Label

Selasa, 16 Desember 2014

Penggunaan Bahan Bakar Batubara

RESIKO PENGGUNAAN BAHAN BAKAR BATUBARA PADA PEMANASAN AGREGAT DALAM PROSES PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS

Ida Bagus Wirahaji
Program Studi Teknik Sipil FT UNHI

ABSTRAK

Dalam campuran aspal panas, agregat merupakan material penyusun yang dominan. Sehingga kondisi agregat sangat menentukan kualitas campuran. Agreagt sebelum dicampur harus dalam keadaan bersih dari debu dan kandungan air. Oleh sebab itu dilakukan pemanasan agregat dalam unit pengering (dryer) pada instalasi pencampur aspal (AMP).
Di dalam Spesifikasi Umum 2010 Revisi2, disyaratkan bahwa pemanasan agregat hanya boleh dengan bahan bakar minyak tanah dan gas. Dalam kenyataannya pihak Penyedia Jasa lebih cenderung menggunakan bahan bakar batubara, karena biaya operasionalnya lebih ekonomis. Akan tetapi memberi resiko terhadap kualitas produksi campuran aspal panas, yakni ikut tercampurnya unsur-unsur asing yang melemahkan adhesivitas campuran.
Penggunaan bisa saja asal memakai sistem pembakaran tidak langsung (Indirect Burner), dimana bahan bakar batubara diproses, dirubah menjadi gas. Selain itu jenis batubara pun harus tertentu, yang memiliki kandungan kalori minimal 5.500 k.cal/kg. Kandungan kalori sebesar itu dapat ditemukan pada batubara jenis antrasit.

Kata Kunci: Pemanasan Agregat, Batubara, indirect system.


LATAR BELAKANG
Untuk mencapai kualitas campuran aspal panas sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan dalam Spesifikasi Umum 2010 Revisi 2, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya adalah masalah pemanasan agregat. Pemanasan agregat bertujuan untuk mencapai agregat dalam kondisi kering oven, bersih, bebas dari debu (kotoran) yang menyelimuti. Dalam kondisi ini, agregat akan memberikan pengaruh yang kuat untuk mencapai nilai stabilitas Marshall campuran minimum 800 kg untuk lapisan AC-BC dan AC-WC dan 1800 kg untuk lapisan AC-Base.
Di dalam Instalasi Pencampur Aspal (AMP), agregat dipanaskan di dalam unit pengering (dryer) yang mempunyai kemiringan 3o sampai dengan 5o. Agregat yang masuk ke dalam drum dryer diputar dan disemprot dengan api yang berasal dari burner. Api sebagai unsur pembakar/pemanas agregat di dalam drum dryer dapat bersumber dari bahan bakar minyak atau bahan bakar batubara. Dimana penggunaan bahan bakar batubara lebih murah dari pada minyak.
Indonesia yang merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan batubara melimpah. Mengingat penggunaan bahan bakar batubara lebih murah daripada bahan bakar minyak (solar), maka kebanyakan Penyedia Jasa menggunakan batubara sebagai bahan bakar pemanas agregat. Selain itu, harga pasaran minyak dunia bersifat fluktuatif, sehingga Penyedia Jasa enggan berspekulatif menggunakan bahan bakar minyak.
Diversifikasi bahan bakar minyak dengan bahan bakar alternatif, yaitu batubara, tentu telah melalui pengkajian dan pengujian terhadap AMP berbahan bakar batubara. Pemilihan batubara sebagai bahan bakar untuk pemanas agregat pada unit produksi campuran beraspal, tentu disertai dengan pengkajian kelebihan-kelebihan maupun kekurangan-kekurangan dibandingkan dengan bahan bakar solar (Suslany, 2011).
Penggunaan bahan bakar batubara untuk pembakaran/pemanasan agregat sebagai bahan pencampur aspal, memberi resiko terhadap penurunan kualitas campuran aspal. Bahan bakar batubara diduga memberi kontribusi pada  kegagalan dalam konstruksi perkerasan jalan. Umur perkerasa jalan tidak mencapai masa layanan yang dikehendaki.

RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Mengapa penggunaan bahan bakar batubara dapat beresiko menurunkan kualitas campuran aspal?
2.      Bagaimana caranya menghilangkan resiko penggunaan bahan bakar batubara dalam pemanasan agregat?

TINJAUAN PUSTAKA
Batubara
Batubara adalah senyawa hidrokarbon padatan alami, yang dapat dibakar, menghasilkan panas, menyerupai batu berawarna coklat sampai hitam, berasal dari akumulasi tetumbuhan yang terbentuk dalam kondisi anaerob, mengalami tekanan dan pengerasan secara bertahap dan berlangsung sangat lama (Dirjen BM, 2010). Batubara merupakan batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Rumus empiris batubara C137H97O9NS untuk bitumius dan C240H90O4NS untuk antrasit (Wikipedia, 2014).
Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu, adalah masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk. Pada Zaman Permian, kira-kira 270 juta tahun lalu, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 – 13 juta tahun lalu) di berbagai belahan bumi lain (Asrarudin, 2013).
Diperkirakan bahwa lebih dari 984 milyar ton cadangan batubara di seluruh dunia. Hal ini berarti batubara berada di seluruh dunia. Batubara dapat ditemukan di setiap daratan lebih dari 70  negara. Dengan deposit terbanyak terdapat di Amerika Serikat, Rusia, China, dan India. Cadangan batubara ditemukan melali kegiatan eksplorasi. Proses tersebut biasanya mencakup pembuatan peta geologi dari daerah yang bersakutan, kemudian melakukan survai geokimia dan geofisika.
Cadangan batubara Indonesia cukup melimpah, namun tingkat produksinya masih sangat sedikit. Dilihat dari rasio cadangan terhadap produksi, batubara diperkirakan masih mampu digunakan selama lebih dari 500 tahun ke depan. Sedangkan minyak bumi dan gas alam masing-masing sekitar 15 tahun dan 45 tahun. Dengan semakin menipisnya cadangan bahan bakar minyak dan gas, batubara akan mempunyai peran lebih besar sebagi penyedia energi primer (Arianto dkk, 2014)..
Gambar 01 Quarry Batubara di Kalimatan Tengah.
Sumber: Wendy, dkk (2013)

Batubara sangat penting sebagai sumber energi dan merupakan bahan baku yang paling penting bagi industri semen dan baja. Batubara juga digunakan dalam berbagai industri lain seperti kertas, aluminium, kimia, transportasi dan farmasi. Meskipun begitu, batubara juga memiliki konsekuensi negatif yang sangat besar karena merupakan sumber terbesar bagi emisi karbon yang terjadi selama pertambangan dan pembakaran batubara.
Bahan bakar batubara sendiri memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan batubara antara lain:
1.        Ketersediaan dalam jumlah banyak, lebih dari 70 negara memiliki deposit batubara.
2.        Sumber energi yang handal, dapat menghasilkan energi hampir 24 x 7 jam.
3.        Biaya murah, bila dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar minyak.
4.        Potensi lebih besar daripada minyak.
5.        Berbasis industri besar.
6.        Bisa dalam bentuk cairan maupun gas.

Kelemahan batubara antara lain:
1.        Emisi gas kaca, karena batubara menghasilkan karbon dioksida.
2.        Banyaknya korban mati di pertambangan batubara.
3.        Penambangan batubara akan merusak alam, dan sebagaiinya.


Sistem Pembakaran dengan Batubara
Sistem pembakaran dengan bahan bakar batubara ada 2 (dua) macam, yaitu (Dirjen BM, 2010a):
1.        Sistem pembakaran langsung (direct system)
2.        Sistem pembakaran tidak langsung (indirect system)

Pada sistem pembakaran langsung, seperti ditunjukkan pada Gambar 01, bongkahan batubara dimasukkan ke cold bin, dialirkan ke mesin pemecah tahap pertama (grinding machine), sehingga diiperoleh batubara berdiameter lolos saringan 3/8’. Disalurkan ke dalam silo yang dilengkapi dengan gate di bawah silo. Setelah gate dibuka butiran batubara diangkat untuk dipecah tahap kedua di dalam penggiling (pulverizer) sehingga diperoleh batubara lolos saringan No. 200. Batubara halus disalurkan ke dalam combustion chamber untuk dibakar dengan menyalakan pemantik api yang berbahan bakar minyak, sehingga temperatur batubara mencapai titik nyala dan terbakar. Semburan api dari batubara yang terbentuk pada combustion chamber disalurkan ke dalam dryer untuk memaskan agregat.
Bagan alir proses batubara menjadi bahan bakar pada burner sistem tidak langsung (Indirect System) seperti ditunjukkan pada Gambar 02. Sistem pembakaran ini pada prinsipnya adalah batubara dikonversikan terlebih dulu menjadi gas. Gas inilah yang disemprotkan ke unit pengering (dryer) AMP, tempat agregat dipanaskan dengan kemiringan antara 3o sd 5o.
Batubara yang berdiameter kurang dari 60 mm dibakar di dalam gasifier dengan bantuan blower udara sehingga terjadi pembakaran tidak sempurna yang menghasilkan gas panas CO (carbon monoksida). Kemudian uap air dimasukkan ke dalam gasifier sehingga terjadi reaksi gasifikasi yang menghasilkan CO dan H2. Gas panas ini dialirkan ke burner, setelah dinyalakan disemprotkan ke dryer.

Ijin Penggunaan Batubara
Sehubungan dengan makin banyaknya Penyedia Jasa menggunakan bahan bakar batubara untuk pemanasan agregat dalam proses pembuatan campuran aspal panas, maka pihak Direktorat Jenderal Bina Marga melakukan pengkajian terhadap resiko atau kerugian terhadap kualitas campuran beraspal.  Setelah dilakukan pengkajian, pada prinsipnya dapat diijinkan sepanjang menenuhi (Dirjen BM, 2009):
1.        Persyaratan bahan batubara, meliputi: nilai kalori, kadar air, kandungan debu, sulfur, dan karbon, indeks kekerasan (HGI).
2.        Persyaratan peralatan, antara lain:
a.       Proses langsung (direct process), meliputi: mesin pemecah batubara, penampung butir, pipa pemasok ke pembakar batubara, dan pembakar batubara butir halus.

Gambar 02 Direct Process penggunaan batubara
Sumber: Dirjen BM (2010a)

b.      Proses tidak langsung (indirect process), meliputi: alat pemasok butir batubara, ke tanur reaksi, tangki air dan uap air, pemasok air dan uap air ke dalam rekator, penampung batubara, tanur reaksi, klep air, mesin peniup utama dan peniup.

Gambar 03 Indirect Process penggunaan batubara
Sumber: Dirjen BM (2010a)



Surat edaran ini dikeluarkan masih mengacu pada Spesifikasi Umum Edisi Desember 2006. Spesifikasi ini terakhir digunakan tahun anggaran 2010, sebelum diganti dengan spesifikasi yang baru, yang mengalami dua kali revisi, Spesifikasi Umum 2010 Revisi 2.

Unit Pengering Agregat
Unit pengering agregat (dryer) adalah salah satu dari rangkaian instalasi pencampur aspal (AMP) yang memegang peran penting. Pada bagian ini, agregat yang merupakan bagian yang paling dominan dalam membentuk campuran aspal, dibakar, dipanaskan hingga agregat mencapai kondisi kering oven. Unit pengering (dryer) seperti diperlihatkan pada Gambar 04.
Unit pengering agregat berputar dirancang sedemikian rupa hingga mampu mengeringkan atau memanaskan agregat sampai temperatur yang disyaratkan. Pengering biasanya dengan blower. Pengering dengan gas dan bensin sudah jarang digunakan (Saleh, 2010). Unit pengering agregat (dryer) mempunyai fungsi, yaitu:
1. Menghilangkan kandungan air pada agregat;
2. Memanaskan agregat sampai temperatur yang disyaratkan.

Komponen yang terdapat pada unit pengering adalah (Suslany, 2011):
1.        Silinder berputar (drum) yang umumnya berdiameter 91 cm sampai 305 cm, dengan panjang 610 cm sd 1.219 cm.
2.        Ketel pembakar (burner) yang berisi gas atau minyak bakar untuk menyalakan pemanas.
3.        Kipas (fan) sebagai bagian dari system pengumpul debu dan mempunyai fungsi utama untuk memberikan udara atau oksigen dalam sistem pemanas.

Pada unit pengering dipasang serangkaian baris sudu-sudu (lifting flights) yang terbuat dari pelat logam cekung yang dilas dalam bentuk yang bervariasi dan melekat pada permukaan di bagian dalam silinder tersebut. Sudu-sudu ini berfungsi untuk mengangkat dan menjatuhkan butiran agregat sehingga proses pengeringan agregat menjadi merata
Gambar 04 Unit Pengering Agregat (Dryer) pada salah satu AMP di Bali



Gambar 05 Sudu-sudu (lifting flighs) unit pengering pada salah satu AMP


.

ANALISIS
Pada unit pengering (dryer) perlu diperhatikan beberapa faktor, diantaranya adalah masalah pembakaran. Pembakaran harus sempurna, hal ini dapat diindikasikan dari warna asap yang keluar dari cerobong asap. Bila nyala api pembakaran berwarna biru dan yang keluar dari cerobong asap berwarna putih, maka pembakaran berlangsung dengan baik. Bila warna asap hitam/gelap menandakan pembakaran tidak sempurna. Akibat pembakaran yang tidak sempurna, maka pada saat pengambilan agregat dari hot bin, agregat berwarna hitam terselimuti jelaga. Agregat yang terselimuti ini tidak akan mampu menyerap aspal ke pori-pori dan juga tidak dapat melekat dengan aspal.
Dalam Spesifikasi Umum 2010 Revisi 2, Instalasi Pencampur Aspal (AMP) disyaratkan bahwa bahan bakar yang digunakan untuk memanaskan agregat haruslah minyak tanah atau gas. Bila menggunakan batubara, hasil akhirnya berupa gas yang disemburkan ke drum pengering (dryer) melalui burner. Batubara yang digunakan dalam proses gasifikasi haruslah memiliki min 5.500 K.Cal/kg. ini berarti penggunaan bahan bakar batubara pemanas agregat haruslah dengan pembakaran tidak langsung (indirect system). Sebab dengan indirect system, batubara diubah menjadi gas sebelum disemburkan dari burner. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 10/SE/M/2011, tanggal 31 Oktober 2011 perihal Pedoman Penggunaan batubara untuk pemanas agregat pada unit produksi campuran beraspal (AMP).
Gambar 06 Instalasi Pemanasan Agregat Secara Langsung (Direct System)
pada salah satu AMP di Bali.

Penggunaan bahan bakar batubara untuk direct burner atau pembakaran langsung akan memberi resiko buruk terhadap campuran aspal. Batubara yang belum terbakar, yang masih berupa butiran halus atau abu terbang akan ikut bergabung berkolaborasi dengan fine agggregate (FA) atau dengan bahan pengisi tambahan (filler). Batubara yang belum habis terbakar tersebut dapat disebabkan oleh mutu batubara yang belum mencapai 5.500 k.cal/kg, atau sistem pembakaran yang tidak baik. Butiran halus batubara yang ikut bergabung tadi akan melemahkan ikatan aspal dengan agregat. Ini disebabkan oleh muatan kandungan kimia batubara yang menolak aspal. Adhesivitas material penyusun campuran akan melemah, aspal sebagai bahan pengikat tidak memiliki daya rekat yang kuat.
Sekalipun Pulverizer batubara yang sudah terintegrasi, terlindung atap tetapi material batubaranya belum memenuhi syarat, misalnya berwarna abu-abu muda sampai kecoklatan, maka akan menghasilkan produk campuran yang memiliki daya rekat aspal dengan agregat yang rendah. Tempat penghancuran batubarapun harus teritegrasi dengan unit lainnya. Tempat penghancuran batubara yang berantakan akan memungkinakan batubara bercampur dengan bahan-bahan lainnya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 07.

Gambar 07 Instalasi Pembakaran secara langsung, tempat penghancuran batubara yang berantakan, sehingga memungkinkan batubara tecampur dengan bahan lainnya.

Gambar 08 Gudang penyimpanan batubara yang kotor, mdah tercampur dengan bahan-bahan plastis.

Untuk memenuhi persyaratan batubara yang memiliki min 5.500 k.cal/kg, maka dipilih batubara dengan mutu tinggi. Visual batubara mutu tinggi umumnya lebih keras, kuat, seringkali berwarna hitam mengkilap seperti kaca. Batubara mutu tinggi akan menghasilkan energi yang besar, memiliki kandungan karbon yang lebih banyak dan kelembaban yang lebih rendah. Jenis batubara mutu tinggi adalah jenis antrasit. Antrasit berwarna hitam kerkilauan metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8% (Wikipedia, 2014).
Dengan demikian, bataubara jenis antrasit merupakan kelas batubara yang cocok dipakai untuk pemanasan agregat dalam produksi campuran aspal panas. Sistem yang dipakai haruslah pembakaran tidak langsung (indirect system) sehingga yang membakar agregat adalah sumber api yang sudah berupa gas. Gas akan lenyap bersama nyala api dan tidak akan bergabung dengan campuran
Agregat memerlukan pengeringan yang cukup sehingga berada dalam kondisi kering oven yang sesuai sebelum dicampur dengan bahan pengikat aspal. Agregat dalam keadaan kering maksimum akan memberi daya lekat yang kuat terhadap aspal dan membuat campuran memiliki durabilitas yang tinggi.





SIMPULAN
Dari pembahasan penggunaan bahan bakar batubara dalam pemanasan agregat di atas, dapat ditarik beberapa simpulan antara lain:
1.      Pembakaran dengan bahan bakar batubara memberi resiko terjadinya pembakaran yang lebih kotor, yang memungkinkan agregat akan terkontaminasi dengan bahan asing yang tidak dibutuhkan dalam campuran.
2.      Bila tetap menggunakan bahan bakar batubara, maka Penyedia Jasa sebagai pemilik AMP harus menggunakan instalasi pembakaran secara tidak langsung (indirect system) sehingga api pembakaran berasal dari batubara yang sudah diproses menjadi gas.
3.      Tidak semua jenis batubara dapat dipakai sebagai bahan bakar yang baik. Batubara jenis antrasit merupakan jenis batubara yang memenuhi persyaratan karena memiliki kandungan kalori min 5.500 k.cal/kg, secara visual berwarna hitam berkilau metalik.

SARAN
Dari simpulan di atas maka dapat diberikan beberapa saran atau rekomendasi sebagai berikut:
1.      Untuk mendapatkan campuran aspal panas yang memiliki kinerja tinggi, sehingga memiliki masa layanan yang dikehendaki, maka sebaiknya Kementerian Pekerjaan Umum, dalam hal ini Dirjen Bina Marga mengeluarkan peraturan tentang penggunaan bahan bakar batubara yang lebih tegas.
2.      Bila Penyedia Jasa tidak dapat melakukan pengadaan bahan bakar batubara jenis antrasit, maka pihak Direksi Teknis agar tidak merekomendasi produksi campuran aspal panas dan menolak semua produk campuran.


DAFTAR PUSTAKA
Arianto, dkk. 2012. Rasio Bahan Bakar Terhadap Umpan Pada Karbonisasi Batubara Dengan Sistem Pemanasan Tidak Langsung. Jurnal. Padang: Universitas Bung Hatta.
Asrarudin. 2013. Pengertian Umum Batubara. http://asrarudin91.blogspot.com /2013/08/pengertian-umum-batubara.html. Diakses 10 Juni 2014.
Direktur Jenderal Bina Marga (Dirjen BM). 2009. Pengaturan Teknis Unit Produksi Campuran Beraspal Panas Menggunakan Bahan Bakar Batubara Untuk Pemanas Agregat. Surat Edaran No. 04/SE/Db/2009. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Direktur Jenderal Bina Marga (Dirjen BM). 2010a. Penggunaan Batu Bara Untuk Pemanas agregat pada unit produksi campuran beraspal (AMP). Pedoman Bahan Konstruksi dan Rekayasa Sipil. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Direktur Jenderal Bina Marga (Dirjen BM). 2010b. Spesifikasi Umum 2010 Revisi 2. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Saleh, A. 2010. Ketentuan Intalasi Pencampur Aspal. Bandung: Universitas Taruma Negara.
Suslany, Enny. 2011. Analisis Penggunaan Batubara Sebagai Bahan Bakar Alternatif Pemanas Agregat Pada Unit Produksi Campuran Beraspal (AMP). Tugas Akhir. Medan: Universitas Sumatera Utara (USU).
Syarkowi dan Arsan. 2008. Potensi dan Permasalahan Penggunaan Batubara Sebagai Bahan Bakar Alternatif AMP di Wilayah BBJN III. Palembang: DPD HPJI Provinsi Sumatera Selatan.
Wendy, dkk. 2013. Pertambangan di Jantung Borneo: Produksi Batubara Indonesia. http://www.mongabay.co.id/2013/12/02/pertambangan-di-jantung-borneo-produksi-batubara-indonesia/. Diakses 10 Juni 2014.

1 komentar: