BERSAHABATLAH
DENGAN KEMATIAN
Kematian itu
pasti, hanya saja waktunya tidak pasti. Tidak seorang dapat menghindarinya.
Itulah sebabnya kematian harus dipahami, agar kita dapat menghadapinya tanpa
rasa takut
Kematian bukanlah ‘lawan’ atau ‘musuh’
kita. Kematian harus diterima sebagai sahabat. Dapat dibayangkan apa yang akan
terjadi bila tidak ada kematian. Betapa sesaknya dunia ini. Kematian
membebaskan yang sakit dari penyakitnya. Kematian membebas tugaskan kita untuk
mengurus badan yang tidak normal ini, yang membebani kita. Jiwa yang tinggal
dalam badan yang sudah tidak berfungsi dengan baik tentu merasa terperangkap
dalam penjara dan ingin segera bebas.
Ketika masih memiliki badan, umumnya
manusia menyianyiakannya untuk mengejar hal-hal yang serba semu. Tidak pernah
mempersiapkan untuk sesuatu yang pasti terjadi, yaitu kematian. Bila manusia
hidup dalam ketidaksadaran, maka ia akan mati dalam ketidaksadaran pula.
Sampai sekarang reinkarnasi masih dalam
tahap kepercayaan. Masalahnya hampir semua orang tidak mampu mengingat
kematiannya yang terakhir dan karena tidak adanya kemampuan untuk mengingat hal
ini, sehingga orang menjadi tidak percaya bahwa mereka pernah mengalami
kematian sebelumnya.
Manusia lupa, bahwa memori aktif
hanyalah sebagian kecil dari fungsi memori secara keseluruhan, dan bahwa memori
bawah sadar (subconcious memory)
mendaftar dan menyimpan setiap kesan dan pengalaman lampau, dimana memori aktif
tidak mampu mengingatnya. Itulah sebab manusia tidak mengetahui kapan kematian
terakhirnya.
Respon tiap individu terhadap kematian
berbeda-beda. Sedikitnya ada 6 macam respon, yaitu:
-
Melarikan
diri dengan cara misalnya, menyibukkan diri dalam kerja.
-
Menerima
kematian sebagai fakta yang tidak bisa dihindarkan dan mengambil posisi
humanis.
-
Memberontak
terhadap kematian, yang diwujudkan dalam karya-karya seni dalam ambisi manusia
untuk mendapatkan status, kekuasaan, atau kekayaan.
-
Menghentikan
eksistensinya sendiri untuk hidup dalam dunia ideal, seperti yang dilakukan
oleh orang yang bunuh diri atau gila.
-
Dengan
iklas, patuh menerima keterbatasannya, misalnya orang-orang beragama.
-
Percaya
pada kekuatan mistis untuk bersatu dengan Tuhan dalam keabadian atau
reinkarnasi.
Kematian dan gejala-gejala yang
menyertai
Menurut Padmasambhawa, ada 3 gejala-gejala
fisik (symptoms) yang akan
mengantarkan seseorang menuju alam kematian:
1.
Bumi
tenggelam dalam air (earth sinking in to
water)
Sensasi
adanya tekanan (pressure) yang
dirasakan tubuh, seolah-olah tubuh sedang ditenggelamkan ke dalam air dingin secdara
perlahan-lahan.
2.
Air
tenggelam dalam api (water sinking into
fire)
Sensasi
berubah secara perlahan-lahan menjadi sensasi panas, seperti yang dialami tubuh
bila terserang demam.
3.
Api
melebur ke udara (fire sinking into the
air)
Perasaan
seolah-olah tubuh diledakkan berkeping-keping menjadi atom-atom.
Setiap gejala disertai dengan perubahan
fisik yang tampak pada tubuh, seperti:
·
Hilangnya
hilangnya kendali atas otot-otot muka
·
Hilangnya
pendengaran
·
Hilangnya
penglihatan, dan
·
Napas
yang terengah-engah sebelum hilangnya kesadaran
Akhirnya gejala-gejala tersebut mencapai
puncaknya dengan terlepasnya tubuh “bardo” dari tubuh fisik bersamaan dengan
berhembusnya napas terakhir.
Alam-alam Kematian
Bersamaan dengan berhembusnya napas
terakhir, dimulailah perjalanan Kesadaran di alam kematian, pada akhirnya kita
akan mengetahui jawaban dari pertanyaan yang menghatui umat manusia sepanjang
umur peradabannya.
Berikut ini beberapa ‘bardo’ (keadaan)
setelah kematian:
· Bardo pada saat
kematian (chikhai bardo)
Pada
momen ini ada Cahaya Terang yang melintas. Bagi yang karmanya buruk selama
hidupnya, maka momen ini hanya berlangsung kilat tanpa sempat banginya untuk
mengidentifikasi Cahaya Terang tersebut. Tetapi bagi yang karmanya baik,
kesadaran, dan spitualnya tinggi, maka momen ini dapat berlangsung 20 sampai 30
menit, sehingga cukup baginya untuk mengidentifikasi Cahaya Terang tersebut.
Pada
saat kesadaran telah berhasil menyatukan diri dengan Cahaya Terang tersebut,
maka tak ada kelahiran kembali bagi kesadaran tersebut dan tidak mengalami
alam-alam kematian yang selanjutnya.
· Bardo mengalami
realita (choyid bardo)
Keadaan
ini dialami oleh Kesadaran memiliki karma-karma buruk semasa hidupnya di dunia.
Cahaya terang yang melintas tadi telah lenyap. Bersamaan lenyap Cahaya Terang
ini, lenyap pula Kesadaran. Kesadaran akan bertemu dengan berbagai wajah-wajah
Buddha, dari hari pertama sampai hari ke tujuh.
Penampakan
para Buddha dengan cahayanya agung akan membuat Kesadaran takut, akibat
kekuatan dari karma buruknya. Kesadaran akan semakin menjauh menghindari cahaya
tadi. Semakin kesadaran menjauh semakin sulit baginya untuk mengenali dan
memperoleh kebebasan pada tahap ini.
Kesadaran
yang gagal memperoleh kebebasan, akan mendengar suara-suara yang menandai
terurainya 4 unsur utama penyusun tubuh fisik, yaitu:
1.
Suara
gunung runtuh, menandai terurainya unsur tanah
2.
Suara
deburan ombak, menandai terurainya unsur air
3.
Suara
kobaran api, menandai terurainya unsur api
4.
Suara
gelegar, menandai terurainya unsur udara
· Bardo menunggu
kelahiran kembali (sidpa bardo)
Walaupun diberi
kesempatan melihat dan menyatu dengan Cahaya Terang, tetapi karena kuatnya
dorongan karma buruk, akhirnya Kesadaran tidak mampu memanfaatkan momen-moen
tersebut, dan sekarang memasuki keadaan mencari dan menunggu kelahiran kembali.
Pada keadaan inilah Kesadaran paling banyak mengalami penderitaan.
Lagi-lagi sesuai
dengan karmanya, Kesadaran akan mengalami reinkarnasi dengan tubuh jasmani yag
berbeda-beda. Kesadaran dengan karma yang lebih baik akan dilahirkan sebagai
anak manusia dilingkungan keluarga yang baik. Kesadaran dengan karma yang buruk
akan dilahirkan dilingkungan keluarga yang bodoh dan miskin.
Demikianlah, berulangkali manusia
memperoleh kesempatan untuk menyatu dengan Cahaya Terang, tetapi setiap muncul
kesempatan itu terlewatkan. Hal itu terjadi karena karma yang menciptakan
pikiran yang masih sangat kuat – yang menciptakan dualitas baik-buruk,
panas-dingin, suka-duka, dan lain sebagainya.
Karena tidak memiliki pengalaman
meditasi semasa hidup, Kesadaran tidak berhasil membedakan diri dan pikiran,
dan sekarang harus lahir kembali. Kendati demikian, bila mempunyai kemampuan,
Kesadaran tidak langsung memilih rahim yang terlihat. Ia akan memilih rahim
yang cocok baginya untuk menunjang evolusinya
Kebutuhan Spiritual Seseorang Menjelang
Kematian
Pikiran yang muncul pada saat kematian
biasanya adalah apa yang sering dipikirkan oleh seseorang. Orang cenderung
meninggal sesuai dengan sifat mereka, walau pun tidak selalu demikian. Jadi,
sangat ditekankan bahwa saat untuk mempersiapkan kematian adalah sekarang! Hal
ini sangatlah penting, agar tidak takut dalam menghadapi kematian. Keadaan
pikiran pada saat kematian adalah sangatlah penting dan memiliki peranan dalam
menentukan apa yang terjadi kepada orang
tersebut setelah kematian. Dengan yang menyadari bahwa kelahiran dan kematian
adalah ilusi tidak akan pernah takut menghadapi
Sesungguhnya matahari tidak pernah
terbenam, seperti itu pula, sesungguhnya kematian tidak pernah terjadi.
Kematian adalah sebuah ilusi. Ibarat sebuah pintu. Lewat pintu ini kita
meninggalkan satu kamar dan memasuki kamar lain. Kematian mengantar kita ke
dunia-dunia lain itu.
Pendapat para filsuf tentang ketakutan
akan kematian
Apa yang menakutkan? Ada asumsi dan
kepercayaan bahwa kematian itu menyakitkan dan jiwa akan mengalami sengsara
dalam fase sesudah mati.
Epicurus menawarkan solusinya: dengan
menunjukkan ketidak benaran asumsi dan kepercayaan itu. Baginya, kematian
merupakan lenyapnya kesadaran secara sempurna dan ini tidak menyakitkan.
Seneca memberi solusi: orang mesti
memikirkan secara proporsional dengan menyadari hakikat manusia yang hanya
merupakan bagian dari alam dan harus berdamai dengan kenyataan ini.
Plato menegaskan: berfilsafat itu
belajar untuk mati, artinya belajar untuk menjadi akrab dengan keabadian
melalui tindak kontemplasi filsafati. Menurut Plato, jiwa yang telah dipisahkan
dari tubuh pada waktu kematian dapat berpikir dan mempertimbangkan segala
sesuatunya dengan lebih jelas dari sebelumnya, dan akan lebih mudah dapat
mengenali semua sebagaimana aslinya
Spinoza menyarankan: manusia bisa keluar
dari ketakutan akan mati dengan cara tidak terlalu memikirkannya, namun lebih memikirkan
kehidupan. Seperti halnya dengan keseharian, dimana mengerti matahari itu
bersinar terus tanpa terlalu memikirkannya.
Leonardo da Vinci: seperti hari-hari
yang dilalui dengan baik memberikan tidur yang membahagiakan, begitu pula hidup
yang dihayati baik memberikan kematian yang bahagia. Kekuatiran akan kematian
punya akar dalam kemalangan manusia, maka pemeliharaan hidup adalah cara
memperteguh kesejahteraan manusia dalam menyongsong kematian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar