GUSTI AGUNG KERUG
(Patih Terakhir
Kerajaan Mengwi Yang Kontroversial)
Awal
Juni 1891 Dewa Agung Klungkung menyebarkan surat lontar ke beberapa kerajaan
untuk melakukan penyerangan terakhir terhadap Kerajaan Mengwi. Dewa Agung
sangat marah terhadap tindakan patih kerajaan Mengwi Gusti Agung Kerug yang
memberi perlindungan kepada anggota dinasti kerajaan Gianyar yang diburu oleh
Dewa Agung. Klungkung berperang dengan kerajaan Gianyar memperebutkan beberapa
wilayah yang strategis. kerajaan Gianyar akhirnya dapat ditaklukkan pada tahun
1885.
Kerajaan
Tabanan dan Badung langsung merespon surat edaran Dewa Agung Klungkung
tersebut. Kerajaan Tabanan dan Badung adalah berasal dari satu dinasti – sama-sama
dinasti Arya Kenceng. Kerajaan Badung mempunyai alasan untuk mengikuti perintah
Dewa Agung, pertama kerajaan Badung merupakan kerajaan satelit yang sangat
loyal kepada Dewa Agung Klungkung – dimana dinasti Klungkung lahir dari ibu
yang berasal dari Badung. Kedua, sawah-sawah di kerajaan Badung mengalami gagal
panen selama kurang lebih 6 tahun, akibat tindakan dari Gusti Agung Kerug yang memblokir
aliran air irigasi ke kerajaan Badung. Tindakan
Gusti Agung Kerug bukannya tanpa alasan.
Gusti
Agung Kerug adalah salah seorang putera (putera tertua) dari panglima perang
besar kerajaan Mengwi yang bernama Gusti Agung Made Raka yang berasal dari Puri
Mayun, Blahkiuh. Meskipun bukan pemimpin Puri Mayun, Gusti Agung Made Raka
berjasa besar dalam mempertahankan dan memperluas kekuasaan kerajaan. Tahun
1842 Gusti Agung Made Raka merebut wilayah bagian timur yang dikuasai oleh
Bangli. Tahun 1862 Gusti Agung Made Raka menaklukkan Puri Marga.
Namun
sayang hubungan anak dan ayah tidak harmonis. Ketika terjadi peselisihan di
internal Puri Mayun, Gusti Agung Made Raka tinggal di bagian selatan Puri.
Gusti Agung Kerug berbalik mengkhianati, melawan ayahnya. Gusti Agung Kerug di
dukung oleh Puri Gede. Sebagai akibat pertengkaran ini Gusti Agung Made Raka
menjadi semakin terasing. Puri Gede, Puri Mayun, dan anak tertuanya Gusti Agung
Kerug semua memusuhi. Gusti Agung Made Raka mengambil langkah untuk keluar dari
lingkaran kerajaan Mengwi. Ia pindah ke Badung tahun 1883, menghabiskan masa
tuanya di kediaman menantunya dengan membawa 2 buah keris pusaka.
Gusti
Agung mengambil keuntungan dengan menempati Puri Anyar yang ditinggal oleh
ayahnya. Ketika didengar ayahnya sudah meninggal pada tahun 1885, Gusti Agung
Kerug meminta kepada Raja Badung untuk membawa jenazah ayahnya pulang dan
sekaligus mengambil 2 keris pusaka yang
hebat. Kedua permintaan ini ditolak oleh Raja Badung.
Gusti
Agung Kerug lantas naik pitam, terlepas dari perselisihan antara orang tua
dengan anak, menurutnya dia berhak melakukan upacara pengabenan terhadap ayahnya. Pelebon
mantan panglima besar Mengwi ini akhirnya dilaksanakan di Badung. Ini berarti
kehormatan Gusti Agung Kerug benar-benar dipertaruhkan.
Pembalasan
segera datang. Gusti Agung Kerug menutup persediaan air irigasi ke Badung, di
perbatasan yakni di Desa Sempidi. Air dibiarkan mengalir sebentar-sebentar,
tetapi sudah dicemari oleh sampah daun yang menyebabkan gatal-gatal dan
pingsan, sehingga para penduduk Badung tidak bisa meminum atau memakainya
untuk mandi. Pemblokiran air irigasi
ternyata menjadi senjata yang efektif. Sawah-sawah di badung sebagian besar
mengalami gagal panen.
Tanggal
20 Juni 1891, serangan besar-besaran terhadap Mengwi dilakukan oleh kerajaan
koalisi, Badung, Tabanan, Ubud dan Bangli. Pasukan Badung mendominasi
penyerangan. Gusti Agung Kerug menyatakan diri akan bertempur sampai titik
darah penghabisan, sementara raja ragu tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Di
lain pihak, Badung dengan penembak jitu dari Bugis telah mencapai desa tepat di
selatan Mengwi. Kulkul bulus Puri Gede dibunyikan dan prajurit yang tersisa
berkumpul di Puri Gede dipimpin oleh Ida Pedanda Made Bang. Gusti Agung Kerug
melarikan diri dalam pertempuran, dan kini raja sendirian.
Raja
Mengwi yang lagi pincang memerintahkan bawahannya untuk ditandu dan segera
keluar dari puri, karena akan sangat memalukan apabila raja mati terbunuh di
dalam puri. Tepat di selatan Mengwi, bertemu dengan laskar Badung. Para
penandunya ditembak, kemudian seorang jaba
dari Badung melumpuhkan Raja Mengwi dengan tusukan tombak yang mematikan.
Seiring dengan kematiannya, Kerajaan Mengwi – yang pernah jaya itu – pun sirna.
Beberapa
hari setelah jatuhnya Mengwi, Gusti Agung Kerug bersama Gusti Agung Pekel dari
Puri Mayun sampai di Karangasem. Dengan pakaian perang, kain potih terikat di
kepala, mereka beradua menyatakan kekecewaannya kepada raja Karangasem
yang tidak membantu Mengwi. Raja
Karangasem bereaksi dengan melakukan penyerangan ke Klungkung. Terjadinya
perang di Bali Timur.
20
September 1906 kerajaan Badung dihancurkan oleh Belanda melalui perang yang
tidak seimbang, sehingga terjadi pembantaian besar-besaran yang menelan korban
lebih dari 2.000 jiwa. Peristiwa ini lebih dikenal dengan Puputan Badung. Segera setelah kerajaan Badung jatuh,
anggota-anggota dinasti Mengwi kembali ke pusat kerajaan terutama menata
kembali wilayahnya terutama Pura Taman Ayun. Pura Taman Ayun bukan hanya
sebagai simbol tetapi inti dari kerajaan Mengwi.
Gusti
Agung Kerug sebagai orang yang menyebabkan hancurnya kerajaan Mengwi perannya
telah habis. Ia diabaikan oleh kerabatnya, ia tinggal di pengasingan di Desa
Sedang. Oleh Belanda ia sempat dipercaya menduduki jabatan punggawa Sedang pada
tahun 1907. Namun, tidak beberapa lama menjabat ia dipecat. Ada laporan yang
diterima Belanda bahwa ia memeras rakyat desa Sedang untuk membangun purinya.
Gusti Agung Kerug adalah patih yang kontroversial. Pertama, ia memberi suaka kepada anggota dinasti Gianyar yang sedang diburu oleh Dewa Agung Klungkung. Ia mengorbankan hubungan Mengwi dengan Klungkung. Kedua, ia durhaka melawan orang tuanya Gusti Agung Made Raka, mantan panglima besar Mengwi. Ketiga, ia menutup aliran air irigasi sehingga sawah-sawah di Badung gagal panen. Keempat, ia lari dalam peperangan ketika kerajaannya diserang oleh kerajaan koalisi. Padahal dia lah yang paling bertanggung jawab atas terjadinya perang dan kejatuhan kerajaan Mengwi. Kelima, ketika dipercaya oleh Belanda menduduki jabatan Punggawa di Desa Sedang, ia memeras rakyat di desa itu untuk membangun purinya. Belanda menerima laporan tersebut segera mengambil tindakan dengan memecatnya (IBW).