KENDALA
PENGGUNAAN AC-BASE PADA PROYEK JALAN
ABSTRAK
Mayor item pada proyek infrstruktur
jalan perekerasan lentur umumnya terdiri dari AC-WC, AC-BC, atau AC-Base.
AC-Base merupakan lapis pondasi campuran aspal panas yang pertama kali
dilaksanakan di Bali pada Tahun anggaran 2014 ini. AC-Base terdiri dari 5
(lima) fraksi agregat, yang berarti memerlukan 5 buah pemasok dingin, dan 5
buah pemasok panas pada instalasi pencampur aspal (AMP).
Pihak Penyedia Jasa yang melaksanakan
pekerjaan AC-Base pada Ruas Jalan Singaraja-Seririt dan Ruas Jalan Untung
Surapati Amlapura Karangasem tidak siap, dalam arti tidak didukung oleh kondisi
AMP, Crusher, dan Peralatan Laboratorium yang dimiliki. Hal ini merupakan
bentuk penyimpangan terhadap dokumen kontrak. Selain itu hasil produksi AC-Base
yang diharapkan tidak akan mencapai kualitas yang disyaratkan dalam Spesifikasi
Umum 2010 Revisi 2.
AMP Penyedia Jasa hanya memiliki 4
pemasok dingin dan 4 pemasok panas. Stone
crusher hanya sampai memproduksi agregat ukuran 2-3 cm, sedangkan yang
dibutuhkan AC-Base ukuran terbesar adalah 37,5 mm (agregat 3-4). Peralatan
laboratorium yang diperlukan adalah alat Marshall dengan breaking head berjari-jari 3”. Pengambilan sampel di lapangan pada
lapisan AC-Base yang sudah dipadatkan memerlukan alat core dengan mata bor berdiameter 6”.
Kata Kunci: AC-Base, Kendala
Peralatan AMP dan Laboratorium..
LATAR BELAKANG
Lapis
perkerasan jalan lentur nasional di Bali setiap tahun memerlukan perbaikan
untuk memulihkan daya dukungnya dalam menerima beban lalu lintas yang makin
meningkat baik berat maupun jumlah kendaraan yang melintasi. Ruas jalan yang
termasuk Jalan Nasional di Bali antara lain: Jalan Denpasar-Gilimanuk,
Denpasar-Singaraja, Denpasar-Amlapura, Amlapura- Singaraja, dan
Singaraja-Gilimanuk.
Pada
Tahun Anggaran 2014, semua ruas jalan yang disebutkan di atas mendapat dana
dari APBN untuk diperbaiki. Jenis perbaikan antara lain: pemeliharan berkala,
peningkatan struktur jalan, maupun peningkatan kapasitas jalan. Jalan Nasional
merupakan kewenangan dari pusat untuk menangani, apabila jalan tersebut sudah
tidak layak lagi melayani angkutan barang maupun angkutan penumpang secara aman
dan cepat. Pada beberapa segmen dari ruas-ruas jalan tersebut memang perlu
diperbaiki karena terdapat kerusakan berupa retak-retak, aus permukaan,
penurunan di beberapa tempat, dan pelebaran pada bahu jalan.
Mayor
item pada pekerjaan jalan lentur umumnya Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis
Antara (AC-BC), dan dua ruas jalan menggunakan Laston Lapis Pondasi (AC-Base).
Pada proyek jembatan yang menjadi mayor item adalah baja tulangan pada struktur
beton bertulang. Sedangkan material alam yang dipakai dalam proyek-proyek Tahun
Anggaran 2014 ini diusahakan material lokal yang terdekat, yang memenuhi
persyaratan.
Berbeda
dengan tahun anggaran sebelumnya – tahun anggaran 2013 – yang menggunakan aspal
modifikasi, yang menuntut pihak Penyedia Jasa untuk menambah fasilitas
penyimpan dan pemrosesan aspalnya. Aspal modifikasi dimunculkan untuk
mengurangi ketergantungan terhadap aspal minyak, disamping untuk memperbesar
tegangan campuran aspal dengan ketebalan lapisan yang dihampar yang lebih
tipis. Dimana, permasalahannya menurut kalangan Penyedia Jasa adalah dengan
terbatasnya ketersediaan aspal modifikasi.
RUMUSAN MASALAH
Penggunaan
lapis konstruksi AC-Base pada perkerasan lentur, baru pertama kali diberlakukan
di Bali pada Tahun Anggaran 2014 ini. Penggunaan AC-Base bukannya tanpa
kendala. Dari uraian di atas dapat dirumuskan hal-hal sebagai berikut:
a.
Apa
saja yang menjadi kendala dalam penggunaan AC-Base?
b.
Bagaimanakah
dampaknya terhadap kualitas campuan AC-Base?
BATASAN MASALAH
Untuk
menghindari analisis yang keluar dari topik kajian, maka dilakukan beberapa
batasan masalah di bawah ini, yaitu:
a.
Lingkup
kajian soal penggunaan campuran aspal panas AC-Base pada kedua ruas di atas,
pada proyek tahun anggaran 2014.
b.
Masalah
kesiapan pihak Penyedia Jasa dalam melaksanakan pekerjaan AC-Base, yang
menyangkut peralatan, seperti Intalasi Pencampur Aspal (Asphalt Mixing
Plant/AMP), peralatan pengujian di Laboratorium, dan mesin cor untuk pengambil
sampel yang sudah digelar dan dipadatkan di lapangan.
TINJAUAN PUSTAKA
Campuran Aspal
Panas
Menurut
Spesifikasi Umum 2010 Revisi 2, jenis campuran aspal panas adalah sebagai
berikut:
a.
Lapis
Tipis Aspal Pasir (Latasir)
b.
Lapis
Tipis Aspal Beton (Lataston)
c.
Lapis
Aspal Beton (Laston)
Lapis
Tipis Aspal Pasir (Latasir) atau juga disebut Sand Sheet (SS) terdiri dari 2 (dua) kelas tergantung tebal nominal
minimum lapisannya, yaitu:
a.
Latasir
Kelas A, dengan tebal nominal minimun 1,5 cm
b.
Latasir
Kelas B, dengan tebal nominal minimum 2,0 cm
Latasir
disyaratkan dengan toleransi tebal tiap lapis tidak lebih dari 2,0 mm. Sebagai
lapisan aspal yang tipis, Latasir dalam prakteknya dicampur lagi denga tambahan
filler, untuk memenuhi sifat-sifat yang di syaratkan, seperti kedap air.
Latasir sering digunakan untuk pemeliharaan rutin untuk mencegah tingkat
kerusakan jalan yang lebih parah. Latasir sendiri termasuk lapisan yang non
struktural, dengan toleransi tebal untuk tiap lapisan campuran beraspal tidak
lebih dari 3,0 mm.
Lapis
Tipis Aspal Beton (Lataston) yang juga disebut Hot Rolled Sheet (HRS) terdiri dari 2 (dua) jenis campuran,
tergantung tebal nominal minimum lapisan dan
proporsi fraksi agregat kasar, yaitu:
a.
Lataston
Lapis Pondasi (HRS-Base), dengan tebal nominal minimum lapisan 3,5 cm, memiliki
lebih banyak fraksi agregat kasar dari pada HRS-WC.
b.
Lataston
Lapis Aus (HRS-Wearing Course, HRS-WC), dengan tebal nominal minimum lapisan
3,0 cm, memiliki lebih banyak fraksi agregat halus, guna mendapatkan campuran
yang kedap air.
Lataston
termasuk lapisan yang non struktural. Lataston memiliki ukuran maksimum agregat
19 mm dalam campuran, dimana untuk mendapatkan lapisan yang kuat, maka campuran
dirancang dengan 2 (dua) persyaratan utama, yaitu:
1.
Gradasi
yang benar-benar senjang, artinya ada beberapa ukuran butiran agregat yang
ditiadakan. Untuk mencapai gradasi yang benar-benar senjang, maka selalu
dilakukan pencapuran pasir halus dengan agregat produksi dari mesin pemecah
batu.
2.
Sisa
rongga udara dalam campuran pada kepadatan membal (refusal density) harus memenuhi ketentuan yang disyaratkan, yaitu
minimum 3.
Lapis
Aspal Beton (Laston) atau disebut juga Asphalt Concrete (AC), selanjutnya lebih
sering disebut AC. Laston termasuk lapisan struktural yang direncanakan memikul
bebas lalu lintas kendaraan.
Laston
terdiri dari 3 (tiga) jenis campuran yang tergantung pada fungsi lapisan dan
ukuran maksimum agregat, yaitu:
1.
AC
Lapis Aus (AC-WC), adalah lapisan struktural dengan karakteristik sebagai
berikut:
a.
Ukuran
maksimum agregat sebesar 19 mm
b.
Tebal
lapisan minimum 4,0 cm,
c.
Difungsikan
sebagai lapisan kedap air
2.
AC
Lapis Antara (AC-Binder), adalah campuran aspal panas dengan karakteristik
sebagai berikut:
a.
Ukuran
maksimum agregat sebesar 25,4 mm
b.
Tebal
lapisan padat minimum 6,0 cm, dengan toleransi tebal untuk tiap lapisan
campuran beraspal tidak lebih dari 4,0 mm.
c.
Difungsikan
sebagai lapisan antara, mencegah rembesan air dari atas masuk ke lapisan
pondasi
3.
AC
Lapis Pondasi (AC-Base), adalah campuran aspal panas yang bernilai struktural,
terletak paling bawah, dengan karakteristik sebagau berikut:
a.
Ukuran
maksimum agregat sebesar 37,5 mm
b.
Tebal
padat lapisan minimum 7,5 cm, Tebal lapisan padat minimum 6,0 cm, dengan
toleransi tebal untuk tiap lapisan campuran beraspal tidak lebih dari 5,0 mm.
c.
Difungsikan
sebagai lapisan pondasi menyangga lapisan di atasnya
AC-Base merupakan lapis perkerasan
beraspal yang terletak di bawah lapis AC-BC. Lapis perkerasan ini tidak
berhubungan langsung denga cuaca luar, tetapi harus memiliki stabilitas untuk
menahan beban lalu lintas yang disebarkan melalui roda kendaraan.
AC-Base memiliki beberpa fungsi antara
lain (Kusuma, 2014):
a.
fungsi
memberi dukungan terhadap lapisan permukaan;
b.
mengurangi
regangan dan tegangan;
c.
menyebarkan
dan meneruskan beban konstruksi jalan di bawahnya (subgrade)
AC-Base memiliki ukuran agregat maksimum
3,75 mm yang artinya lebih besar dari 1” harus dibuatkan benda uji berdiameter
6” seperti disyarakan Spesifikasi Umum 2010 Revisi 2. Demikian pula mata bor
pada mesin cor berdiameter 6” untuk mengambil sampel yang sudah dipadatkan di
lapangan
Instalasi
Pencampur Aspal (AMP)
AMP
adalah seperangkat peralatan yang menghasilkan produk berupa campuran aspal
panas. AMP terdiri dari Tipe Batch dan Tipe Continuius. Dalam kajian ini yang
dibahas adalah AMP Tipe Batch, seperti ditunjukkan pada Gambar 01. Adapun
bagian-bagian dari AMP tipe ini adalah sebagai berikut (Dirjen BM, 1996):
1.
Unit
Pemasok Agregat Dingin (Cold Bin)
Cold Bin adalah bak
tempat penampung agregat dari tiap-tiap fraksi mulai dari agregat halus sampai
agregat kasar yang diperlukan dalam memproduksi campuran. Fraksi yang
dimasukkan ke dalan cold bin sesuai
dengan hasil produksi unit pemcah batu adalah:
a.
Abu
batu
b.
Batu
pecah 0,5 – 1,0 cm
c.
Batu
pecah 1,0 – 2,0 cm
d.
Batu
pecah 2,0 – 3,0 cm
e.
Batu
pecah 3,0 – 4,0 cm
Maksud
dan tujuan pemisahan masing-masing fraksi adalah agar proporsi tiap-tiap fraksi
yang diperlukan sesuai dengan job mix
formula/JMF yang telah disetujui (Dirjen
BM, 2007a). Pemisah antara cold bin
perlu dipertegas, ditinggikan agar agar agregat yang dipasok oleh loader tidak bercampur dengan fraksi
agregat lainnya.
Untuk
produksi Latasir cukup diperlukan 2 (dua) buah cold bin, yaitu bin (a) dan bin
(b). Untuk produksi Lataston diperlukan 3 (tiga) bin, yaitu: bin (a), (b), dan
(c). Untuk Produksi Laston, AC-WC, AC-BC, diperlukan 4 (empat) bin, yaitu bin
(a), (b), (c), dan (d), sedangkan untuk produksi AC-Base diperlukan 5 (lima)
buah cold bin (semuanya).
2.
Unit
Pengering (Dryer)
Alat
pengering (dryer) ditempatkan dengan posisi miring, untuk memberi kesempatan
agregat dingin yg dimasukkan ke dalam drum pengering dari ujung yang lebih
tinggi dan keluar ke ujung yang lebih rendah, setelah melalui proses
pengeringan. Makin besar kemiringan drum makin besar produksi yang dapat
dihasilkan, akan tetapi makin pendek agregat mengalami pengeringan, sehingga
tidak mendung mutu produksi. Kemiringan drum dryer rata-rata berkisar 3o
sd 5o, dengan kapasitas temperatur alat pengering dryer sampai 100oC.
Besarnya
kemiringan drum pengering ini ditentukan oleh pabrik berdasarkan:
a.
Rencana
disain kapasitas produksi
b.
Rencana
disain mutu produksi
3.
Saringan
Agregat Panas (Hot Screen)
Saringan
panas ini tersusun secara vertikal yang mendistribusikan agregat kedalam
pemasok panas (hot bin) yang sesuai
dengan ukuran butirnya.
4.
Unit
Pemasok Agregat Panas (Hot Bin).
Hot
bin adalah bin penampung agregat panas hasil distribusi hot screen.
5.
Timbangan
Agregat Panas (Weigh Bin)
Bin
ini berfungsi untuk menampung sekaligus menimbang agregat dari setiap fraksi
yang dibutuhkan untuk tiap kali pencampuran. Yang terpenting adalah Weigh Bin
ini harus melalui pemeriksaan kelayakan operasi oleh badan meteorologi dengan
bukti fisik berupa sertifikat kalibrasi.
6.
Pencampur
(Pugmill)
Semua
material (agregat, dan aspal) masuk ke pugmill dalam kondisi panas dan dicampur
untuk menghasilkan produk berupa campuran aspal panas.
Ada
2 (dua) jenis pencampuran, yaitu pencampuran kering dan pencampuran basah.
Pencampuran kering adalah pengadukan agregat dari berbagai fraksi yang dituang
dari weigh bin. Pencampuran basah adalah pengadukan setelah dicampur dengan
aspal panas.
Waktu
pengadukan dalam pugmill sekitar 45 detik, temperatur agregat panas di dalam
pugmill harus sekitar 175oC, hal ini diperlukan untuk memperoleh
tempertaur campuran aspal panas ± 150oC, maksimum 165oC.
Bahan
pengisi (filler) dan additif dituangkan ke dalam pugmill (untuk satu kali pengadukan) melalui
2 (dua) cara, yaitu:
a.
Ditimbang
bersama agregat panas di dalam weigh bin
b.
Ditimbang
sendiri dan dituangkan ke dalam pugmill.
7.
Pemasok
Aspal
Aspal
sebagai bahan pengikat disimpan dalam bak penampung aspal, dipanaskan hingga
mencapai 160oC untuk aspal keras pen. 60 agar suhu di dalam pugmill
mencapai 140oC – 150oC.
8.
Pengumpul
Debu (Dust Collector)
Pengumpul
debu berfungsi untuk menjaga kebersihan udara dan lingkungan dari debu-debu
akibat pengeringan di unit pengering (dryer). Ada 2 (dua) jenis pengumpukl
debu:
a.
Jenis
kering (dry cyclone)
Debu
dari unit pengering dihisap ke dalam silo cyclone dan diputar sehingga partikel
berat akan turun ke bawah, sedangkan udara yang tidak sudah tidak mengandung
partikel debu dikeluarkan melalui cerobong.
b.
Jenis
basah (wet scruber)
Debu
dari unit pengering terbawa udara buangan dari dryer dialirkan ke dalam suatu
bak atau ruangan dan disemprot air, sehingga partikel-partikel debunya terbawa
air turun dan ditampung dalam bak-bak penampung. Udara yang keluar sudah bersih
dari debu-debu dan keluar melalui cerobong asap.
Gambar 01
Instalasi Pencampur Aspal (AMP)
Sumber: Dirjen
BM, 1996.
Peralatan
Pengujian Laboratorium
Paling
sedikit 30 hari sebelum dimulainya pekerjaan aspal, Penyedia Jasa diwajibkan
menyerahkan secara tertulis Rumus Campuran Rancangan/Design Mix Formula (DMF). Setelah hasil tes properties aspal dan
agregat diketahui dan telah memenuhi syarat, maka Penyedia Jasa membuat DMF di
laboratoriumnya sendiri. Dalam membuat DMF ini Penyedia Jasa harus memiliki
atau menggunakan sejumlah alat pengujian-pengujian di Laboratorium dan
pengambilan sampel di lapangan, seperti:
a.
Alat
Marshall, seperti ditunjukkan pada Gambar 02, yang dilengkapi dengan alat (SNI
06-2489-1991):
-
Breaking Head berbentuk
lengkung.
-
Proving Ring yang disertai
dengan arloji (dial) tekan.
-
Arloji
untuk mengukur flow.
b.
Mould
4” untuk membuat benda uji AC-WC dan AC-BC, dan Mould 6” untuk benda uji
AC-Base.
c.
Penumbuk
manual atau otomatis berbetuk silinder dengan berat 4,5 kg, dan jatuh bebas
setinggi 45,7 cm.
d.
Penumbuk
getar untuk mencari kepadatan membal (refusal
density).
e.
Mesin
cor di lapangan dengan mata bor 4” untuk AC-WC dan AC-BC dan pisau bor 6” untuk
lapisan AC-Base.
f.
Alat-alat
perlengkapan lainnya di laboratorium.
Gambar 02 Alat
Marshall
Unit Pemecah
Batu (Crusher)
Agregat
yang digunakan dalam campuran aspal dapat diambil dari alam (quarry) yang
berupa pasir, kerikil, atau batuan. Kadang batuan dari alam berukuran besar
sehingga perlu dilakukan pemecahan terhadap batuan tersebut agar dapat
dimanfaatkan dalam campuran. Guna mendapatkan kerikil atau batuan pecah yang
sesuai dengan ukuran yang diharapkan (memenuhi amplop grading) maka diperlukan suatu alat untuk memecah tersebut. Alat
pemecah batuan yang digunakan adalah pemecah batu (stone crusher).
Mesin
pemecah batu (stone crusher), seperti
Gambar 03, terdiri dari beberapa macam tipe, yaitu (Dirjen BM, 2007b):
a.
Roll crusher (pemecah
silinder)
b.
Jaw crusher (pemecah
rahang)
c.
Impact crusher (pemecah jepit)
d.
Hammer mill (pemecah
pukulan)
e.
Cone crusher (pemecah konus)
Gambar 03 Denah
Unit Pemecah Batu
Sumber:
Wordpress (2012)
AC-Base
dirancang dengan menggunakan fraksi agregat kasar dan agregat halus dari batu
pecah produksi crusher. Agregat pecah disiapkan dalam ukuran nominal sesuai
dengan jenis campuran yang direncanakan. Hasil produksi yang lazim selama ini
pada crusher-crusher yang ada di Bali,
seperti ditunjukkan dalam Gambar 03 adalah:
a.
Abu
batu (fine aggregate/FA)
b.
Batu
pecah 0,5-1 cm (medium aggregate/MA)
c.
Batu
pecah 1-2 cm (coarse aggregate/CA2)
d.
Batu
pecah 2-3 cm (coarse aggregate/CA1)
ANALISIS
Pelaksaaan
lapis AC-Base di Bali, yang digelar pada 2 (dua) ruas, seperti yang telah
disebutkan diatas, yaitu Ruas Jalan Singaraja-Seririt dan Ruas Jalan Untung
Surapati Amlapura Karangasem, menghadapi beberapa kendala. Kendala menyangkut
masalah produksi AC-Base yang harus didukung oleh kesiapan alat produksi yang
ada, yaitu:
1.
Kendala
pada Instalasi Pencampur Aspal (AMP).
2.
Kendala
pada Unit Pemecah Batu (Stone Crusher).
3.
Kendala
pada Peralatan Pengujian di Laboratorium.
4.
Kendala
pada alat pengambilan sampel di
lapangan.
Kendala Pada
Instalasi Pencampur Aspal (AMP)
Kendala
pada Instalasi Pencampur Aspal (AMP), merupakan masalah terberat yang dihadapi
oleh rekanan Penyedia Jasa (kontraktor). Sesuai dengan yang disyaratkan oleh
Spesifikasi Umum 2010 Revisi 2 Divisi 6 hal 45 point (h) disebutkan: “Instalasi Pencampur Aspal (AMP), jika
digunakan untuk pembuatan AC-Base, mempunyai pemasok dingin (cold bin) yang
jumlahnya tidak kurang dari 5 (lima) buah, dan untuk jenis lain campuran
beraspal minmal tersedia 4 (empat) pemasok dingin”.
Pihak
Penyedia Jasa di Bali umumnya, dan khususnya Penyedia Jasa yang melaksanakan
AC-Base ini tidak memiliki AMP dengan jumlah pemasok dingin (cold bin) seperti yang disyaratkan.
Jumlah pemasok dingin mereka hanya 4 (empat) buah. AC-Base memerlukan 5 (lima)
pemasuk dingin, karena ada 5 (lima) fraksi agregat yang diperlukan dalam
campuran AC-Base, dengan ukuran butiran agregat terbesar adalah 37,5 mm.
Pemasok dingin seperti terlihat pada Gambar 04.
Kelima
fraksi yang ada dalam campuran AC-Base, yang ditampung dalam cold bin adalah:
1.
Fraksi
abu batu
2.
Fraksi
agregat ½-1 cm
3.
Fraksi
agregat 1-2 cm
4.
Fraksi
agregat 2-3 cm
5.
Fraksi
agregat 3-4 cm
Selain
itu, susunan hot screen untuk agregat
yang telah dikeringkan dari unit pengering (dryer) harus juga ada 5 (lima)
buah, diikuti jumlah hoper 5 buah, dan timbangan gantung agregat panas (weigh bin) juga harus berjumlah 5 buah.
Jadi baik cold bin, hot bin,
dan weigh bin harus berjumlah 5 buah untuk mengakomodasi 5 jenis fraksi
agregat tadi.
Gambar 04 Cold
Bin Penyedia Jasa 4 buah.
Sumber: Hasil
Observasi 2014.
Bagi
pihak Penyedia Jasa, menambah cold bin, hot
bin dan weigh bin itu sama saja
membeli AMP baru dan membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar 4 bulan untuk
memedifikasi AMP. Selain membutuhkan biaya yang mahal untuk melengkapi AMP-nya,
Penyedia Jasa juga memikirkan prospek investasi yang dikeluarkan untuk
perbaikan AMP, terhadap kemungkinan munculnya item pekerjaan AC-Base pada
tahun-tahun berikutnya. Pengalaman tahun lalu (2013), menunjukkan, setelah
dimunculkan item pekerjaan Aspal Modifikasi, pihak Penyedia Jasa melakukan
investasi menambah blending tank
untuk aspal modifikasi. Tetapi, untuk tahun ini (2014) item Aspal Modifikasi
tidak ada, ini berarti investasi pembuatan blending tank dari segi kajian
ekonomi rugi.
Kendala
Pada Unit Pemecah Batu (Stone Crusher)
Seperti
disebut di atas, AC-Base terdiri dari 5 fraksi, dengan ukuran terbesar agregat
(max size) adalah 37,5 mm, yang
termasuk fraksi 3-4 cm. Sementara kondisi unit pemecah batu (stone crusher) yang ada di Bali hanya
menghasilkan 4 fraksi, yaitu: fraksi abu batu, fraksi ½-1, frkasi 1-2, dan
fraksi 2-3.
Apabila
4 fraksi dipertahankan sebagai agregat penyusun AC-Base, maka ukuran terbesar (max size) agregat tidak tercapai. Max size agregat tidak tercapai
berimplikasi terhadap tidak tercapainya tegangan yang disyaratkan sebesar 1600
Mpa. AC-Base tidak mungkin mencapai umur
layanan selama 40 tahun, seperti yang diinstruksikan oleh Direktorat Jenderal
Bina Marga melalui SK Dirjen Tahun 2013 tentang umur layanan konstruksi jalan.
Perbaikan
unit pemecah batu (stone crusher)
bagi pihak Penyedia Jasa juga merupakan pengeluaran biaya ekstra. Penambahan
jenis produksi fraksi, yaitu fraksi 3-4 cm, sampai pada masa mobiliasi berakhir
belum juga terlaksana. Dengan demikian, campuran AC-Base tanpa fraksi 3-4. Ini
merupakan potensi penyimpangan terhadap aturan kontrak.
Kendala Pada
Peralatan Pengujian
Dalam
pengendalian mutu pelaksanaan pekerjaan jalan, hal yang tidak dapat diabaikan
adalah masalah pemeriksaan material penyusun campuran dan pengujian campuran,
baik dalam pembuatan Design Mix Formula
(DMF) maupun pengujian campuran yang sudah ditetapkan dalam Job Mix Formula (JMF). Untuk itu
pentingnya peralatan laboratorium dimiliki dan dikalibrasi oleh Penyedia Jasa
untuk akurasi hasil pemeriksaan atau pengujian.
Dalam
proses pembuatan DMF AC-Base, peralatan laboratorium yang harus dimiliki
Penyedia Jasa adalah:
1.
Mould
ukuran 6”
2.
Alat
Marshall Modified
3.
Alat
penumbuk getar
4.
Alat
cor dengan pisau bor berdiameter 6”
Apabila
mould 6” tidak dimiliki, maka tidak dapat dibuatkan benda uji AC-Base dalam
membuat DMF. Bila menggunakan mould 4” ini berarti keluar menyimpng dari
persyaratan spesifikasi. Menurut Spesifikasi Umum 2010 Revisi 2, Divisi 6 hal
59 Tabel 6.3.7.(2) Pengendalian Mutu disebutkan:”Benda uji inti (core) berdiameter 4” untuk partikel maksimum 1” dan 6”
untuk partikel ukuran di atas 1”, baik untuk pemeriksaan pemadatan maupun tebal
lapisan”.
Alat
Marshall Modified untuk menguji benda uji AC-Base juga harus dimiliki Penyedia
Jasa. Alat Marshall yang umum dimiliki adalah alat Marshall standar dengan breaking head berbentuk lengkung
berjari-jari dalam 2”. Sedangkan breaking
head yang diperuntukkan AC-Base adalah yang berjari-jari dalam 3”. Apabila
benda uji AC-Base dibuat dengan ukuran 4” dan diuji dengan Alat Marshall
Standar, maka ini juga merupakan bentuk penyimpangan terhadap spesifikasi.
Hasil yang sebenarnya, yang representatif terhadap nilai Marshall AC-Base tidak
diketahui.
Campuran
aspal panas yang dihampar dan sudah dilakukan pemadatan, harus dicore untuk dilakukan pengujian terhadap
nilai density pemadatan dan kadar
aspal yang dikandung campuran. Untuk AC-Base, hasil cor harus berdiameter 6”.
Ini berarti alat core harus dilengkapi dengan pisau bor 6”.. Apabila dicore dengan pisau bor berdiameter
standar 4”, maka ini berarti pengujian density
tidak representatif untuk AC-Base.
SIMPULAN DAN
SARAN
Dari
beberapa analisis di atas dapat disimpulkan dan diberikan saran sebagai
berikut:
1.
AC-Base
yang dikerjakan dengan kondisi peralatan yang dimiliki sekarang, seperti AMP,
Crusher, dan alat pemeriksaan/pengujian di laboratorium, maka ini tidak sesuai
dengan dokumen kontrak.
2.
Pengendalian
terhadap kualitas campuran AC-Base tidak dapat dilakukan secara optimal, karena
tidak terpenuhi metode kerja seperti yang disyaratkan pada Spesifikasi Umum
2010 Revisi 2.
3.
Pihak
Penyedia Jasa harus melakukan persiapan pada peralatannya baik peralatan untuk
memproduksi maupun untuk melakukan pengujian terhadap AC-Base.
4.
Penyedia
Jasa juga dapat mengutarakan keberatannya terhadap item pekerjaan yang akan
dilaksanakan pada waktu aanwijzing.
5.
Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) yang menangani item pekerjaan ini dapat bersurat kepada
Satuan Kerja (Satker) untuk dibicarakan di Balai Pelaksanaan Jalan Nasional
Wilayah (BPJN) VIII. Kemudian Balai dapat menerus ke Pusat Penelitian dan
Pengembangan (Puslitbang) di Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat
Jenderal Bina Marga (Dirjen BM). 1996. Petuntuk
Pemeriksaan Peralatan Pencampur Aspal (Asphalt
Mixing Plant). Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Direktorat
Jenderal Bina Marga (Dirjen BM). 2010. Spesifikasi
Umum 2010 Revisi 2. Jakarta: Kementrian Pekerjaan Umum.
Direktorat
Jenderal Bina Marga (Dirjen BM). 2007a. Petuntuk
Pemeriksaan Unit Pencampur Aspal (Asphalt
Mixing Plant). Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Direktorat
Jenderal Bina Marga (Dirjen BM). 2007b. Pemeriksaan
Peralatan Pemecah Batu (Stone Crusher). Buku 3: Perawatan Peralatan.
Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Kusuma, D. 2014.
Mengenal Konstruksi Lapisan Aspal. http://dwikusumadpu. wordpress.com/2014/02/09/mengenal-konstruksi-lapisan-aspal/.
Diakses 4 Juni 2014.
SNI 03-1737-1989
tentang Tata Cara Pelaksanaan Lapis Aspal
Beton (Laston) untuk Jalan Raya.
SNI 06-2489-1991
tentang Metode Pengujian Campuran Aspal
Dengan Alat Marshall.
Wordpress. 2012.
Proses Pemecahan Batu dengan Stone
Crusher. http://jualbatusplit.wordpress.com/author/jualbatusplit/page/3/. Diaskes 4 Juni
2014.