
Roda Dua
Sumber: BPS Kota Denpasar (2010).
1.1
Perhitungan
Jumlah Demand atau Permintaan
Tabel 4.4
Perhitungan Jumlah Demand (D)
Tabel 4.5
Penentuan Kelayakan Suatu Daerah
Jumlah kendaraan angkutan umum dihitung
untuk MPU dengan R = 20 unit kendaraan dan P min = 250.
SIMPULAN
Dari hasil
pembahasan berdasarkan Buku Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang
Umum di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur, maka untuk Trayek
Ubung – Tegal diperoleh beberapa kesimpulan:
1.
Faktor-faktor
yang memiliki pengaruh signifikan terhadap layak tidaknya diselenggarakan
angkutan umum penumpang adalah:
a.
Jumlah
penduduk dan jumlah penduduk potensial yang melakukan perjalanan.
b.
Jumlah
kepemilikan kendaraan bermotor, baik roda empat maupun roda dua.
2.
Dari
Tabel 4.5 diperoleh: bahwa untuk Kelurahan/Desa Ubung, Dauh Puri, Dauh Puri
Kelod, dan Pemecutan Kelod tidak layak diselenggarakan angkutan umum penumpang.
Sedangkan untuk Kelurahan/Desa Pemecutan Kaja, Dauh Puri Kaja, dan Pemecutan
masih layak diselenggarakan angkutan umum penumpang.
3.
Untuk
Trayek Ubung – Tegal yang melayani 7 (tujuh) kelurahan/desa hanya 3 (tiga)
kelurahan/desa yang memerlukan angkutan umum penumpang.
1.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Adisasmita, Sakti Adji. 2011. Jaringan Transportasi – Teori dan Analisis.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota
Denpasar. 2010. Hasil Sensus Penduduk
2010 – Data Agregat per Kecamatan Kota Denpasar.
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan
Darat. No. 274/HK.105?DRJD/96 Tahun 1996 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah
Perkotaan dalam Trayek tetap dan Teratur.
Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmen)
No. 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan
Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum.
Kusumawati, Aine. 1999. Optimasi Jumlah Armada Angkutan Umum dengan
Metoda Pertukaran Trayek. Jakarta: Warta Penelitian Departemen Perhubungan.
Morlok E.K. 1985. Pengantar Teknik Perencanaan Transportasi. Jakarta: Erlangga.
Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali
No. 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali Tahun 2009 – 2029.
Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali
No. 8 Tahun 2000 tentang Pembatasan
Memasukkan Kendaraan Bermotor Bekas.
Tamin, OZ. 2000. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Bandung: Institut Teknologi
Bandung.
Sumber Internet:
Antara News. 2011. Angkutan Umum Minim Picu Meningkatnya Kendaraan Pribadi. http://fakultasteknik.narotama.ac.id.
Denpasar
Kota. 2012. Tertib Berlalu Lintas
(Kemacetan Arus Lalu Lintas Tanggung Jawab Bersama).
http://www.denpasarkota.go.id.main/php?act=lalin.
Seputar
Indonesia. 2012. Angkutan Umum di Bali
Semakin Tidak Diminati. http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/486716/.
izin bertanya pa, rumus/analisis yang digunakan ini apa saja ya? karena rumus yg ditampilkan tidak muncul. terimakasih sebelumnya
BalasHapus