RESIKO PENGGUNAAN BAHAN BAKAR BATUBARA PADA
PEMANASAN AGREGAT DALAM PROSES PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS
Ida Bagus
Wirahaji
Program Studi
Teknik Sipil FT UNHI
ABSTRAK
Dalam
campuran aspal panas, agregat merupakan material penyusun yang dominan. Sehingga
kondisi agregat sangat menentukan kualitas campuran. Agreagt sebelum dicampur
harus dalam keadaan bersih dari debu dan kandungan air. Oleh sebab itu
dilakukan pemanasan agregat dalam unit pengering (dryer) pada instalasi pencampur aspal (AMP).
Di
dalam Spesifikasi Umum 2010 Revisi2, disyaratkan bahwa pemanasan agregat hanya
boleh dengan bahan bakar minyak tanah dan gas. Dalam kenyataannya pihak
Penyedia Jasa lebih cenderung menggunakan bahan bakar batubara, karena biaya
operasionalnya lebih ekonomis. Akan tetapi memberi resiko terhadap kualitas
produksi campuran aspal panas, yakni ikut tercampurnya unsur-unsur asing yang
melemahkan adhesivitas campuran.
Penggunaan
bisa saja asal memakai sistem pembakaran tidak langsung (Indirect Burner), dimana bahan bakar batubara diproses, dirubah
menjadi gas. Selain itu jenis batubara pun harus tertentu, yang memiliki
kandungan kalori minimal 5.500 k.cal/kg. Kandungan kalori sebesar itu dapat
ditemukan pada batubara jenis antrasit.
Kata Kunci: Pemanasan Agregat, Batubara,
indirect system.
LATAR BELAKANG
Untuk
mencapai kualitas campuran aspal panas sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan
dalam Spesifikasi Umum 2010 Revisi 2, maka ada beberapa hal yang harus
diperhatikan diantaranya adalah masalah pemanasan agregat. Pemanasan agregat
bertujuan untuk mencapai agregat dalam kondisi kering oven, bersih, bebas dari
debu (kotoran) yang menyelimuti. Dalam kondisi ini, agregat akan memberikan
pengaruh yang kuat untuk mencapai nilai stabilitas Marshall campuran minimum
800 kg untuk lapisan AC-BC dan AC-WC dan 1800 kg untuk lapisan AC-Base.
Di
dalam Instalasi Pencampur Aspal (AMP), agregat dipanaskan di dalam unit
pengering (dryer) yang mempunyai
kemiringan 3o sampai dengan 5o. Agregat yang masuk ke
dalam drum dryer diputar dan
disemprot dengan api yang berasal dari burner.
Api sebagai unsur pembakar/pemanas agregat di dalam drum dryer dapat bersumber dari bahan bakar minyak atau bahan bakar
batubara. Dimana penggunaan bahan bakar batubara lebih murah dari pada minyak.
Indonesia
yang merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan batubara melimpah. Mengingat
penggunaan bahan bakar batubara lebih murah daripada bahan bakar minyak
(solar), maka kebanyakan Penyedia Jasa menggunakan batubara sebagai bahan bakar
pemanas agregat. Selain itu, harga pasaran minyak dunia bersifat fluktuatif,
sehingga Penyedia Jasa enggan berspekulatif menggunakan bahan bakar minyak.
Diversifikasi
bahan bakar minyak dengan bahan bakar alternatif, yaitu batubara, tentu telah
melalui pengkajian dan pengujian terhadap AMP berbahan bakar batubara.
Pemilihan batubara sebagai bahan bakar untuk pemanas agregat pada unit produksi
campuran beraspal, tentu disertai dengan pengkajian kelebihan-kelebihan maupun
kekurangan-kekurangan dibandingkan dengan bahan bakar solar (Suslany, 2011).
Penggunaan
bahan bakar batubara untuk pembakaran/pemanasan agregat sebagai bahan pencampur
aspal, memberi resiko terhadap penurunan kualitas campuran aspal. Bahan bakar
batubara diduga memberi kontribusi pada kegagalan
dalam konstruksi perkerasan jalan. Umur perkerasa jalan tidak mencapai masa
layanan yang dikehendaki.
RUMUSAN MASALAH
Dari
uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1.
Mengapa
penggunaan bahan bakar batubara dapat beresiko menurunkan kualitas campuran
aspal?
2.
Bagaimana
caranya menghilangkan resiko penggunaan bahan bakar batubara dalam pemanasan
agregat?
TINJAUAN PUSTAKA
Batubara
Batubara
adalah senyawa hidrokarbon padatan alami, yang dapat dibakar, menghasilkan
panas, menyerupai batu berawarna coklat sampai hitam, berasal dari akumulasi
tetumbuhan yang terbentuk dalam kondisi anaerob, mengalami tekanan dan
pengerasan secara bertahap dan berlangsung sangat lama (Dirjen BM, 2010).
Batubara merupakan batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia
yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Rumus empiris batubara
C137H97O9NS untuk bitumius dan C240H90O4NS
untuk antrasit (Wikipedia, 2014).
Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi
tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi.
Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu, adalah masa pembentukan batu
bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi
bagian utara terbentuk. Pada Zaman
Permian, kira-kira 270 juta tahun lalu, juga terbentuk endapan-endapan
batu bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70
– 13 juta tahun lalu) di berbagai belahan bumi lain (Asrarudin, 2013).
Diperkirakan
bahwa lebih dari 984 milyar ton cadangan batubara di seluruh dunia. Hal ini
berarti batubara berada di seluruh dunia. Batubara dapat ditemukan di setiap
daratan lebih dari 70 negara. Dengan
deposit terbanyak terdapat di Amerika Serikat, Rusia, China, dan India.
Cadangan batubara ditemukan melali kegiatan eksplorasi. Proses tersebut
biasanya mencakup pembuatan peta geologi dari daerah yang bersakutan, kemudian
melakukan survai geokimia dan geofisika.
Cadangan
batubara Indonesia cukup melimpah, namun tingkat produksinya masih sangat
sedikit. Dilihat dari rasio cadangan terhadap produksi, batubara diperkirakan
masih mampu digunakan selama lebih dari 500 tahun ke depan. Sedangkan minyak bumi
dan gas alam masing-masing sekitar 15 tahun dan 45 tahun. Dengan semakin
menipisnya cadangan bahan bakar minyak dan gas, batubara akan mempunyai peran
lebih besar sebagi penyedia energi primer (Arianto dkk, 2014)..
Gambar 01 Quarry Batubara di Kalimatan Tengah.
Sumber: Wendy,
dkk (2013)
Batubara
sangat penting sebagai sumber energi dan merupakan bahan baku yang paling
penting bagi industri semen dan baja. Batubara juga digunakan dalam berbagai
industri lain seperti kertas, aluminium, kimia, transportasi dan farmasi.
Meskipun begitu, batubara juga memiliki konsekuensi negatif yang sangat besar
karena merupakan sumber terbesar bagi emisi karbon yang terjadi selama
pertambangan dan pembakaran batubara.
Bahan
bakar batubara sendiri memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan batubara antara
lain:
1.
Ketersediaan
dalam jumlah banyak, lebih dari 70 negara memiliki deposit batubara.
2.
Sumber
energi yang handal, dapat menghasilkan energi hampir 24 x 7 jam.
3.
Biaya
murah, bila dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar minyak.
4.
Potensi
lebih besar daripada minyak.
5.
Berbasis
industri besar.
6.
Bisa
dalam bentuk cairan maupun gas.
Kelemahan
batubara antara lain:
1.
Emisi
gas kaca, karena batubara menghasilkan karbon dioksida.
2.
Banyaknya
korban mati di pertambangan batubara.
3.
Penambangan
batubara akan merusak alam, dan sebagaiinya.
Sistem
Pembakaran dengan Batubara
Sistem
pembakaran dengan bahan bakar batubara ada 2 (dua) macam, yaitu (Dirjen BM,
2010a):
1.
Sistem
pembakaran langsung (direct system)
2.
Sistem
pembakaran tidak langsung (indirect
system)
Pada
sistem pembakaran langsung, seperti ditunjukkan pada Gambar 01, bongkahan
batubara dimasukkan ke cold bin,
dialirkan ke mesin pemecah tahap pertama (grinding
machine), sehingga diiperoleh batubara berdiameter lolos saringan 3/8’.
Disalurkan ke dalam silo yang dilengkapi dengan gate di bawah silo. Setelah
gate dibuka butiran batubara diangkat untuk dipecah tahap kedua di dalam
penggiling (pulverizer) sehingga diperoleh batubara lolos saringan No. 200.
Batubara halus disalurkan ke dalam combustion chamber untuk dibakar dengan
menyalakan pemantik api yang berbahan bakar minyak, sehingga temperatur
batubara mencapai titik nyala dan terbakar. Semburan api dari batubara yang
terbentuk pada combustion chamber disalurkan ke dalam dryer untuk memaskan
agregat.
Bagan
alir proses batubara menjadi bahan bakar pada burner sistem tidak langsung (Indirect System) seperti ditunjukkan
pada Gambar 02. Sistem pembakaran ini pada prinsipnya adalah batubara
dikonversikan terlebih dulu menjadi gas. Gas inilah yang disemprotkan ke unit
pengering (dryer) AMP, tempat agregat dipanaskan dengan kemiringan antara 3o
sd 5o.
Batubara
yang berdiameter kurang dari 60 mm dibakar di dalam gasifier dengan bantuan
blower udara sehingga terjadi pembakaran tidak sempurna yang menghasilkan gas
panas CO (carbon monoksida). Kemudian
uap air dimasukkan ke dalam gasifier sehingga terjadi reaksi gasifikasi yang
menghasilkan CO dan H2. Gas panas ini dialirkan ke burner, setelah
dinyalakan disemprotkan ke dryer.
Ijin Penggunaan
Batubara
Sehubungan
dengan makin banyaknya Penyedia Jasa menggunakan bahan bakar batubara untuk
pemanasan agregat dalam proses pembuatan campuran aspal panas, maka pihak
Direktorat Jenderal Bina Marga melakukan pengkajian terhadap resiko atau
kerugian terhadap kualitas campuran beraspal.
Setelah dilakukan pengkajian, pada prinsipnya dapat diijinkan sepanjang
menenuhi (Dirjen BM, 2009):
1.
Persyaratan
bahan batubara, meliputi: nilai kalori, kadar air, kandungan debu, sulfur, dan
karbon, indeks kekerasan (HGI).
2.
Persyaratan
peralatan, antara lain:
a.
Proses
langsung (direct process), meliputi:
mesin pemecah batubara, penampung butir, pipa pemasok ke pembakar batubara, dan
pembakar batubara butir halus.
Gambar 02 Direct Process penggunaan batubara
Sumber: Dirjen BM (2010a)
b.
Proses
tidak langsung (indirect process),
meliputi: alat pemasok butir batubara, ke tanur reaksi, tangki air dan uap air,
pemasok air dan uap air ke dalam rekator, penampung batubara, tanur reaksi,
klep air, mesin peniup utama dan peniup.
Gambar 03 Indirect Process penggunaan batubara
Sumber: Dirjen BM (2010a)
Surat
edaran ini dikeluarkan masih mengacu pada Spesifikasi Umum Edisi Desember 2006.
Spesifikasi ini terakhir digunakan tahun anggaran 2010, sebelum diganti dengan
spesifikasi yang baru, yang mengalami dua kali revisi, Spesifikasi Umum 2010
Revisi 2.
Unit Pengering
Agregat
Unit
pengering agregat (dryer) adalah
salah satu dari rangkaian instalasi pencampur aspal (AMP) yang memegang peran
penting. Pada bagian ini, agregat yang merupakan bagian yang paling dominan
dalam membentuk campuran aspal, dibakar, dipanaskan hingga agregat mencapai
kondisi kering oven. Unit pengering (dryer)
seperti diperlihatkan pada Gambar 04.
Unit
pengering agregat berputar dirancang sedemikian rupa hingga mampu mengeringkan
atau memanaskan agregat sampai temperatur yang disyaratkan. Pengering biasanya
dengan blower. Pengering dengan gas dan bensin sudah jarang digunakan (Saleh,
2010). Unit pengering agregat (dryer)
mempunyai fungsi, yaitu:
1. Menghilangkan kandungan air pada
agregat;
2. Memanaskan agregat sampai temperatur
yang disyaratkan.
Komponen
yang terdapat pada unit pengering adalah (Suslany, 2011):
1.
Silinder
berputar (drum) yang umumnya berdiameter 91 cm sampai 305 cm, dengan panjang
610 cm sd 1.219 cm.
2.
Ketel
pembakar (burner) yang berisi gas
atau minyak bakar untuk menyalakan pemanas.
3.
Kipas
(fan) sebagai bagian dari system pengumpul debu dan mempunyai fungsi utama
untuk memberikan udara atau oksigen dalam sistem pemanas.
Pada
unit pengering dipasang serangkaian baris sudu-sudu (lifting flights) yang
terbuat dari pelat logam cekung yang dilas dalam bentuk yang bervariasi dan
melekat pada permukaan di bagian dalam silinder tersebut. Sudu-sudu ini
berfungsi untuk mengangkat dan menjatuhkan butiran agregat sehingga proses
pengeringan agregat menjadi merata
Gambar 04 Unit
Pengering Agregat (Dryer) pada salah satu AMP di Bali
Gambar 05
Sudu-sudu (lifting flighs) unit pengering pada salah satu
AMP
.
ANALISIS
Pada
unit pengering (dryer) perlu
diperhatikan beberapa faktor, diantaranya adalah masalah pembakaran. Pembakaran
harus sempurna, hal ini dapat diindikasikan dari warna asap yang keluar dari
cerobong asap. Bila nyala api pembakaran berwarna biru dan yang keluar dari
cerobong asap berwarna putih, maka pembakaran berlangsung dengan baik. Bila
warna asap hitam/gelap menandakan pembakaran tidak sempurna. Akibat pembakaran
yang tidak sempurna, maka pada saat pengambilan agregat dari hot bin, agregat berwarna hitam
terselimuti jelaga. Agregat yang terselimuti ini tidak akan mampu menyerap
aspal ke pori-pori dan juga tidak dapat melekat dengan aspal.
Dalam
Spesifikasi Umum 2010 Revisi 2, Instalasi Pencampur Aspal (AMP) disyaratkan
bahwa bahan bakar yang digunakan untuk memanaskan agregat haruslah minyak tanah
atau gas. Bila menggunakan batubara, hasil akhirnya berupa gas yang disemburkan
ke drum pengering (dryer) melalui burner. Batubara yang digunakan dalam
proses gasifikasi haruslah memiliki min 5.500 K.Cal/kg. ini berarti penggunaan
bahan bakar batubara pemanas agregat haruslah dengan pembakaran tidak langsung
(indirect system). Sebab dengan indirect system, batubara diubah menjadi
gas sebelum disemburkan dari burner.
Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 10/SE/M/2011,
tanggal 31 Oktober 2011 perihal Pedoman Penggunaan batubara untuk pemanas
agregat pada unit produksi campuran beraspal (AMP).
Gambar 06
Instalasi Pemanasan Agregat Secara Langsung (Direct System)
pada salah satu AMP
di Bali.
Penggunaan
bahan bakar batubara untuk direct burner
atau pembakaran langsung akan memberi resiko buruk terhadap campuran aspal.
Batubara yang belum terbakar, yang masih berupa butiran halus atau abu terbang
akan ikut bergabung berkolaborasi dengan fine
agggregate (FA) atau dengan bahan pengisi tambahan (filler). Batubara yang belum habis terbakar tersebut dapat
disebabkan oleh mutu batubara yang belum mencapai 5.500 k.cal/kg, atau sistem
pembakaran yang tidak baik. Butiran halus batubara yang ikut bergabung tadi
akan melemahkan ikatan aspal dengan agregat. Ini disebabkan oleh muatan kandungan
kimia batubara yang menolak aspal. Adhesivitas material penyusun campuran akan
melemah, aspal sebagai bahan pengikat tidak memiliki daya rekat yang kuat.
Sekalipun
Pulverizer batubara yang sudah
terintegrasi, terlindung atap tetapi material batubaranya belum memenuhi
syarat, misalnya berwarna abu-abu muda sampai kecoklatan, maka akan
menghasilkan produk campuran yang memiliki daya rekat aspal dengan agregat yang
rendah. Tempat penghancuran batubarapun harus teritegrasi dengan unit lainnya.
Tempat penghancuran batubara yang berantakan akan memungkinakan batubara
bercampur dengan bahan-bahan lainnya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 07.
Gambar 07
Instalasi Pembakaran secara langsung, tempat penghancuran batubara yang
berantakan, sehingga memungkinkan batubara tecampur dengan bahan lainnya.
Gambar 08 Gudang
penyimpanan batubara yang kotor, mdah tercampur dengan bahan-bahan plastis.
Untuk
memenuhi persyaratan batubara yang memiliki min 5.500 k.cal/kg, maka dipilih
batubara dengan mutu tinggi. Visual batubara mutu tinggi umumnya lebih keras,
kuat, seringkali berwarna hitam mengkilap seperti kaca. Batubara mutu tinggi
akan menghasilkan energi yang besar, memiliki kandungan karbon yang lebih
banyak dan kelembaban yang lebih rendah. Jenis batubara mutu tinggi adalah
jenis antrasit. Antrasit berwarna hitam kerkilauan metalik, mengandung antara
86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8% (Wikipedia, 2014).
Dengan
demikian, bataubara jenis antrasit merupakan kelas batubara yang cocok dipakai
untuk pemanasan agregat dalam produksi campuran aspal panas. Sistem yang
dipakai haruslah pembakaran tidak langsung (indirect
system) sehingga yang membakar agregat adalah sumber api yang sudah berupa
gas. Gas akan lenyap bersama nyala api dan tidak akan bergabung dengan campuran
Agregat
memerlukan pengeringan yang cukup sehingga berada dalam kondisi kering oven
yang sesuai sebelum dicampur dengan bahan pengikat aspal. Agregat dalam keadaan
kering maksimum akan memberi daya lekat yang kuat terhadap aspal dan membuat
campuran memiliki durabilitas yang tinggi.
SIMPULAN
Dari
pembahasan penggunaan bahan bakar batubara dalam pemanasan agregat di atas,
dapat ditarik beberapa simpulan antara lain:
1.
Pembakaran
dengan bahan bakar batubara memberi resiko terjadinya pembakaran yang lebih
kotor, yang memungkinkan agregat akan terkontaminasi dengan bahan asing yang
tidak dibutuhkan dalam campuran.
2.
Bila
tetap menggunakan bahan bakar batubara, maka Penyedia Jasa sebagai pemilik AMP
harus menggunakan instalasi pembakaran secara tidak langsung (indirect system) sehingga api pembakaran
berasal dari batubara yang sudah diproses menjadi gas.
3.
Tidak
semua jenis batubara dapat dipakai sebagai bahan bakar yang baik. Batubara
jenis antrasit merupakan jenis batubara yang memenuhi persyaratan karena
memiliki kandungan kalori min 5.500 k.cal/kg, secara visual berwarna hitam
berkilau metalik.
SARAN
Dari
simpulan di atas maka dapat diberikan beberapa saran atau rekomendasi sebagai
berikut:
1.
Untuk
mendapatkan campuran aspal panas yang memiliki kinerja tinggi, sehingga
memiliki masa layanan yang dikehendaki, maka sebaiknya Kementerian Pekerjaan
Umum, dalam hal ini Dirjen Bina Marga mengeluarkan peraturan tentang penggunaan
bahan bakar batubara yang lebih tegas.
2.
Bila
Penyedia Jasa tidak dapat melakukan pengadaan bahan bakar batubara jenis antrasit, maka pihak Direksi Teknis agar
tidak merekomendasi produksi campuran aspal panas dan menolak semua produk
campuran.
DAFTAR PUSTAKA
Arianto, dkk.
2012. Rasio Bahan Bakar Terhadap Umpan
Pada Karbonisasi Batubara Dengan Sistem Pemanasan Tidak Langsung. Jurnal.
Padang: Universitas Bung Hatta.
Asrarudin. 2013.
Pengertian Umum Batubara. http://asrarudin91.blogspot.com /2013/08/pengertian-umum-batubara.html.
Diakses 10 Juni 2014.
Direktur
Jenderal Bina Marga (Dirjen BM). 2009. Pengaturan
Teknis Unit Produksi Campuran Beraspal Panas Menggunakan Bahan Bakar Batubara
Untuk Pemanas Agregat. Surat Edaran No. 04/SE/Db/2009. Jakarta: Departemen
Pekerjaan Umum.
Direktur
Jenderal Bina Marga (Dirjen BM). 2010a. Penggunaan
Batu Bara Untuk Pemanas agregat pada unit produksi campuran beraspal (AMP).
Pedoman Bahan Konstruksi dan Rekayasa Sipil. Jakarta: Departemen Pekerjaan
Umum.
Direktur
Jenderal Bina Marga (Dirjen BM). 2010b. Spesifikasi
Umum 2010 Revisi 2. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Saleh, A. 2010. Ketentuan Intalasi Pencampur Aspal.
Bandung: Universitas Taruma Negara.
Suslany, Enny.
2011. Analisis Penggunaan Batubara
Sebagai Bahan Bakar Alternatif Pemanas Agregat Pada Unit Produksi Campuran
Beraspal (AMP). Tugas Akhir. Medan: Universitas Sumatera Utara (USU).
Syarkowi dan
Arsan. 2008. Potensi dan Permasalahan
Penggunaan Batubara Sebagai Bahan Bakar Alternatif AMP di Wilayah BBJN III.
Palembang: DPD HPJI Provinsi Sumatera Selatan.
Wendy, dkk.
2013. Pertambangan di Jantung Borneo:
Produksi Batubara Indonesia. http://www.mongabay.co.id/2013/12/02/pertambangan-di-jantung-borneo-produksi-batubara-indonesia/. Diakses 10
Juni 2014.
Terimakasih pak, sangat bermanfaat..
BalasHapus