PENGALIHAN ARUS
LALU LINTAS PADA RUAS-RUAS JALAN DI SEKITAR PASAR BADUNG
IB Wirahaji dan AA Ngr Surya Antara
Program Studi Teknik Sipil FT UNHI
ABSTRAK
Sebagaimana
kota-kota lainnya di Indonesia, Denpasar mengalami masalah kemacetan lalu
lintas terutama di pusat kota. Kemacetan disebabkan oleh volume arus lalu
lintas yang melebihi kapasitas jalan. Volume arus lalu lintas meningkat
disebabkan antara lain oleh: tata guna lahan, dimana hampir semua pusat
kegiatan berada di pusat Kota Denpasar; jumlah penduduk yang semakin meningkat
dengan pertumbuhan 4% per tahun; dan tidak terkendalinya jumlah kendaraan
pribadi.
Pasar Badung adalah
pasar tradisional, sebagai salah satu pusat kegiatan bisnis terletak di pusat
Kota Denpasar. Keberadaannya menambah jumlah perjalanan penduduk (trip attraction) dan penyumbang terbesar
kemacetan pada jalan-jalan utama (Gajah Mada – Hasanudin – Thamrin). Untuk
mengatasi kemacetan itu, Pemerintah Kota Denpasar melalui Dinas Perhubungan
Kota Denpasar pada akhir tahun 2010, melakukan pengalihan arah arus lalu lintas
pada 3 (tiga) ruas jalan (Sulawesi – Gunung Kawi – Gunung Raung). Pemerintah
juga membangun setral parkir di pelataran Pasar Badung dan di lantai dasar
pertokoan Lokitasari.
Pengalihan arah
arus lalu lintas di 3 (tiga) ruas jalan tersebut, memang dapat mengurangi
jumlah titik konflik di satu persimpangan (sehingga tidak diperlukan sinyal),
tetapi menambah jumlah titik konflik di persimpangan lainnya. Dan, yang tidak
kalah pentingnya adalah pemerintah harus menindak tegas terhadap para pelanggar
rambu-rambu lalu lintas, seperti: rambu dilarang parkir, dilarang masuk, jalan
satu arah, dan sebagainya. Ke depan perlu direncanakan pemindahan lokasi Pasar
Badung ke tempat lain untuk mengurangi jumlah perjalanan di pusat kota akibat
dari kegiatan pasar. Penggunaan kendaraan pribadi dibatasi dan diganti dengan
angkutan umum yang nyaman, aman, lancar, dan terjangkau.
Kata
Kunci: Pasar
Badung, Kemacetan, Pengalihan lalu lintas.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Denpasar adalah
kota yang berkembang secara alami. Bukan kota yang terencana. Hampir semua
pusat-pusat kegiatan berlokasi di Kota Denpasar. Pusat pemukiman menjadi sumber
bangkitan perjalanan (trip generation).
Pemukiman, seperti rumah-rumah penduduk asli, perumahan BTN, kompleks rumah
dinas, rumah-rumah kost dan sebagainya, kesemuanya itu memproduksi perjalanan (trip production). Penduduk keluar rumah
melakukan perjalanan menuju pusat-pusat kegiatan untuk memenuhi kebutuhan dan
keberlangsungan hidupnya.
Sementara pusat-pusat kegiatan seperti
pemerintahan, pendidikan, bisnis, rekreasi dan lain-lainnya itu, menarik
perjalanan (trip attraction). PNS
atau karyawan swasta melakukan perjalanan menuju kantornya, guru/dosen dan
siswa ke sekolah atau ke kampus, dan seterusnya. Demikian juga pasar, mall, taman kota, museum, tempat-tempat
ibadah menarik perjalanan penduduk. Perjalanan menuju pusat-pusat kegiatan,
tentu diikuti perjalanan sebaliknya menuju rumah masing-masing setelah selesai
melaksanakan kegiatannya. Tata guna lahan seperti ini tentu saja membuat
kuantitas perjalanan penduduk di dalam kota semakin banyak. Belum lagi jumlah
perjalanan penduduk dari luar kota menuju ke pusat-pusat kegiatan yang
berlokasi di Denpasar.
Jumlah penduduk
kota Denpasar menurut data BPS (2010) adalah sebesar 788.445 jiwa, dengan
tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 4% per tahun. Jumlah penduduk yang terus meningkat dengan
sendirinya menambah jumlah perjalanan. Salah satu jenis perjalanan penduduk
adalah perjalanan menuju pusat kegiatan bisnis ke pasar, yaitu Pasar Badung.
Pasar Badung sebagai
salah satu pusat kegiatan bisnis terletak di tengah-tengah pusat Kota Denpasar.
Pasar Badung termasuk pasar tradisional yang lengkap karena menjual segala
kebutuhan rumah tangga sampai dengan alat-alat upacara yang kebanyakan pada
pasar modern tiak tersedia. Hal tersebut menyebabkan Pasar Badung tetap eksis.
Selain menyediakan berbagai keperluan, pasar tradisioanl seperti Pasar Badung
memberi kesempatan kerja yang sangat luas kepada masyarakat (Purawati, 2011).
Keberadaan Pasar
Badung sebagai pasar tradisional ini menjadi tumpuan pada masyarakat yang ingin
mengais rejeki dengan berjualan dan menjadi buruh pasar. Sebagai pasar umum dan
tradisonal, kegiatan di Pasar Badung melibatkan berbagai aktor pasar, seperti
pedagang, pengunjung, pemasok, dan juga tak ketinggalan para buruh atau kuli.
Pasar Badung
berdekatan dengan komplek pertokoan Kumbasari yang dipisahkan oleh Tukad
Badung. Ruas-ruas jalan di sekitar Pasar Badung juga merupakan komplek
pertokoan, seperti Jalan Gajah Mada, Thamrin, Sulawesi, Kalimantan, Hasanudin,
Gunung Raung, dan sebagainya. Adanya pusat-pusat kegiatan perekonomian ini
menimbulkan tarikan perjalanan (trip
attraction) masyarakat yang berangkat dari rumah atau pulang dari tempat
kerja.
Menjelang hari
raya keagamaan, terutama hari raya umat Hindu, seperti Galungan-Kuningan, dan
Nyepi ruas-ruas jalan di sekitar Pasar Badung mengalami overload. Para pedagang untuk keperluan upacara, seperti dagang
canang, bunga, sampian, dupa, buah dan sebagainya sampai mengambil badan jalan
untuk menjanjakan barang dagangannya. Kemacetan sering terjadi di ruas-ruas
jalan utama (Gajah Mada – Hasanudi – Thamrin).
Pada Denpasar
Festival yang dilaksanakan dari tanggal 28 Desember hingga 31 Desember 2010,
Pemerintah Kota Denpasar, melalui Dinas Perhubungan Kota Denpasar telah
mengubah arus lalu lintas di beberapa ruas jalan untuk mendukung pelaksanaan
festival tersebut. Beberapa arus lalu lintas yang diubah adalah di ruas Jalan
Sulawesi, Jalan Gunung Kawi, dan Jalan Gunung Raung. Pengalihan arus lalu
lintas ini tidak bersifat sementara tetapi permanen. Artinya, meskipun festival
selesai perubahan arus lalu lintas tetap diberlakukan. Hal ini terkait dengan
rencana di beberapa kawasan, seperti di Jalan Sulawesi, Jalan Gunung Raung, dan
jalan kartini dibebaskan dari parkir kendaraan. Semua kendaraan diarahkan
parkir di Sentral Parkir Pasar Badung dan di Lokitasari (Antara Bali, 2010).
Selain melakukan
pengalihan arah arus lalu lintas Pemerintah Kota Denpasar mengadakan proyek
pedestrian di kawasan Jalan Gajah Mada. Pedestrian Gajah Mada merupakan upaya
untuk pengembangan potensi Pasar Badung dan Kumbasari serta untuk memperindah
Kota Denpasar sebagai kawasan heritage,
yang memiliki objek wisata antara lain: Puri (Denpasar dan Pemecutan), Museum
Bali, Taman Budaya dan objek wisata lainnya (BisnisBali, 2007).
Pedagang-pedagang
bunga, canang, dan bahan-bahan upacara lainnya, yang semula mereka berjualan di
areal sebelah timur pasar (di Jalan Sulawesi) dipindahkan ke utara di Jalan
Kartini. Para pedagang menempati areal yang baru di terminal Wangaya. Sementara
areal lama mereka kemudian disiapkan untuk tempat parkir sepeda motor.
Pemindahan para pedagang bunga itu menimbulkan masalah baru di ruas Jalan
Kartini. Para pedagang tidak hanya berjualan di atas trotoar, mereka juga
berjualan di badan jalan. Bahkan, parkir sepeda motor pengunjung malah
disediakan di badan jalan tersebut (on
street parking).
Menurut Anindya
(2012), pada prinsipnya penataan Jalan Gajah Mada adalah mengacu pada Grand
Design Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (Urban Design Guide Line) Jalan Gajah Mada yang bertujuan untuk me-revitalisasi
kawasan Gajah Mada sehingga peranan dan fungsi kawasan pertokoan yang jaman
dulu pernah menjadi pusat perdagangan Kota Denpasar bisa
dihidupkan/dipertahankan kembali. Hasil akhirnya nanti kawasan perdagangan
Jalan Gajah Mada dan sekitarnya akan didukung dengan tempat parkir yang memadai
(masih dalam tahap Perencanaan). Untuk pedagang kembang, sayur, dan lain-lain
di pedestrian nantinya akan ditertibkan setelah pembangunan Pasar Kumbasari
selesai dan pedagang kios di halaman parkir Pasar Badung akan kembali ke
Kumbasari.
Penertiban para
pedagang kembang, sayur dan lain-lain perlu segera direalisasikan, karena para
pedagang ini menyebabkan kemacetan rutin lalu lintas. Kemacetan lalu lintas itu
sendiri menurut Suweda (2008), memberi dampak negatif kepada pengguna jalan
maupun lingkungan sekitarnya, antara lain:
1.
Kerugian
waktu, karena kecepatan perjalanan rendah.
2.
Pomborosan
energi, karena pada kecepatan rendah konsumsi bahan bakar lebih tinggi.
3.
Keausan
mesin kendaraan lebih cepat, radiator tidak dapat berfungsi secara optimal pada
kecepatan rendah.
4.
Meningkatkan
polusi udara, karena lebih banyak mengkonsumsi energi.
5.
Meningkatkan
stress pengguna jalan.
6.
Mengganggu
kelancaran kendaraan darurat, seperti ambulan, pemadam kebakaran, polisi yang
sedang berpatroli, dan sebagainya.
Rumusan Masalah
Kegiatan bisnis
di Pasar Badung sebagai pasar yang berlokasi di pusat kota telah menimbulkan
kemacetan di beberapa ruas jalan disekitarnya, khususnya pada ruas jalan utama (Gajah
Mada – Hasanudin – Thamrin). Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Denpasar
melalui Dinas perhubungan Kabupaten telah melakukan usaha memanajemen lalu
lintas berupa pengalihan arah arus lalu lintas pada 3 (tiga) ruas jalan (Sulawesi – Gunung Kawi – Gunung
Raung). Dari usaha yang telah dilakukan itu timbul beberapa pertanyaan, yaitu:
a.
Bagaimanakah
pola arus lalu lintas dan tipe konflik di persimpangan yang lengan/kakinya kena
pengalihan arah arus lalu lintas?
b.
Bagaimanakah
akibat dari pengalihan arah arus lalu lintas terhadap persimpangan-persimpangan
di sekitarnya?
c.
Upaya
apa lagi yang dapat dilakukan untuk mengurangi kemacetan pada ruas jalan utama
(Gajah Mada – Hasanudin – Thamrin) sehubungan dengan kegiatan di Pasar Badung?
Batasan Masalah
Permasalahan
lalu lintas di Pasar Badung dan pada ruas jalan di sekitarnya amatlah kompleks.
Dalam kajian ini hanya memfokuskan pada manajamen lalu lintas saja. Batasan
manajemen lalu lintas dalam kajian ini adalah:
a.
Membahas
pengalihan arah arus lalu lintas pada 3 (tiga) ruas jalan (Sulawesi – Gunung
Kawi – Gunung Raung).
b.
Membahas
pengaruh pengalihan arah arus lalu lintas terhadap beberapa persimpangan yang
terdapat pada jalan utama (Gajah Mada – Hasanudin – Thamrin).
c.
Membahas
pengaruh pengalihan arah arus lalu lintas terhadap arus lalu lintas pada jalan dan
persimpangan lain di sekitarnya.
d.
Membahas
upaya lain yang dapat dilakukan dalam mengatasi kemacetan di ruas jalan utama
(Gajah Mada – Hasanudin – Thamrin).
KAJIAN PUSTAKA
Kemacetan Lalu Lintas
Kemacetan lalu
lintas terjadi bila ditinjau dari tingkat pelayanan jalan, yaitu pada kondisi
lalu lintas mulai tidak stabil, kecepatan operasi menurun relatif cepat akibat
hambatan yang timbul dan kebebasan bergerak relatif kecil. Arus lalu lintas
mendekati besaran kapasitas jalan. Kemacetan semakin meningkat apabila arus
begitu besarnya sehingga kendaraan sangat berdekatan satu sama lain. Kemacetan
total terjadi apabila kendaraan harus berhenti atau bergerak sangat lambat
(Tamin, 2008).
Tingkat
pelayanan jalan tergantung pada perbandingan antara arus terhadap kapasitas.
Oleh sebab itu, tingkat pelayanan jalan tergantung pada arus lalu lintas,
seperti diilustrasikan pada Gambar 01, sebagai berikut.
Gambar 01 Tingkat pelayanan
jalan (Sumber: Tamin, 2008)
Tingkat
pelayanan jalan (level of service/LoS)
mempunyai 6 (enam) buah tingkat pelayanan, yaitu:
a.
Tingkat
pelayanan A : arus bebas
b.
Tingkat
pelayanan B : arus stabil (untuk
merancang jalan antar kota)
c.
Tingkat
pelayanan C : arus stabil (untuk merancang
jalan perkotasan)
d.
Tingkat
pelayanan D : arus mulai tidak stabil
e.
Tingkat
pelayanan E : arus tidak stabil
(tersendat-sendat)
f.
Tingkat
pelayanan F : arus terhambat
(berhenti, antrian, macet)
Gambar 02 memperlihatkan hubungan teoritis antara arus
(q) dan kapasitas (k) pada sebuah lajur jalan raya, dipresentasikan oleh sebuah
parabola. Menurut Khisty dan Kent (2005), seiring dengan meningkatnya arus,
kepadatan pun meningkat, sampai kapasitas lajur jalan raya tersebut tercapai
titik arus maksimum () menunjukkan kepadatan optimal (). Dari titik i ni melaju ke kanan, arus
menurun ketika kepadatan meningkat. Pada kepadatan macet (), arus hampir nol.
Gambar
02 Kurva hubungan kepadatan, kecepatan, dan arus
Sumber:
Khisty dan Kent (2005)
Tundaan
Tundaan adalah
waktu yang hilang akibat adanya gangguan lalu lintas yang berada di luar
kemampuan pengemudi untuk mengontrolnya. Tundaan terbagi atas 2 9dua) jenis,
yaitu tundaan tertap (fixed delay)
dan tundaan operasional (operasional
delay).
a.
Tundaan
Tetap (fixed time)
Tundaan tetap adalah tundaan yang
disebabkan oleh peralatan kontrol lalu lintas dan terutama terjadi pada
persimpangan.
b.
Tundaan
oiperasional (operasional delay)
Tundaan operasional adalah tundaan yang
disebabkan oleh adanya gangguan di antara unsur-unsur lalu lintas sendiri,
teridiri dari:
1.
Tundaan
akibat gangguan samping (side friction),
disebabkan oleh pergerakan lalu lintas lainnya, yang menggagu arus lalu lintas,
seperti parkir, pejalan kaki, kendaraan kecepatan lambat, dan kendaraan keluar
masuk rumah.
2.
Tundaan
akibat gangguan di dalam arus lalu lintas itu sendiri (internal firction), seperti volume lalu lintas yang besar dan
kendaraan yang menyalip.
Hambatan Samping
Hambatan saping
adalah dampak dari kinerja lalu lintas dari aktivitas samping segemen jalan
seperti (MKJI, 1997):
a.
pejalan
kaki (bobot 0.5),
b.
kendaraan
umum/kendaraan lain berhenti (bobot 1.0),
c.
kendaraan
masuk/keluar sisi jalan (bobot 0.7),
d.
kendaraan
lambat (bobot 0.4)
Untuk
menentukan kelas hambatan samping (SFC)
dapat dilihat pada Tabel 01, sebagai berikut:
Tabel 01 Kelas
Hambatan Samping
Sumber: MKJI (1997)
Volume lalu Lintas
Volume lalu
lintas adalah jumlah kendaraan yang lewat dinyatakan dalam satuan mobil
penumpang (smp) dengan dikalikan ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk
masing-masing tipe kendaraan tergantung pada tipe jalan dan arus lalu lintas
total yang dinyatakan dalam kend/jam (MKJI, 1997). Atau, jumlah kendaraan yang
dihitung melalui satu titik selama waktu tertentu. Bila dihitung dalam waktu
satu jam disebut tingkat arus q (rate of
flow) dengan satuan kendaraan/jam. Pada moda lain, dikenal kapasitas
lintas, yaitu jumlah kendaraan yang melalui suatu lintas per jam (Sani, 2010).
Kapasitas Jalan
Kapasitas
didefiniskan sebagai arus maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat
dipertahankan persatuan jam pada kondisi tertentu. persamaan dasar untuk
mendapatkan kapasitas adalah sebagai berikut (MKJI,1997):
di
mana:
=
kapasitas (smp/jam)
=
kapasitas dasar (smp/jam)
=
faktor koreksi lebar jalan
=
faktor koreksi pemisah arah (hanya untuk jalan tak terbagi)
=
faktor koreksi hambatan samping dan bahu jalan/kerb
=
faktor koreksi ukuran kota
Strategi Manajemen lalu Lintas
Manajemen lalu
Lintas adalah suatu proses pengaturan pasokan (supply) dan kebutuhan (demand)
sistem jalan raya yang ada untuk memenuhi suatu tujuan tertentu tanpa
penambahan prasarana baru, melalui pengurangan dan pengaturan pergerakan lalu
lintas (Massachusetts Highway Department).
Manajemen lalu
lintas terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu:
a.
Optimasi
supply, antara lain dengan pembatasan
parkir di badan jalan, jalan satu arah, reversible
lane, larangan belok kanan pada persimpangan, dan pemasangan lampu lalu
lintas.
b.
Pengendalian
demand, antara lain dengan menaikan
pajak kendaraan, subsudi BBM dihapus, dan sebagainya.
Strategi
manajemen lalu lintas menurut Munawar (2006), dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a.
Sistem
pengontrolan lalu lintas.
b.
Informasi
kepada pemakai jalan.
c.
Road pricing.
d.
Modifikasi
operasi angkutan umum.
e.
Modifikasi
pemakai jalan.
Sistem
pengontrolan lalu lintas merupakan pengaturan lalu lintas yang berupa perintah
atau larangan. Perintah atau larangan tersebut dapat berupa lampu lalu lintas,
rambu-rambu lalu lintas, atau marka jalan. Sistem pengontrolan lalu lintas
meliputi:
a.
Pada
persimpangan jalan:
1.
Optimalisasi
lampu lalu lintas.
2.
Prioritas
kepada bus kota pada persimpangan bersinyal.
3.
Koordinasi
lampu lalu lintas.
b.
Pada
jalan masuk atau keluar dari pesimpangan:
1.
Jalan
satu arah.
2.
Ke
kiri terus jalan pada lampu merah.
3.
Larangan
belok kanan.
4.
Jalan
hanya khusus untuk penduduk di daerah tersebut.
c.
Penggunaan
jalur:
1.
Larangan
untuk mobil yang kurang dari 3 (tiga) penumpang.
2.
Jalur
yang dapat dibalik arah.
3.
Jalur
khusus untuk angkutan umum
d.
Penggunaan
tepi jalan (curb):
1.
Larangan
parkir.
2.
Penempatan
halte bus.
3.
Penentuan
daerah bongkar muat.
4.
Pelebaran/penyempitan
jalan kaki lima.
e.
Kecepatan
kendaraan:
1.
Pemasangan
polisi tidur.
2.
Pemasangan
road stud.
f.
Parkir:
1.
Parkir
khusus untuk angkutan umum.
2.
Pembatasan
waktu parkir.
3.
Pengontrolan
tempat parkir.
Konflik di
Persimpangan
Persimpangan
jalan adalah daerah/tempat dimana dua atau lebih ruas jalan bertemu atau
berpotongan, termasuk fasilitas jalan dan sisi jalan untuk pergerakan lalu
lintas pada daerah tersebut. Fungsi operasional utama persimpangan adalah
menyediakan ruangan untuk perpindahan atau perubahan arah perjalanan.
Persimpangan merupakan bagian penting dari jalan raya. Oleh karena itu,
efesiensi, keamanan, kecepatan, biaya operasional dan kapasitas suatu
persimpangan tergantung desain dari persimpangan itu sendiri.
Pada
persimpangan umumnya terdapat empat macam pola dasar pergerakan lalulintas
kendaraan yang berpotensi menimbulkan konflik (Underwood, 1991), yaitu: Merging
(bergabung dengan jalan utama), Diverging (berpisah arah dari jalan
utama), Weaving (terjadi perpindahan jalur / jalinan), dan Crossing (terjadi
perpotongan dengan kendaraan dari jalan lain) sebagaimana terlihat pada Gambar 03.
Gambar
03 Pola Konflik pada Persimpangan.
Berbagai
macam pola pergerakan tersebut akan saling berpotongan sehingga menimbulkan
titik-titik konflik pada suatu persimpangan. Sebagai contoh, pada persimpangan
dengan empat lengan pendekat mempunyai 32 titik konflik, yaitu 16 titik crossing,
8 titik merging, 8 titik diverging sebagaimana terlihat pada
Gambar 04.
Gambar 04 Titik
konflik pada persimpangan empat lengan pendekat dan bundaran lalu
lintas
Beberapa
solusi untuk mengurangi konflik lalu lintas pada persimpangan (Tamin, 2008),
yaitu:
a.
Time-sharing
Cara
ini dilakukan dengan pemasangan lampu lalu lintas. Menurut MKJI (1997),
pemasangan sinyal lalu lintas adalah untuk:
1.
Menghindari
kemacetan pada simpang, sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat
dipertahankan, bahkan selama kondisi lalu lintas jam puncak;
2.
Memberi
kesempatan kepada kendaraan dan/atau pejalan kaki dari jalan simpang (kecil)
untuk memotong jalan utama;
3.
Mengurangi
jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan antara kenddaraan-kendaraan dari
arah yang bertentangan.
b.
Space-sharing
Prinsipnya
dengan mengubah crossing conflict
menjadi jalinan atau weaving (kombinasi diverging dan merging),
dilakukan dengan penempatan bundaran (roundabout).
Menurut MKJI (1997), penempatan bundaran paling efektif jika digunakan untuk
persimpangan antara jalan dengan ukuran dan tingkat arus yang sama. Karena itu
budaran sangat sesuai untuk persimpangan antara jalan 2 (dua) lajur atau 4
(empat) lajur.
c.
Grade separation
Cara
ini dengan menempatkan arus lalu lintas pada elevasi yang berbeda pada titik
konflik. Seperti simpang tak sebidang, flyover,
underpass, dan overpass, interchange.
Bentuk-bentuk pengendalian persimpangan
tergantung pada besarnya arus lalu lintas (Wikipedia, 2008) semakin besar
arus semakin besar konflik yang terjadi semakin kompleks pengendaliannya atau
dijalan bebas hambatan memerlukan penanganan khusus, seperti diilustrasikan
pada Gambar 05 di bawah ini.
Gambar
05 Penentuan cara pengendalian persimpangan
Sumber:
Wikipedia (2008).
PEMBAHASAN
Titik Konflik di Persimpangan
Pasar Badung
terletak di pusat Kota Denpasar. Pasar ini dikelilingi oleh ruas-ruas jalan
seperti Jalan Gajah Mada, Jalan Sulawesi, Jalan Gunung Kawi, Jalan Gunung
Raung, dan jalan yang berada di lingkar luarnya lagi, yaitu jalan utama (Gajah
Mada – Hasanudin – Thamrin). Pengalihan arah arus lalu lintas diberlakukan pada
jalan Sulawesi, Jalan Gunung Kawi, dan Jalan Gunung Raung. Ketiga ruas jalan
ini memang sering mengalami kemacetan dan memberi imbas kemacetan pada
ruas-ruas jalan utama.
Ada 2 (dua)
persimpangan bersinyal yang sering terjadi kemacetan akibat imbas kegiatan di
Pasar Badung, yaitu persimpangan Jl. Gajah Mada – (Jl. Sulawesi + Jl. Kartini)
dan Jl. Hasanudin – (Jl. Gunung Kawi + Jl. Bukit Tunggal). Persimpangan yang
tak bersinyal tempat terjadinya kemacetan (akibat kegiatan di Pasar Badung)
adalah persimpangan Jl. Gajah Mada – Jl. Gunung Kawi. persimpangan Jl. Thamrin – Jl. Gunung Raung,
dan persimpangan Jl. Hasanudin – Jl. Sulawesi. Denah Pasar Badung diperlihatkan
pada lampiran.
Umumnya
kemacetan terjadi diakibatkan oleh pedagang-pedagang sayur yang mengangkut
barang dagangannya dengan mobil pick up
pada saat menjelang sore hari. Para pedagang berjualan pada malam hari hingga
pagi hari esoknya. Mereka berdagang secara on
street parking di ruas Jl. Sulawesi, Jl. Gunung Kawi, Jl. Gunung Raung, dan
di areal parkir Pasar Badung.
Persimpangan
Jl Gajah Mada – (Jl. Sulawesi + Jl. Kartini)
Sebelum
dilakukan pengalihan arah arus lalu lintas, ruas Jalan Gajah Mada dan Jalan Sulawesi sering
terjadi kemacetan. Hal ini disebabkan karena adanya tundaan dari traffic light dua fase di persimpangan
dan adanya on street parking pada
kedua jalan yang menyebabkan hambatan samping. Hambatan samping ini
mengkibatkan arus lalu lintas menjadi lambat.
Semula arah arus
lalu lintas di Jalan Sulawesi adalah dari Selatan Ke Utara. Terdapat titik
konfilk di persimpangan dengan arus lalu lintas pada Jalan Gajah Mada, seperti
ditunjukkan pada Gambar 06 kiri. Jumlah titik konflik adalah 5 (2 diverging, 2 merging, dan satu crossing).
Titik konflik sangat mengganggu arus lalu lintas di kedua ruas jalan tersebut,
terutama pada saat menjelang hari raya, seperti Galungan-Kuningan, Nyepi, dan
sebagainya.
Kemudian,
dilakukan pengalihan arah arus lalu lintas. arah arus lalu lintas di Jalan
Sulawesi dibalik, dari arah ke Utara dijadikan arah ke Selatan. Pengalihan arah
ini mengurangi jumlah titik konflik, yaitu menjadi 2 titik (2 diverging). Tidak terjadi crossing maupun merging, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 06 kanan.
Gambar 06 Pola
Arus dan tipe konflik di Persimpangan Jl Gajah Mada – (Jl. Sulawesi +
Jl. Kartini)
Pengurangan
jumlah titik konflik di persimpangan, terutama hilangnya konflik crossing, membuat arus lalu lintas di
Jl. Gajah Mada menjadi lebih lancar. Traffic
light yang semula difungsikan dengan dua fase, akhirnya hanya difungsikan
dengan menghidupkan sinyal kuning saja.
Persimpangan
Jl. Hasanudin – (Jl. Gunung Kawi + Jl. Bukit Tunggal)
Persimpangan Jl. Hasanudin – (Jl. Gunung
Kawi + Jl. Bukit Tunggal) atau (Persimpangan Br. Alangkajeng) sebelum
pengalihan sering terjadi kemacetan. Sebelum dilakukan pengalihan, arus lalu
lintas dari Jalan Gunung Kawi dari Utara ke arah Selatan. Terjadi crossing dan merging dengan arus lalu lintas dari Jalan Hasanudin, seperti
ditunjukkan pada Gambar 07 kiri. Jumlah titik konflik adalah 5 (2 diverging, 2 merging, dan 1 crossing).
Traffic
light
yang difungsikan 2 fase, membuat antrean panjang di Jalan Hasanudin. Hal ini
disebabkan oleh:
1.
Volume
arus yang memang padat.
2.
Hambatan
samping karena on street parking,
disebelah kiri Jalan Hasanudin.
3.
Ketidakdisplinan
pengemudi dalam mentaati marka jalan. Pengemudi yang melaju lurus mengambil
area pengemudi yang akan berbelok ke kiri. Sehingga pengemudi yang akan belok
kiri (jalan terus) tidak dapat bergerak.
Kemacetan juga sering terjadi di ruas
Jalan Gunung Kawi. Kendaraan yang datang dari Utara ke Selatan sering mengalami
tundaan yang cukup lama. Beberapa hal yang menyebabkan adalah:
1.
Fase
dari traffic light.
2.
Volume
arus memang padat.
3.
Hambatan
samping karena on street parking
pengunjung.
4.
Kendaraan
bongkar-muat barang di sepanjang pertokoan.
Gambar
07 Pola Arus dan Tipe Konflik di Persimpangan Br. Alangkajeng.
Pengalihan arah lalu lntas dilakukan
pada ruas Jalan Gunung Kawi, yang semula ke arah Selatan dibalik ke arah Utara.
Pengalihan ini melancarlan arus di ruas Jalan Hasanudin. Lancarnya arus lalu
ini disebabkan jumlah titik konflik di persimpangan berkurang, menjadi 2 (2 merging). Pola arus lalu lintas
diperlihatkan pada Gambar 07 kanan.
Persimpangan
Jl. Gajah Mada – Jl. Gunung Kawi
Pada persimpangan ini sering terjadi
kemacetan terutama pada sore hari, saat para pedagang sayur yang menggunakan
mobil pick up masuk ke Jl. Gunung
Kawi. Pola arus dan tipe Konflik diperlihatkan pada Gambar 08 kiri. Kemacetan
disebabkan adanya :
1.
Konflik
merging antara arus yang datang dari
Jl. Thamrin dengan arus yang datang dari Jl. Sutomo.
2.
Konflik
diverging antara arus lurus dengan arus belok kanan.
3.
Hambatan
samping di Jl. Gajah Mada.
4.
Hambatan
samping yang banyak di ruas Jalan Gunung Kawi.
5.
Bongkar
muat pedagang di Jl. Gunung Kawi.
Gambar
08 Pola Arus dan Tipe Konflik di Persimpangan Jalan. Gajah Mada – Gn Kawi.
Setelah dilakukan pengalihan arah arus
lalu lintas, dimana arah arus pada ruas Jl. Gunung Kawi dibalik ke arah utara,
maka arus di Jalan Gajah Mada menjadi lebih lancar. Arus lalu lintas di ruas
Gajah Mada tidak lagi terganggu oleh hambatan samping yang terdapat di Jl.
Gunung Kawi. Hanya saja kecepatan diperlambat akibat konflik merging, seperti diperlihatkan pada
Gambar 08 kanan.
Persimpangan
Jl. Hasanudin – Jl. Sulawesi/Persimpangan Masjid
Semula arah arus lalu lintas di ruas
Jalan Sulawesi adalah dari Selatan ke Utara, seperti diperlihatkan pada Gambar 09
kiri. Kemacetan yang terjadi di dekat Persimpangan
Masjid ini, diakibatkan oleh:
1.
Banyaknya
pedagang-pedagang sayur yang masuk ke areal pasar melalui Jalan Sulawesi pada
sore hari.
2.
Bongkar
muat barang dagangan di Jl. Sulawesi.
3.
Konflik
diverging antara arus lurus dengan
arus belok kanan di Jl. Hasanudin.
4.
Hambatan
samping karena on street parking di
Jl. Hasanudin, di depan pertokoan emas.
5.
Hambatan
samping karena on street parking di
ruas Jl. Sulawesi.
Gambar 09 Pola
Arus dan Tipe Konflik di Persimpangan Masjid.
Sering kali,
kemacetan akibat konflik di persimpangan ini sampai berimbas pada persimpangan
di timurnya, yaitu persimpangan Suci. Persimpangan Suci (Jl. Sumatera – Jl.
Diponogoro). Arus dari Jl. Diponogoro dan arus dari Jl. Sumatera terkena imbas
kemacetan juga, terutama pada saat menjelang hari raya keagamaan.
Pengalihan arah
arus lalu lintas dilakukan dengan mengubah arah arus pada Jl. Sulawesi, yang
semula dari Selatan ke Utara, dibalik ke arah Utara – Selatan, seperti
diperlihatkan pada Gambar 09 kanan. Pengaruh dari pengalihan arah arus di
persimpangan ini adalah:
1.
Konflik
diverging tidak ada lagi.
2.
Muncul
konflik merging, antara arus lurus
dari Jl. Hasanudin dengan arus dari Jl. Sulawesi.
Tampaknya
pengalihan arus lalu lintas di persimpangan ini tidak banyak membantu
kelancaran arus lalu lintas di Jl. Hasanudin Timur. Karena, tidak mengurangi
jumlah titik konflik, melainkan hanya mengubah tipe konflik, dari konflik diverging menjadi konflik merging.
Sebagaimana
diketahui, Jl. Hasanudin (sebelah barat Persimpangan Suci) menerima arus yang
datang dari Jl. Diponogoro dan dari Jl. Sumatera. Kedua ruas jalan ini
mensuplay arus yang cukup besar. Terlebih lagi, pada Jalan Hasanudin Timur
(sebelah timur Persimpangan Suci) sering terjadi macet total, yang membuat arus
belok kanan pada Jl. Diponogoro dan arus belok kiri pada Jl. Sumatera beralih
ke Barat.
Persimpangan
Jl. Thamrin – Jl. Gunung Raung
Ruas Jalan Thamrin melayani arus lalu
lintas yang datang dari ruas Jl. Hasanudin dan ruas Jl. Imam Bonjol (di
pangkalnya), serta arus yang datang dari Jl. Gn Semeru di pertengahannya. Sebagian
dari arus yang datang dari selatan, berbelok ke kanan masuk ke Jl. Gunung
Raung, seperti ditunjukkan pada Gambar 10 kiri.
Umumnya kendaraan yang masuk ke Jl. Gn.
Raung adalah para pengunjung dan pedagang pasar Badung. Jam-jam sibuk ruas Jl.
Gn. Raung mulai sekitar pk. 15.00 Wita. Mereka adalah para pedagang sayur dan
kebutuhan sehari-hari dengan menggunakan kendaraan pick up. Mereka berjualan dari sore hari hingga pagi hari esoknya,
dengan mengambil lokasi di badan Jalan Gn. Raung (on street parking).
Setiap hari terjadi kemacetan di ruas
Jl. Thamrin yang disebabkan oleh antrean kendaraan pick up pedagang sayur yang akan masuk ke Jl. Gn. Raung. Antrean
kendaraan pick up pedagang sayur ini, disebabkan oleh:
1.
Konflik
diverging antara arus lurus dengan
arus belok kanan.
2.
Hambatan
samping banyak akibat on street parking
kendaraan pengunjung dan pedagang di ruas Jl. Gn. Raung.
3.
Hambatan
samping akibat dipakainya trotoar oleh pedagang, sehingga pejalan kaki berjalan
di badan jalan.
4.
Pelanggaran
rambu dilarang masuk oleh pengunjung/pedagang yang memakai sepeda motor.
5.
Bongkar
muat barang di sepanjang Jl. Gn. Raung.
6.
Konflik
di persimpangan di timurnya, yaitu persimpangan Jl. Gn. Kawi – Jl. G. Raung.
Gambar
10 Pola Arus dan Tipe Konflik di Persimpangan Jl. Thamrin – Jl. Gunung
Raung.
Pengalihan dilakukan dengan mengubah
arah arus lalu lintas di Jl. Gunung Raung, yang semula dari Barat ke Timur
menjadi sebaliknya, seperti diperlihatkan pada Gambar 10 kanan. Pengalihan arah
arus ini menghasilkan perubahan, yaitu:
1.
Ruas
Jl. Thamrin tidak lagi mengalirkan arus lalu lintas ke Jl. Gn. Raung, sehingga
terbebas dari antrean kendaraan pick up
para pedagang sayur.
2.
Konflik
diverging berubah menjadi merging. Konflik merging hanya sedikit
memperlambat arus di Jl. Thamrin.
3.
Hanya
saja terjadi sedikit konflik crossing,
akibat kendaraan yang keluar dari J. Gn. Raung menyeberang mencari tempat
parkir di lantai dasar Pertokoan Lokitasari.
Pengaruh Pengalihan
terhadap Persimpangan Lainnya
Persimpangan
Jl. Gajah Mada – (Jl. Sumatera + Jl. Arjuna)
Persimpangan ini
menerima arus lalu lintas dari Jalan Gajah Mada dan Jalan Arjuna. Jumlah
konflik yang terjadi adalah sebanyak 6 buah, dengan tipe 2 diverging, 1 crossing dan
3 merging, seperti yang diperlihatkan
pada Gambar 11. Konflik crossing
terjadi antara arus yang datang dari Barat di Jl. Gajah Mada dengan arus dari
Utara di Jl. Arjuna. Persimpangan dipasang sinyal 2 fase untuk melayani konflik
crossing tersebut. Sementara konflik merging terjadi antara arus dari Barat
dan dari Timur di Jl. Gajah Mada dengan arus dari Jl. Arjuna yang keluar dari
persimpangan, serta arus dari Jl. Arjuna dengan arus dari Barat yang keluar
dari persimpangan.
Gambar 11 Pola arus dan tipe konflik di Persimpangan
Jl. Gajah Mada – (Jl. Arjuna + Jl. Sumatera)
Setelah pengalihan arah arus lalu lintas
di Jl. Sulawesi, volume arus di Jl. Gajah Mada (di lengan barat persimpangan
ini) menjadi bertambah. Jalan Sulawesi ikut menyumbang arus di Jl. Gajah Mada.
Sebagian arus lalu lintas dari Jl. Sulawesi berbelok ke kanan merging dengan arus dari baratnya.tetapi,
dengan adanya pedestrian yang menjadikan ruas ini 2 (dua) lajur searah dan
larangan on street parking, membuat
ruas ini bebas hambatan samping.
Persimpangan ini sendiri secara umum
tidak menyebabkan kemacetan pada lengannya. Justru, persimpangan ini terkena
imbas kemacetan akibat hambatan samping yang banyak di ruas Jl. Sumatera dan
akibat konflik merging di
persimpangan antara arus dari Jl. Ternate yang datang dari arah barat dengan
arus di Jl. Sumatera.
Persimpangan
Jl. Hasanudin – (Jl. Sumatera + Jl. Diponogoro)
Persimpangan ini
(Persimpangan Suci) sering mengalami imbas kemacetan, baik dari Jl. Hasanudin
di sebelah Timur maupun sebelah Barat persimpangan. Kemacetan di persimpangan
ini disebabkan oleh:
1.
Konflik
diverging arus di Jl. Sumatera dan
Jl. Diponogoro.
2.
Konflik
merging di persimpangan Jl. Hasanudin
dengan Jl. Sulawesi, akibat kegiatan di Pasar Badung.
3.
Konflik
merging antara arus dari Jl. Sumatera
dengan arus dari Jl. Diponogoro.
4.
Konflik
diverging pada persimpangan di
timurnya.
5.
Hambatan
samping di Jl. Sutoyo, terutama di depan Apotek Anugrah dan di depan pedagang
bunga.
Tipe konflik di
persimpangan ini sebenar tidak rumit, hanya konflik diverging pada arah menuju
persimpangan dan konflik merging pada
arah keluar simpangan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12. Arus lalu
lintas dari Jl. Sulawesi akibat kegiatan di Pasar Badung mempengaruhi kecepatan
arus di Jl. Hasanudin menuju Persimpangan Masjid, yang akhirnya mempengaruhi
arus di Persimpangan Suci.
Gambar 12 Pola arus dan tipe konflik di
Persimpangan Suci
Persimpangan
(Jl. Hasanudin + Jl. Gn. Batur) – (Jl. Imambonjol + Jl. Thamrin)
Persimpangan ini
(Persimpangan Puri Pemecutan) mempertemukan 4 (empat) nama jalan, seperti di
atas. Persimpangan ini berubah status, dari simpang tak bersinyal menjadi
simpang bersinyal, dengan dipasangnya traffic
light 2 (dua) fase pada awal tahun 2012. Traffic Light ini melayani arus menuju persimpangan yang datang
dari Jl. Hasanudin (arus lurus) dan Jl. Imambonjol, seperti ditunjukkan pada
Gambar 13.
Gambar 13 Pola arus
dan tipe konflik di Persimpangan
Puri Pemecutan
Persimpangan ini secara umum tidak
masalah, kecuali ada upacara adat di Puri Pemecutan, atau upacara ngangget don bingin di Pura Tambangan
Badung. dan setahun sekali menjelang Perayaan Nyepi pada waktu Upacara Melasti
ke Pantai Kuta. Bila ada upacara di Puri, arus dari Jl. Hasanudin yang langsung
berbelok ke kanan menuju Jl. Thamrin ditutup, harus memutar dulu sebelum ke Jl.
Thamrin. Bahkan, ruas Jl. Thamrin di tutup. Arus dari Timur dan dari Selatan
dialihkan ke Barat (ke Jl. Gn. Batur).
Setelah pengalihan arah arus ruas Jl.
Gn. Raung, persimpangan ini tidak dibebani lagi oleh antrean panjang kendaraan pick up pedagang sayur, yang sebelumnya
masuk dari arah Barat. Hambatan samping (karena on street parking) di Jl. Gn. Batur seringkali berimbas pada arus
lalu lintas di persimpangan Puri pemecutan.
Persimpangan
(Jl. Thamrin + Jl. Sutomo) – (Jl. Gajah Mada + Jl. Wahidin)
Persimpangan ini
(Persimpangan Batan Moning) memiliki suasana yang menyejukkan, karena ditanami
pohon-pohon. Areal ini disebut sebagai areal heritage. Pola arus dan tipe konflik seperti diperlihatkan pada
Gambar 14. Jalan yang mensuplay arus lalu lintas adalah Jl. Thamrin dan Jl.
Sutomo. Arus ini kemudian merging
pada arah keluar persimpangan, yaitu di Jl. Gajah Mada dan Jl. Wahidin.
Gambar 14 Pola arus dan tipe konflik di Persimpangan
Batan Moning.
Tipe konflik pada persimpangan ini tidak
rumit, hanya diverging pada arus
menuju persimpangan dan merging pada
arus yang keluar persimpangan. Konflik merging
di Jl. Gajah Mada paling sering terjadi (hampir setiap hari), antara lain
disebabkan oleh:
1.
Konflik
merging di persimpangan Jl. Gajah
Mada – Jl. Gn. Kawi.
2.
Konflik
diverging pada jalan masuk Pasar
Kumbasari.
3.
Konflik
diverging pada jalan masuk Pasar
Badung.
4.
Hambatan
samping karena on street Parking di
Jl. Gajah Mada, baik dari pengunjung maupun pedagang yang bongkar muat barang.
Upaya Lain
Mengatasi Kemacetan
Menurut Alamsyah
(2008), analisis penyebab kemacetan dimulai dari statement berikut ini, yaitu:
a.
Kemacetan
disebabkan karena volume lalu lintas melebihi kapasitas sarana dan prasarana
yang ada.
b.
Solusi
yang dapat dilakukan adalah dengan menaikkan kapasitas atau mengurangi volume
arus lalu lintas.
Terkait dengan
statement Alamsyah (2008) di atas, maka manajemen lalu lintas (traffic management) merupakan inti dari
keseluruhan pengelolaan sistem transportasi makro. Dikatakan inti, karena lalu
lintas merupakan pertemuan antara kebutuhan (demand) transportasi yang ditimbulkan oleh sistem aktivitas dengan
pelayanan (supply) transportasi yang
disediakan (Miro, 1997). Pengaturan lalu lintas menurut Hidayat (1993) dapat
dilakukan antara lain dengan:
1.
Perbaikan
kapasitas di ruas dan di persimpangan.
2.
Memprioritaskan
angkutan umum dan pejalan kaki (pedestrian)
3.
Pengelolaan
dan pengaturan parkir.
4.
Pengendalian
kecepatan kendaraan, dengan pemasangan rambu-rambu, marka, lampu lalu lintas,
dan alat-alat pengendali lalu lintas lainnya.
5.
Mengatur
lingkungan lalu lintas (enviroment
traffic management) dan rute kendaraan berat.
Kapasitas dapat
diperbaiki dengan jalan mengurangi penyebab gangguan, misalnya dengan
memindahkan tempat parkir, mengontrol pejalan kaki, memindahkan rute, dan
sebagainya. Solusi pembangunan prasarana baru, tidak memecahkan masalah.
Pembangunan ruas jalan baru sudah kecil kemungkinan dapat dilaksanakan di Kota
Denpasar. Pembangunan jalan baru, hanya akan merangsang bertambah banyaknya
kendaraan pribadi.
Manajemen lalu
lintas terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu optimasi supply dan pengendalian demand
(Putranto,2007). Optimasi supply telah
dilakukan oleh Pemerintah Kota Denpasar melalui Dinas Perhubungan yaitu dengan
pengalihan arus arus lalu lintas di 3 (tiga) ruas jalan (Sulawesi – Gunung Kawi
– Gunung Raung), pedestrian, serta pemindahan para pedagang kembang ke Br.
Wangaya. Pengendalian demand,
pemerintah mestinya membatasi jumlah kendaraan pribadi, sebagai konsekuensinya
pemerintah menyiapkan angkutan umum yang handal, mencapai seluruh tempat.
Upaya lain yang
dilakukan pemerintah Kota Denpasar melalui Dinas Perhubungan dalam mengatasi
kemacetan akibat kegiatan Pasar Badung adalah membangun Sentral Parkir yang
terletak di pelataran Pasar Badung. Pembangunan Sentral Parkir ini menelan
biaya sebesar 7.3 M (Antara Bali, 2010). Sentral Parkir yang dibuat dengan pola
grounded (basement dan dasar) mampu menampung 140 unit kendaraan roda empat.
Diharapkan tempat parkir basement ini
mampu mengurangi jumlah kendaraan parkir di pelataran.
Selain membangun
Sentral Parkir di Pelataran Pasar Badung, Pemerintah Kota Denpasar juga
membangun tempat parkir di Gedung Lokitasari. Toko-toko yang berada di lantai
bawah dibongkar semuanya, dan sepenuhnya dipakai sebagai lahan parkir.
Diharapkan lahan parkir di Gedung Lokitasari dapat mengurangi on street parking yang menjadi hambatan
samping di ruas-ruas jalan utama (Gajah Mada – Hasanudin – Thamrin).
Perpakiran
sangat erat dengan kebutuhan ruang, sedangkan sediaan ruang di Kota Denpasar
sangat terbatas, karena luas wilayah dan akibat dari tata guna lahannya. Bila
parkir dibutuhkan di wilayah pusat kegiatan, maka sediaan lahan merupakan
masalah yang sulit. Setiap pelaku lalu lintas mempunyai kepentingan yang
berbeda dan menginginkan fasilitas parkir sesuai dengan kepentingannya.
Keinginan akan sarana parkir diperlihatkan pada Tabel 02.
Tabel 02 Keinginan terhadap sarana parkir.
Sumber: Warpani
(2002).
Bedasarkan hasil
penelitian di Inggris diketahui bahwa parkir di jalan berpengaruh terhadap daya
tampung ruas jalan yang bersangkutan (Warpani, 2002). Pengaruhnya diperlihatkan
pada Tabel 03 berikut:
Tabel 03 Pengaruh parkir terhadap kapasitas jalan
Sumber: Wells, 1979 dalam Warpani (2002).
Dari Tabel 03, tampak bahwa kapasitas
jalan menurun akibat parkir kendaraan di jalan (on street parking). Kebijakan perpakiran di Kota Denpasar harus
selalu mempertimbangkan tata guna lahan dan kebijakan perangkutan. Dan, menurut
O’Flaherty (1974) pengendalian perparkiran di perkotaan merupakan salah satu
kunci pengendalian perlalu lintasan yang tepat.
PENUTUP
Simpulan
Pengalihan arah
arus lalu lintas pada 3 (tiga) ruas jalan di sekitar Pasar Badung
(Sulawesi-Gunung Kawi-Gunung Raung) yang
dilakukan oleh Pemerintah Kota Denpasar dalam mengatasi kemacetan pada
jalan-jalan utama (Gajah Mada-Hansanudi-Thamrin) telah mengakibatkan beberapa
perubahan :
a.
Pengalihan
arah arus lalu lintas dapat mengurangi jumlah titik konflik di persimpangan
bersinyal, yaitu pada persimpangan Jl. Gajah Mada – (Jl. Sulawesi + Jl. Kartini)
dan pada persimpangan Jl. Hasanudin – (Jl. Gunung Kawi + Jl. Bukit Tuggal).
b.
Namun
di pihak lain justru menambah jumlah titik konflik pada persimpangan tak
bersinyal, yaitu pada Jl. Gajah Mada – Jl. Gunung Kawi, persimpangan Jl.
Hasanudin – Jl. Sulawesi, danpersimpangan Jl. Thamrin – Jl. Gunung Raung.
c.
Ruas-ruas
jalan utama (Gajah Mada – Hasanudin – Thamrin) setelah pengalihan secara umum
arus lalu lintas sedikit lebih lancar.
d.
Ruas-ruas
jalan Sulawesi – Gunung Kawi, Gunung Raung tetap mengalami kemacetan. Hal ini
disebabkan oleh adanya hambatan samping yang banyak akibat dari on street parking pengunjung dan
pedagang yang bongkar muat barang.
Saran
Mengatasi
kemacetan lalu lintas di sebuah kota harus melibatkan segenap elemen
masyarakatnya, karena masyarakatlah yang pada akhirnya menggunakan ruas-ruas
jalan. Ada beberapa yang dapat disarankan setelah pengalihan arah arus lalu
lintas pada 3 (tiga) ruas jalan tersebut, yaitu:
a.
Pemerintah
harus konsekuen dan tegas memberi sanksi pada pelanggar rambu dilarang parkir
terutama pada jalan-jalan utama (Gajah Mada – Hasanudin – Thamrin).
b.
Para
petugas baik dari Dinas Perhubungan maupun Polantas, hendaknya menindak para
pemakai sepeda motor yang melanggar rambu dilarang masuk. Pelanggaran mereka
ini sedikit banyak dapat mengganggu kelancaran arus lalu lintas pada ruas-ruas
jalan Gunung Kawi dan Gunung Raung.
c.
On street
parking
ganda yang sering terdapat di Jalan Sulawesi agar ditertibkan oleh petugas.
Baik pengunjung maupun pedagang sering melakukannya.
d.
Perlu
direncanakan pemindahan Pasar Badung ke tempat lain, untuk mengurangi jumlah
perjalanan di pusat kota akibat dari pusat kegiatan pasar.
e.
Pemerintah
mestinya membatasi jumlah penggunaan kendaraan pribadi dan menggantikan dengan
angkutan umum yang nyaman, aman, lancar, dan terjangkau.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Alamsyah,
Alik Ansyori. 2008. Rekayasa Lalu Lintas.
Malang: Univ. Muhamdiyah.
Badan
Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010.
Khisty,
C. Jotin dan B. Kent Lall. Dasar-dasar
Rekayasa Transportasi. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Manual
Kapasitas jalan Indonesia (MKJI). 1997.Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga.
Miro,
Fidel. 1997. Sistem Transportasi Kota.
Bandung: Tarsito.
Munawar,
Ahmad. 2006. Manajemen Lalu Lintas
Perkotaan. Jogjakarta: Beta Offset.
Purawati,
Ni Ketut. Pergulatan Perempuan Pasar
Badung Kota Denpasar: Sebuah Kajian Budaya. Denpasar: Program Magister
Kajian Budaya Unud.
Putranto,
LS. 2007. Rekayasa Lalu Lintas.
Jakarta: Indeks.
Sani,
Zulfiar. Transportasi – Suatu Pengantar.
Jakarta: UI-PRESS.
Suweda,
I Wayan. 2008. Manajemen Lalu Lintas
(Traffic Management TS – 7142). Buku
Ajar. Denpasar: Lab. Transportasi Unud.
Tamin,
Ofyar Z. 2008. Perencanaan, Pemodelan, &
Rekayasa transportasi: Teori, Contoh Soal, dan Aplikasi. Bandung: ITB.
Warpani,
Suwardjoko P. 2002. Pengelolaan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan. Bandung:ITB.
.
Sumber Internet:
Anindya, I Gst. Putu. 2012. Pedestrian
di Jalan Gajah Mada. BAPPEDA Kota Denpasar . http://www.denpasarkota.go.id/instansi/?cid===gN&s=kritik&xid=2084.
Antara Bali. December 17 2010 . Jelang Festival, Arus Lalu Lintas Denpasar
Diubah. http://bali.antaranews.com/berita/8988/jelang-festival-arus-lalu-lintas-denpasar-diubah
BisnisBali.
2007. Proyek Pedestrian Jalan Gajah Mada
akan Macetkan Lalu Lintas Sekitranya. http://www.bisnisbali.com/2007/05/01/news/pariwisata/kup.html
Massachusetts
Highway Department, Chapter 16: Traffic Calming and Traffic Management, www.mhd.state.ma.us/downloads/designGuide/CH_16.pdf
Underwood, R.T. (1991). The Geometric Design of Roads,
Macmillan company of Australia pty ltd, Australia.
Wikipedia. 2008. Persimpangan. http://id.wikipedia.org/wiki/Persimpangan
LAMPIRAN